Calvin sejak tadi terus membuntuti gerak Tara, memperhatikan bagaimana sang gadis berjalan dengan tertatih karena geraknya yang masih terbatas. Lubang rasa bersalah di hati Calvin semakin meluas, membuatnya ingin terus berlutut di kaki Tara untuk memohon pengampunan. Mereka berjalan beriringan keluar dari ruangan. Tara tahu betul ia sudah memiliki kuasa atas Calvin, dan seluruh hidup lelaki itu sudah bergantung padanya.
Namun langkah keduanya terhenti saat di depan gerbang kampus, seorang gadis cantik menanti disana dengan wajah sendu. Tara ingat siapa dia, itu adalah Sara. Gadis cantik itu memandang kearah dua manusia di hadapannya kini, seolah mempelajari akan hubungan keduanya.
"Vin, boleh ngobrol sebentar?". Suara Sara terdengar serak dan serupa cicitan, membuat Tara menjadi iba.
Calvin menjawab dengan acuh. "Gue sibuk, lain kali aja, Sar".
"Vin, aku mohon.. Sebentar aja? Soal kita". Balas Sara lagi dengan tatapan memohon.
Tatapan Calvin berubah galak, Tara menyaksikan betul perubahan di wajah sang lelaki, begitu berbeda dengan saat berhadapan dengannya tadi. Calvin memilih berjalan lebih dulu, melewati Sara dan Tara dengan acuh, namun lelaki itu memanggil nama Tara lebih dulu agar mengikutinya. "Ayo, ke kantin, Kak. Kamu belum makan".
Pandangan Sara beralih dengan cepat kepada Tara. "Kamu siapa?".
Tara terlihat gelagapan, namun berupaya tenang. "Bukan siapa-siapa. Jangan dihiraukan, kalian ngobrol aja".
Calvin menoleh, memelototi jawaban Tara yang tidak ia setujui. "Ngomong apa sih? Aku gak mau ngobrol sama dia, Kak. Ayo, ke kantin, kamu harus makan".
Nada otoriter Calvin membuat Tara terkesiap, begitu juga dengan Sara yang memandang heran kearah lelaki itu. "Ini siapa mu, Vin? Seriously? After what you did to me? After what happened between us, dan kamu bisa perlakuin aku begini?".
Sungguh, Tara pusing mendengar ocehan keduanya. Entah apa yang mereka perdebatkan di depan Tara juga gadis itu tak mengerti. Ia hanya sibuk menyaksikan, bak penonton di bangku terakhir yang memilih tak ikut campur dan hanya menjadi bagian kecil di perdebatan sengit itu. Terlebih saat Sara mendekat kearah Calvin dan memegang lengan sang lelaki yang langsung ditepis, tak hanya itu, Calvin bahkan mendorong tubuh Sara agar menjauh darinya, yang entah bagaimana membuat sang gadis limbung dan akhirnya jatuh terjembab di tanah.
Tara tak hanya diam menyaksikannya, gadis itu segera menghampiri Sara dan membantunya untuk kembali berdiri. Akibat memegang tangan Sara, Tara jadi mengetahui betapa kurusnya tubuh sang gadis, seperti hanya tulang yang dibalut dengan kulit, membuatnya terkejut akan betapa rapuhnya seorang Sara Xaviera. Hal itu membuat Tara naik pitam. "What the hell, Calv. Gak perlu kasar bisa gak sih? Omongin urusan kalian baik-baik".
"Gak ada yang perlu diomongin, biarin aja, Tara. Gak usah urusin dia, sini". Balas Calvin lagi, meminta Tara untuk menurutinya.
Namun, teriakan Sara membuat semua yang ada disana terdiam sesaat. "So this is what you do to me right after you slept with me? Really, Vin?".
Baik Tara, maupun Calvin, menatap diam kearah Sara yang kini berbicara dengan nafas terengah, airmata gadis itu sudah menanti di pelupuk mata. "Kamu dateng ke aku malam itu, memperlakukan aku seenaknya, tidurin aku tanpa persetujuan, dan sekarang kamu perlakuin aku begini? Padahal kamu minta kita untuk balikan malam itu. Sebenernya kamu anggep aku apa sih? Sampah?".
Yang diajak berbicara malah terkekeh sinis. "Jangan berisik deh, Sar. You sound really dramatic".
Tara sampai menggelengkan kepalanya, tak percaya akan perilaku manusia di hadapannya yang ternyata memang seenaknya pada semua orang. Entah dibuat dari apa hati dan otak Calvin, yang jelas Tara sampai tak sanggup memikirkan. Gadis itu berakhir mundur, memutuskan untuk meninggalkan kedua orang yang masih asik berdebat.
"Tara, mau kemana?". Ujar Calvin saat melihat Tara menjauh.
Tara memilih tak menghiraukan, gadis itu hanya berteriak untuk menjawab. "Kelarin aja urusan lo, gue gak mau ikut campur".
———
Sosok menenangkan itu ternyata sudah menanti didepan parkiran kampus sejak tadi, bersandar disamping mobilnya sembari memainkan ponsel di tangan. Wajahnya terlihat serius, hingga tak menyadari saat Tara mendekat padanya dengan membawa senyum manis. "Serius banget sih pacarku?".
Ken akhirnya menemukan sepasang mata indah itu yang lengkap dengan senyumnya, membuatnya ikut tersenyum juga. "Eh? Udah selesai kuliahnya? Gimana? Susah gak tadi geraknya? Badannya masih sakit?".
Gadis itu menggeleng pelan. "Enggak kok. Cuma lambat aja jadinya kalo jalan kemana-mana, tapi udah gak sakit".
"Thank god. Seneng aku dengernya". Balas Ken, sebelum mengelus pipi sang gadis dengan ibu jarinya. "Kamu udah makan siang tadi?".
Kali ini, Tara memanyunkan bibirnya sembari menggeleng. "Belum, gak sempet. Tadi keasikan di library belajar buat ngejar ketinggalanku, eh gak kerasa udah sore aja terus kamu chat udah jemput".
Ken berdecak, memencet hidung mungil milik Tara hingga sang gadis mengaduh. "Kebiasaan, waktu makan dilupain. Ya udah, kita mampir drive thru dulu sebelum pulang, mau makan apa?".
Tara tersenyum jahil. "Kamu".
Ken bereaksi berlebihan mendengarnya, kupingnya memerah hingga ke bagian wajah. Matanya pun refleks berkedip berulang kali, seirama dengan debaran jantungnya yang menggebu. "Kamu jangan sampai aku cium disini ya".
Sang gadis malah mendekatkan diri pada Ken. "Ih, aku serius. Mau makan kamu aja. Dirumahku nanti, kamunya gak boleh berisik tapi".
Omongan itu sontak membuat Ken menutup bibir Tara dengan tangannya. "Ngomong apa sih? Kalo kedengeran orang kan gak enak".
Tara tertawa kencang, senang sekali memang mengganggu Ken karena reaksi lelaki itu yang berlebihan tiap kali Tara menggodanya. Itulah seorang Kenneth, sama-sama merasakan kali pertama berpacaran membuat mereka jadi reaktif satu sama lainnya. Hari-hari mereka begitu dipenuhi dengan hal baru, yang dipelajari bersama dengan tanpa pengetahuan lebih.
Cup!
Ciuman spontan di bibir Tara membuat sang gadis yang tadinya tertawa jadi terdiam, gantian kini ia yang salah tingkah, wajahnya yang memerah itu langsung ditutupi begitu saja. "Kenneth! Kamu nih, gak gitu dong balesnya".
Kini, Ken yang mengulas cengiran di wajah. "Kenapa sih? Orang dicium pacarnya kok marah-marah".
"Ya gak disini juga, kan diliat orang gak enak". Omel Tara, masih memegangi pipinya yang memanas.
Ken malah merangkul Tara, kebiasaannya sejak mereka masih sekedar bersahabat dulu. "Gak apa-apa, orang juga ngerti kita lagi jatuh cinta. Ya gak?".
"Enggak!". Sahut Tara sebal.
Begitulah kehidupan di dunia ini berputar sesuai porosnya. Dimana di satu sisi, Calvin dan Sara masih sibuk memperdebatkan mengenai siapa yang salah dan benar, menyalahi satu sama lain, bahkan melempar perkataan yang kurang pantas. Sedangkan di sisi lain, dua manusia lain, Ken dan Tara, malah tengah sibuk dimabuk cinta, saling belajar memiliki dan memberi kasih sayang, sekaligus belajar akan bagaimana bentuk cinta yang rasanya masih asing untuk keduanya.
———
KAMU SEDANG MEMBACA
A MILE AWAY
RomanceGirisha Triastara Briel, Tara, gadis yang bahkan dijuliki si tomboy di kampusnya punya hobi mendatangi aktivitas drifting berkat ajakan sang kakak. Di arena balap itulah, Tara menemukan trigger dan juga ketertarikan. Di arena balap itu juga lah, Cal...