Calvin menyaksikan masing-masing mobil yang sudah bersiap di lintasan masing-masing, melakukan lining up guna memacu adrenalin dan memperebutkan peringkat pertama. Dari tribun, Calvin bisa melihat dengan jelas semua peserta. Senyumnya tercipta, mengenang bagaimana dahulu ia sempat menjadi salah satunya, bahkan selalu meraih kemenangan di akhir.
Matanya memicing pada satu salah seorang yang tengah bersiap dengan ditemani seorang gadis yang mengekor di belakangnya. Dari gestur mereka, Calvin bisa menebak bahwa nampaknya keduanya bukan sepasang kekasih. Sebab, sang lelaki terlihat menjitak kepala sang gadis sebelum masuk kedalam mobil, menyisakan sang gadis yang mengutuknya.
Senyum Calvin lagi-lagi tercipta, ia seakan tengah melihat dirinya dan Tara dulu, berada di arena balap bersama seperti itu.
Calvin mengecek arlojinya, menghitung perkiraan waktu pertemuannya. Sekitar lima belas menit. Waktu yang kurang dari cukup, tapi bisa dimaksimalkan untuk sekedar menonton jalannya balap hari ini. Pandangan sang lelaki berfokus pada saat senapan angin berbunyi, pertanda pertandingan hari ini sudah dimulai. Namun, belum genap beberapa menit ia menonton, ponselnya sudah berbunyi, membuatnya melirik sekilas dan tersenyum saat membaca nama penelepon disana.
"Hai, aku di tribun ujung kanan". Ucap Calvin sembari mengedarkan pandang.
Detik selanjutnya, lelaki itu melambaikan tangan pada seseorang diujung sana, seorang gadis yang kini berjalan kearahnya dengan senyuman. Hari ini, gadis itu mengikat rambutnya menjadi ponytail, membuatnya terlihat manis, dan seperti dulu.
"Udah selesai urusan di RS?". Tanya Calvin pada sang gadis yang kini sudah duduk di bangku kosong tepat di sampingnya.
Gadis itu, Tara, tersenyum sembari mengangguk. "Udah, lumayan hectic hari ini. Ingat pasienku yang bertengkar terus sama tunangannya? She took a lot of time to even stop crying today".
Calvin ikut tersenyum, lelaki itu membawa punggung tangannya untuk mengelus pipi sang gadis. "I'm proud of you. You're helping a lot of people".
"Including you?". Balas Tara sembari mengecup punggung tangan Calvin.
Calvin menatap sang gadis dengan penuh cinta. "Especially me, pasien pertamamu".
Keduanya tertawa lepas, sebelum mengalihkan pandang ke arena di depan mereka. Melihat sesi balap seperti ini secara langsung, tak ayal membawa sejuta memori nostalgik untuk Tara dan Calvin. Tara lebih dulu membuka suara. "Kamu.. Lihat situasi di sirkuit gini, jadi kangen balap gak?".
Calvin mengedikkan bahu. "Kinda, but I enjoy my life now better". Pandangan sang lelaki beralih pada Tara. "Kamu? Do you miss those times?".
"Not really". Balas Tara jujur. Gadis itu menghela nafasnya panjang. "Masa-masa itu, kayaknya yang terberat di hidupku. I wish I could erase those memories".
Calvin mengamini, lelaki itu mengerti betul arti ucapan Tara barusan. "Tapi, kalau gak ada masa-masa itu.. Mungkin, aku gak akan ketemu kamu".
Tara menggeleng, kemudian menatap Calvin dalam. "I think I will meet you eventually. Waktu itu cuma salah satu caranya. Tapi, kalau waktu itu kita gak ketemu, aku yakin kita akan ketemu di waktu lain. Somehow, I just feel like I'm destined to meet you, Calv".
Meski sudah bersama untuk waktu yang cukup lama, nyatanya denyut jantung Calvin masih saja tak karuan saat Tara berucap seperti itu. "Why do you think like that?".
KAMU SEDANG MEMBACA
A MILE AWAY
Storie d'amoreGirisha Triastara Briel, Tara, gadis yang bahkan dijuliki si tomboy di kampusnya punya hobi mendatangi aktivitas drifting berkat ajakan sang kakak. Di arena balap itulah, Tara menemukan trigger dan juga ketertarikan. Di arena balap itu juga lah, Cal...