Calvin berdiri di samping mobilnya, lelaki itu bahkan sudah mengenakan pakaian balapnya lengkap. Race yang dihadiri oleh ratusan orang itu sudah tinggal menghitung detik, menunjukkan antusiasme yang tinggi dari berbagai kalangan manusia. Calvin mengedarkan pandangan ke sekitar, tenda yang disiapkan untuk tim Gio terlihat kosong sekarang, tentu saja karena kandidat yang satu itu masih terkapar di rumah sakit akibat kecelakaan dua hari lalu.
Tara juga tidak terlihat disana, padahal Calvin sempat mendengar dari Tian, bahwa Tara turut terbang ke Bali saat mendengar Gio kecelakaan. Seharusnya gadis itu hari ini disini, tapi tentu saja, sesuai dugaan Calvin, Tara tidak hadir.
Calvin menarik satu nafas panjang sebelum mengenakan helmnya dan melesakkan diri kedalam mobil, bersiap menempuh satu lagi arena balap yang memang sudah ia nantikan. Tekadnya sudah full, dan tidak ada satu orang pun yang bisa menghalangi.
Gio punya semuanya, dia tidak perlu dikasihani.
Calvin mulai bergerak masuk ke arena balap, bergabung bersama dengan beberapa mobil lainnya, membentuk barisan line up yang terlihat rapi. Sesaat sebelum dimulai, Tian menghampiri mobil Calvin dan menyuarakan sarannya.
"Vin, jaga speed dan controlnya ya. Jangan sampai out, ambisi boleh, tapi jangan sampai celaka". Ucap Tian pada Calvin, memperingatkan.
Calvin yakin, ucapan Tian barusan sedikit banyak dipengaruhi oleh insiden kecelakaan Gio. Lelaki itu hanya mengangkat jempolnya sebagai respon, tidak terlalu mengidahkan, hingga akhirnya Tian menyingkir dan tembakan pistol angin ke udara terdengar, pertanda pertandingan sudah dimulai.
Calvin langsung menekan gas full, melesat bersamaan dengan beberapa mobil yang lainnya. Tapi, bukan Calvin namanya jika tidak penuh dengan teknik dan kecerdikan. Mobil yang ia kendarai dengan mudah menyalip dua mobil di depannya dan memimpin jalannya pertandingan. Lelaki itu langsung memasang senyum saat salah satu mobil terpelanting keluar dari jalur, menertawai upaya buruk dari sang pengendara yang akhirnya lepas kontrol.
Ditengah mengejar lap ke-2, tiba-tiba saja suara Tara menggema di kepala Calvin.
"Terserah, kalo lo gak mau, berarti sampai kapan pun, gue gak akan pernah maafin lo. Begini terus, gak akan berubah jadi lebih baik".
Kalau sampai Calvin memenangkan pertandingan ini, apakah Tara tidak akan memaafkannya?
"Kalo aku sampai gak nepatin omonganku, aku akan quit dari dunia balap. Aku akan bilang ke semuanya untuk gak ikutin aku lagi ke racing mana pun, dan berakhir jadi anak kuliahan biasa disini"
Suaranya saat melolongkan janji pada Tara ikut menggema. Berhenti dari dunia balap? Bukankah itu hal yang mustahil bagi Calvin?
Tapi kemudian, satu sinapsis di otaknya bekerja, sinapsis paling berbahaya yang pernah ada di otaknya, dimana segala perilaku buruknya terbentuk.
Janji Calvin pada Tara kan untuk mengalahkan Gio. Sedangkan sekarang, Gio sudah terkapar di rumah sakit. Jadi, perjanjian itu harusnya sudah hangus bukan?
Lelaki itu menggigit bibirnya, berkontemplasi antara dua bagian di kepalanya, bagian gelap dan cerahnya. Hingga akhirnya, bayangan akan keluarga bahagia yang dimiliki Gio turut muncul. Bagaimana orangtua Gio menangisi putranya, dan bagaimana Kakak Gio yang langsung meninggalkan Jakarta untuk menjenguk sang adik. Juga Tara, yang ia dengar langsung terbang ke Bali setelah mendengar kabar itu.
Papa, Mama, dan Claire, gak akan pernah melakukan hal yang sama jika itu terjadi sama gue. Apalagi Tara.
Calvin menampar stir kencang, kemudian menaikkan kecepatannya hingga ke ambang batas, mengejar line finish yang sudah didepan mata tanpa perasaan ragu. Persetan dengan perjanjian tolol, Calvin tidak harus mengalah pada seseorang yang sudah memiliki semuanya di dalam hidup.
Dan pada akhirnya, sesuai prediksi kebanyakan orang yang hadir, mobil Calvin berhasil mencapai garis finish di urutan pertama. Jarak waktu yang ia ciptakan dengan oponennya pun cukup jauh, menjadikannya sebagai juara bertahan yang tak mampu tergeser.
Dan setelah sang lelaki turun dari mobil, beberapa blitz kamera mulai menyapa wajahnya. Calvin berkedip berulang kali, tidak menyadari akan betapa besar race kali ini yang bahkan sampai mengundang awak media. Beberapa dari mereka berdesakan menanyai komentar sang lelaki, namun Tian langsung menariknya dari sana, membawanya ke tenda tim yang sudah riuh menantinya.
"Gue emang gak perlu khawatir sama lo. You're the king in circuit, Bro! Cheers!". Ucap Tian sembari mengacungkan botol bir pada Calvin.
Calvin menyambutnya, namun senyumnya sirna. Berada di tengah riuh euphoria nyatanya tak membuatnya bahagia, padahal ia kembali meraih kemenangan. Pikirannya langsung menuju ke seseorang yang tak terlihat sejak tadi, Tara.
Rasanya, apapun yang Calvin lakukan sekarang, terasa hampa jika tidak melibatkan Tara didalamnya. Mungkin, jika saja hari ini berjalan sesuai rencana dimana ia harus kalah untuk mendapatkan maaf Tara dan mengembalikan sang gadis kepadanya, mungkin saja, Calvin akan merasa lebih baik.
———
Tara berjalan dengan terpincang melintasi koridor rumah sakit menuju ICU tempat Gio dirawat. Ken berupaya menjaga di belakangnya, berulang kali memegangi sang gadis saat terhuyung ke berbagai sisi. Setelah mendengar kabar mengenai kecelakaan yang Gio alami, Tara langsung memaksa untuk terbang ke Bali, bersama Ken tentunya karena sang lelaki tidak mengizinkan gadis itu pergi sendirian.
Dan sesampainya disana, Tara menyaksikan bagaimana tubuh Gio begitu lemah, terpasang alat di segala sisinya dengan balutan perban hampir di seluruh tubuh. Airmata Tara jatuh juga, sebab salah seorang yang menjadi temannya selain Ken selama ini, tergeletak lemah tepat di hari sebelum pertandingan yang Gio tunggu-tunggu.
Tara sampai tak menyadari kehadiran seseorang lain selain dirinya di ruang ICU, yang turut menunggui Gio dengan wajah sendu. Seorang yang Tara kenali sebab sudah beberapa kali bertemu di circuit. Lelaki itu menatap kehadiran Tara disana dan tersenyum. "Halo, Tara".
Tara mengangguk sopan. "Kak Ales, maaf aku langsung masuk".
Ales masih tersenyum. "Gak apa-apa. Sama siapa kesini?".
"Sama Ken, Kak. Dia nunggu diluar". Balas Tara terseguk, gadis itu ikut duduk disamping Gio. "Gimana keadaan Gio, Kak?".
Ales menggeleng pelan. "Gio koma, Tara. Doain dia ya, supaya bisa cepat sadar".
Tara memejamkan matanya, merasakan airmatanya luruh begitu saja. "Tapi, Gio akan sadar kan, Kak?".
Raut wajah Ales berubah, senyumnya sirna begitu saja. "Minta doanya aja ya, Tara. Saya gak bisa jawab apa-apa".
Lama Ales dan Tara duduk disana, terdiam dengan pikiran masing-masing. Hampir setahun Tara mengenal Gio, dan tak sekali pun terpikir hal buruk seperti ini akan menimpanya. Gio adalah seorang yang baik, teman yang baik untuk Tara.
"Gio udah pernah bilang belum ya sama kamu, Tara?". Suara Ales mengagetkan Tara, membuat sang gadis mengerutkan kening.
"Bilang apa, Kak Ales?". Tanya Tara balik.
Ales terlihat menatapi sang adik. "Ah, ternyata belum ya. Salah gak ya kalau saya yang bilangin?".
Tara merubah posisi duduknya agar dapat menatap Ales lebih dekat. "Bilang apa, Kak? Kasih tau aku".
Ales menatap sedih, terdiam selama beberapa lama sebelum akhirnya berucap pelan. "Semoga dia gak marah karena saya yang bilangin. Saya takut gak ada waktu untuk dia sampaikan sendiri". Ekspresi Ales berubah makin sendu, seakan menahan tangisnya. "Sebenarnya, Gio selama ini jatuh cinta sama seseorang, jatuh sekali. Tapi dia gak pernah berhasil bilang".
Perasan Tara mulai campur aduk, firasatnya buruk. Persoalan macam apa ini yang menghampirinya sekarang?. "No way. Maksud Kak Ales...?".
Ales mengangguk lemah. "Yes. Selama ini, Gio jatuh cinta sama kamu, Tara".
———
KAMU SEDANG MEMBACA
A MILE AWAY
RomanceGirisha Triastara Briel, Tara, gadis yang bahkan dijuliki si tomboy di kampusnya punya hobi mendatangi aktivitas drifting berkat ajakan sang kakak. Di arena balap itulah, Tara menemukan trigger dan juga ketertarikan. Di arena balap itu juga lah, Cal...