Calvin yakin, Tara adalah lenteranya.
Tara adalah jalannya menuju ke sebuah kewarasan. Sebab, gadis itu benar menepati janjinya. Dimulai sejak hari itu, Tara benar berlaku sebagai seorang penyembuh baginya. Gadis itu tidak lagi menjauhi, apalagi berupaya menghindarinya. Meskipun keindahan ini baru berjalan beberapa hari.
Tara akan sengaja duduk disebelah Calvin saat makan siang, gadis itu tidak terlalu peduli dengan tatapan dari sekitar yang langsung menuju pada mereka. Sebab, Tara dan Calvin terkenal sebagai kutub utara dan selatan, saling bertolak belakang dan penuh dengan konflik. Calvin memperhatikan bagaimana Tara membawakan satu cup teh hangat untuk teman makan siang mereka.
Gadis itu mulai makan dengan tenang di hadapan Calvin. "Kemarin baik-baik aja? Udah mulai kerasa sakit?".
Calvin tidak langsung menjawab, lelaki itu hanya menggeleng. Matanya masih tak percaya dengan kehadiran Tara yang begitu nyata. "Belum, Kak. Efeknya biasanya seminggu kalau aku berhenti".
Tara mengangguk pelan. "Diminum tehnya setelah makan, itu peppermint. Bisa bikin jauh lebih rileks".
Calvin mengangguk, kemudian mulai menyendok makanannya sendiri. Ia memang makan dengan tenang, tapi matanya tak henti meniti wajah Tara, sangat jelas mengagungkan sang cantik yang nampak acuh.
"Jangan lihatin gue begitu, kalau lagi makan fokus ke makanan". Ucap Tara secara tiba-tiba, membuat Calvin terkekeh.
"Habis aku masih belum percaya kamu beneran disini. Beneran nyata di depan aku, dan kita bisa senormal ini". Balas Calvin lembut.
Tara menatap galak pada Calvin. "Makan, Calv".
There are twinkles in Calvin's eyes when he heard Tara's demand.
Lelaki itu tersenyum. "Iya, Tara.. Aku makan".
Keduanya kemudian melanjutkan sesi makan mereka, dan ditutup dengan Tara yang mengawasi bagaimana Calvin menuruti perintah Tara dengan menenggak teh peppermint pemberiannya hingga habis.
"Habis ini masih ada mata kuliah?". Tanya Tara lebih dulu, membuat Calvin nyaris tersedak.
Calvin jelas tidak terbiasa dengan perhatian semacam ini dari siapa pun, apalagi dari Tara, gadis yang paling ia cintai dan obsesikan. Lelaki itu kemudian menggeleng. "Enggak, udah selesai. Aku udah ikutin semua kelas hari ini sesuai jadwal. Aku ikutin kata kamu, Kak".
"Bagus. Habis ini langsung pulang, istirahat. Jangan kemana-mana lagi". Balas Tara.
Calvin yang sekarang, tentunya bukan Calvin yang dulu seenaknya dan tidak mau diperintah. Karena kini, Calvin hanya mengangguk tanpa sedikitpun berniat membantah. "Iya, aku pulang habis ini. Kamu gimana?".
"Gue masih ada kegiatan kampus soal BEM". Balas Tara singkat.
Calvin menyunggingkan senyumnya. "Oh, iya. Aku denger kabarnya juga. Kamu mau dijadiin anggota BEM tahun ini ya?".
Tara memutar bola matanya. "Gak tau juga, aneh banget. Gue baru juga menjabat bentar di HIMA, belom ngapa-ngapain juga. Tiba-tiba udah mau dimasukin ke BEM aja, gimana aturannya?".
Calvin terkekeh lagi, kali ini sembari menyandarkan kepalanya di sebelah tangan. "Karena kamu keren dan calon bawa prestasi, Kak. Kamu lupa kamu udah jadi racer?".
"God, I even forgot that I do that, terlalu banyak yang dipikirin". Balas Tara lagi, sebelum melirik kearah jam tangannya dan beranjak untuk pergi. "Gue mesti ke ruang rapat sekarang. Inget apa kata gue, langsung pulang, gak kemana-mana dulu. Istirahat".
KAMU SEDANG MEMBACA
A MILE AWAY
RomanceGirisha Triastara Briel, Tara, gadis yang bahkan dijuliki si tomboy di kampusnya punya hobi mendatangi aktivitas drifting berkat ajakan sang kakak. Di arena balap itulah, Tara menemukan trigger dan juga ketertarikan. Di arena balap itu juga lah, Cal...