Selama perjalanan mengantar Tara kembali ke penginapan, Calvin lebih banyak terdiam. Tidak hanya sang lelaki, begitu juga dengan Tara yang tidak terlalu banyak bicara. Keduanya terlarut dalam pikiran masing-masing, memaku masing-masing praduga yang menyita pemikiran dalam.
Tentang mengapa Tara nampak memejamkan mata dan menunjukkan ekspresi ketakutan saat Calvin berbicara dengannya tadi. Atau tentang perilaku Calvin yang terlihat normal saat bersama Tara. Masing-masing dari Tara dan Calvin, tidak satupun menyuarakan, hanya membiarkan bisu menjadi sahabat mereka.
"Calv". Panggil Tara pada Calvin saat mereka masih berkendara.
Calvin tersentak dari pikirannya dan menoleh sedikit. "Iya, Kak?".
"Gimana lo sama Sara?". Tanya Tara secara tiba-tiba.
Suara angin yang bertiup membuat obrolan keduanya jadi teredam sedikit, Calvin mengulangi kalimat Tara guna menkonfirmasi. "Aku sama Sara?".
"Iya, kalian". Balas Tara lagi.
"Apanya yang gimana, Kak?". Tanya Calvin balik, nampak bingung dengan pertanyaan yang dilayangkan.
Tara memasang wajah penuh selidik, seperti tengah merumuskan sesuatu di kepalanya. "Kalian kan waktu itu ribut-ribut? Gimana akhirnya?".
Calvin kini memelankan laju motornya agar mereka dapat berbicara lebih baik. "Ya, gak gimana-gimana. Udah biasa ribut begitu".
"Are you two together now?". Tanya Tara lagi, tidak memberi jeda.
Calvin menggeleng. "Enggak, aku gak balikan sama dia. Kenapa? Tumben kamu nanyain".
"Gak apa-apa. I'm just curious, soalnya terakhir ketemu kalian kayaknya.. Ada masalah besar". Ucap Tara menjelaskan.
Calvin kini menghentikan laju motornya, tepat di sebuah villa yang cukup megah, tempat dimana Tara dan Ken tinggal selama di Bali. "Udah sampe, Kak. Disini kan?".
Sang gadis akhirnya memilih untuk turun, tidak lagi mendebati apapun yang keluar dari bibir Calvin. Ia lalu berterimakasih. "Thank you, Calv".
Baru saja Tara hendak masuk kedalam villa ketika tangannya ditahan oleh Calvin. "Kak".
Tara menoleh, menemukan wajah Calvin yang terlihat begitu.. Memujanya. "Kenapa lagi?".
"Kamu tanya kayak tadi, itu bukan karena kamu cemburu sama aku dan Sara kan, Kak?". Tanya Calvin dengan wajah serius.
Tara mengerutkan keningnya, hendak menjawab namun tertahan karena suara Ken yang memanggilnya. "Tara".
Sang gadis menoleh ke arah berbeda dan kali ini menemukan Ken berdiri di ambang pintu villa yang mereka tempati dengan menyilangkan tangan di depan dada. Ekspresi lelaki itu nampak tak suka, ia jelas marah. Tara hafal betul raut marah Ken karena sudah bertahun-tahun bersama.
Disisi lain, kekehan terdengar dari sisi Calvin, menertawai fakta bahwa Ken ada di penginapan yang sama dengan Tara. "Oh, ada si pangeran kesiangan ini juga ya disini".
Ken tidak bergerak dari tempatnya, hanya meminta Tara masuk kedalam villa dengan nada penuh otoriter. "Tara, kesini".
Inilah saatnya ketika perilaku Calvin berubah aneh, lelaki itu malah menarik tangan Tara makin kencang kearahnya, meski sang gadis mulai berontak. "Tara lagi ngomong sama gue, Bro. Dia gak akan dengerin dan turutin permintaan lo".
"Calv!". Sanggah Tara, berupaya melepaskan cekalan Calvin yang makin kencang di pergelangan tangannya.
"Apa, sayang? Kamu belum jawab pertanyaanku tadi. Kamu cemburu liat aku sama Sara? Iya kan?". Tanya Calvin penuh mendesak, namun Tara tak menjawab, hanya sibuk melepaskan diri.
Ken tidak lagi bisa tinggal diam, pasalnya gadis yang ia cintai terlihat tengah memerangi seseorang yang paling ia benci. Mana mungkin Ken membiarkan hal itu terjadi didepan wajahnya. Jadi, lelaki itu berjalan cepat kearah Tara, menarik pundak Tara ke belakang hingga menubruk kearahnya, dan menahan tubuh Tara. Pergerakan yang tiba-tiba itu membuat cekalan Calvin terlepas begitu saja.
"Masuk kamu". Ucap Ken pada Tara, matanya tidak lepas menatap Calvin selama berbicara, seakan tengah menyuarakan teritorinya atas sang gadis.
Tara merasakan aura kemarahan Ken yang nampak ditahan kuat-kuat. "Ken, aku bisa jelas...".
"Aku bilang masuk, Girisha". Potong Ken ditengah kalimat, membuat Tara menelan saliva dan berakhir menuruti. Tentu, menuruti adalah salah satu opsi terbaik karena Tara tahu emosi Ken tengah berada di ambang batas.
Calvin menyaksikan kejadian itu didepan matanya dan kembali tertawa. "Funny how she doesn't listen to you, but she listens to me well".
Ken benar-benar naik pitam, lelaki itu berbicara dengan nada cukup tinggi. "Persetan dengan lo. Enyah lo, gak usah ganggu Tara lagi. You only cause her problems".
"Yakin banget lo kalo Tara gak mau ketemu gue lagi?". Kekeh Calvin atas pernyataan Ken.
Ken maju selangkah, kemudian menunjuk wajah Calvin dengan jari telunjuknya. "Tau apa lo soal apa yang Tara mau? Emang lo tau kalo lo hampir bikin dia lumpuh permanen?".
Ucapan datar dengan tujuan menusuk itu berhasil membuat Calvin terdiam. Sungguh, jika memilih lawan debat, orang perlu berpikir seribu kali sebelum memilih Ken. Sebab lelaki itu memang begitu pandai berargumen, hasil dari pembelajaran studi kasus persidangan yang sering ia datangi.
"Lo harusnya malu nunjukin muka depan Tara. Bukannya bangga, tolol". Maki Ken untuk terakhir kali, sebelum memilih berbalik dan ikut masuk kedalam vila, menutup pintu utama dengan membantingnya cukup kencang.
———
Bahkan Tara bisa mendengar suara pintu itu, gadis itu sampai sedikit terlonjak di tempatnya, kemudian memilin ujung baju yang dikenakan karena perasaan gelisah yang melanda. Tara melirik kearah Ken yang kini berjalan melintasinya tanpa berkata apapun dan langsung berjalan menuju ke kamar. Tara berupaya membuntuti dan menarik baju Ken dari belakang.
"Kenneth.. Aku bisa jelasin". Cicit Tara.
Ken tidak berhenti, terus berjalan dengan Tara mengekor di belakangnya. Lelaki itu memilih diam, sebab emosinya masih belum stabil saat ini. Sesampainya didepan kamar, Ken berbalik dan melepaskan tangan Tara dari bajunya. Lelaki itu kemudian menatap sang gadis dalam, Tara bisa melihat dengan jelas ada kecewa terlukis disana.
"Kasih aku waktu nenangin diri. Emosiku masih belum reda". Ucap Ken pada Tara.
Tara menggeleng. "Tapi, dengerin aku dulu, Ken. Aku gak mau kamu salah paham".
"Tara. Emosiku lagi gak stabil. Yang ada kita cuma akan berargumen kalau ngobrol sekarang. Kasih aku waktu, nanti kita omongin lagi". Ucap Ken dengan nada yang dijaga agar tidak meninggi sejak tadi, lelaki itu kemudian memilih langsung berbalik dan masuk kedalam kamar, bahkan tak lupa menguncinya agar Tara tidak bisa masuk.
Tara merasakan airmatanya hendak keluar, perasaan bersalah itu menguar begitu saja. Padahal, bukan maksud Tara membuat Ken sampai salah paham. Gadis itu memilih duduk didepan kamar dengan memeluk lututnya sendiri, berjanji pada dirinya sendiri untuk menunggu Ken selama apapun yang lelaki itu butuhkan, agar bisa menjelaskan duduk perkara yang terjadi dan menyudahi kesalah-pahaman diantara mereka.
Sebab jika ada manusia di muka bumi ini yang paling tidak ingin Tara sakiti, Ken adalah orangnya.
———
KAMU SEDANG MEMBACA
A MILE AWAY
RomanceGirisha Triastara Briel, Tara, gadis yang bahkan dijuliki si tomboy di kampusnya punya hobi mendatangi aktivitas drifting berkat ajakan sang kakak. Di arena balap itulah, Tara menemukan trigger dan juga ketertarikan. Di arena balap itu juga lah, Cal...