Chapter 33 - New Addiciton

2.3K 171 6
                                    

⚠️🔞 Still mention of drug use and sex talk.

———

"Since when are you using this?". Tanya Tara.

Keduanya kini tengah berada di dalam mobil sang lelaki yang terparkir didepan satu bangunan kosong yang nampak tak menjadi perhatian sekitar. Calvin yang tengah memilin lintingannya jadi terhenti sesaat. "Hmm.. Last year? Gak tau kapan tepatnya, lupa".

Sensasi yang ditimbulkan oleh ganja yang mereka hisap masih terbilang kuat di tubuh masing-masing. Keduanya bagai setengah melayang, walau Calvin lebih pandai mengatur dirinya agar terlihat normal. Semenjak kejadian di kamar mandi tadi, Calvin harus membopong Tara kedalam mobil karena gadis itu bahkan sudah sulit berdiri, katanya, Tara merasa seakan tengah berdiri di tanah yang tak bisa dipijak.

"Kamu udah mendingan?". Tanya Calvin gantian, menatap kearah Tara yang sedang memeluk dirinya sendiri.

Pipi Tara sontak bersemu, satu hal yang belum pernah Calvin lihat sebelumnya dalam kondisi keduanya masih lengkap berpakaian. "Jangan aku-kamu kenapa sih? Gue gak suka".

"Gak suka? Tapi kok pipinya merah?". Ucap Calvin lembut disertai senyuman. Lelaki itu menaruh hasil lintingannya diatas dashboard dan berfokus pada Tara. "Putusin pacar kamu. Biar kita bisa jadian".

"Pacar?". Ujar Tara heran. Gadis itu mengerutkan keningnya. "Pacar yang mana?".

Calvin terkekeh. "Itu, si prince charming yang suka muncul dideket kamu. Yang kelihatan sempurna banget sampai kayak dongeng".

"Kenneth?". Ujar Tara bertanya, yang pada akhirnya menuai anggukan dari Calvin. "Gue gak pacaran sama Ken".

Mata Calvin membesar. "Gak pacaran? Tapi kok kalian deket banget?".

Tara kembali memeluk dirinya yang merasa dingin. "Gue sama Ken temenan dari dulu, dari SMP. Dia satu-satunya orang yang tumbuh bareng sama gue, makanya kita deket". Tara berhenti sejenak sebelum melanjutkan ceritanya. "We do things together, good and bad things. We made memories. Tapi sejujurnya, gue gak tau disebut apa hubungan gue dan dia sekarang. Things just feel.. Different".

Calvin tidak tahu api mana yang menyulut dalam hatinya, tapi lelaki itu bak sedang disirami bensin dan dilempar pemantik di tubuhnya, panas tak karuan mendengar penuturan Tara yang membicarakan lelaki lain di hadapannya. "Well, aku gak mau tau soal kamu dan dia. But either way, kalo memang kamu gak pacaran sama dia, then can we? Can you just be mine?".

Tara tertawa kencang mendengarnya. Penuturan Calvin bak candaan di siang bolong di telinganya. "Pacaran? Gak salah? No, no, no. Kalo pun gue nanti pacaran.. Tentunya gak sama lo. Lagian lo gak mikirin cewek lo? Yang masih innocent dan anggep lo baik sampai sekarang?".

Calvin berdecak kesal, kemudian mengambil sesuatu dari dalam kantong celananya. Lelaki itu mengeluarkan ponsel dan menelepon seseorang dari sana. "Halo? Sar? Gue mau ngomong".

Tara memperhatikan bagaimana Calvin memasang ekspresi datar saat menelepon, mata sang lelaki tak lepas menatapinya. Suara Sara yang kebingungan terdengar jelas menggema didalam mobil.

"Mulai hari ini kita putus. We should just go separate ways, dan jangan tanya kenapa, karena lo pasti bakal sakit kalo tau apa alasannya". Jelas Calvin lebih dulu.

Tara menggelengkan kepalanya tak percaya, gadis itu bahkan berupaya merebut ponsel di tangan Calvin namun tenaganya kalah. Calvin terlihat memutus panggilan setelahnya, menatap Tara dengan kepala dimiringkan. "Denger barusan? Aku udah putusin dia. If she's your concern, I can get rid of her in a second".

"Gak gitu maksud gue, Calv. Gila ya? Masa main putusin anak orang gitu aja, dari telfon lagi. Lo gak kasian?". Bantah Tara tak suka.

Calvin hanya mengedikkan bahunya. "I never loved her anyway, so what's the problem?".

Tara mengerutkan keningnya. "Dasar sakit".

Calvin terkekeh renyah. Lelaki itu kemudian menarik leher Tara agar bibir mereka dapat saling bertemu. Ciuman yang seakan mengantar perasaan Calvin pada Tara itu berlangsung singkat, namun dalam. "Sakit gini juga kalo kamu mau pacarin bisa jadi sehat lagi".

Tara menggeleng. "Gak akan pernah".

Calvin terlampau gemas pada sosok mungil di hadapannya, jadilah ia memberi hadiah kecupan-kecupan kecil di sekitaran wajah sang gadis. "Tapi boleh aku ciumin terus kayak gini ya?".

Tara yang menerima perlakuan manis Calvin secara terus-menerus, mengerutkan keningnya heran. "Calv, stop, ih".

Calvin lanjut menghadiahkan kecupan di leher sang gadis yang terus melewati telinganya. "Boleh aku pake juga ya?".

Kecupan Calvin kini beralih ke tulang selangka sang gadis, memberi kecupan sehalus kapas di kulit cantik itu. "Boleh aku anggep punyaku, walau bukan, ya kan?".

Tara baru mendorong tubuh Calvin saat merasakan Calvin mulai mengecup ke bagian atas dadanya. "Calv, stop!". Gadis itu melihat bagaimana mata Calvin seakan memancarkan sinar tersendiri saat menatapnya. Lovestruck istilahnya. "Gue mau balik, kepala gue pusing bekas smoking tadi".

"Ke apartmentku ya?". Pinta Calvin manja, bersikap seperti anak anjing yang tengah memohon pada pemiliknya untuk dituruti inginnya.

Tara menggeleng pelan. "Gak, gue udah gak pulang kemarin. Hari ini gue mau pulang, Joan, Kakak gue bisa curiga kalo gue gak pulang terus".

Calvin memanyunkan bibirnya. "Terus kita pisah dong malem ini?".

Tara menatap aneh. "Ya, iya? Kecuali lo anak nyokap bokap gue juga. Yang mana gak akan pernah terjadi mengingat gue bakal kabur keluar rumah dari kecil kalo lo jadi adek gue".

Calvin nampaknya tidak menyukai jawaban Tara, lelaki itu memilih kembali mencium Tara untuk membungkamnya. Panca indera pengecap mereka ikut bertaut, menyapa bak memberi isyarat. "Rasanya aku pengen jejelin mulutmu pake punyaku kalo denger kamu ngomong. Gak bisa ngomong yang baik ya?".

Tara merasakan pandangannya berpendar karena efek ciuman yang memabukkan. "Gak bisa, Calv".

"Jadi sengaja ngomong gitu biar aku jejelin? Iya?". Tanya Calvin sebelum kembali memagut bibir sang cantik, yang entah mengapa selalu merespon dengan baik di tiap ciuman mereka.

Tara tidak menyadari dan tidak bisa menjawab jika ditanya, mengapa tiap kali bersama Calvin, tubuhnya seakan memiliki pemikiran sendiri. Sebab sekarang, gadis itu tanpa disuruh sudah terduduk manis di pangkuan Calvin, dibelakang bangku kemudi mobil Calvin yang luasnya tak seberapa itu.

Calvin memukul dan meremas bokong Tara hingga membuat sang gadis melenguh. "Pinter banget belum disuruh udah gerak duluan. My good, good girl".

Dan pada akhirnya, mereka membagi hangat tubuh disana, dengan ditemani rintik hujan diluar yang jatuh membasahi bumi. Membagi afeksi satu sama lain, dan berakhir dengan Calvin yang tak henti memuji akan betapa pintar dan cantiknya Tara saat bergerak diatasnya. Sebelum keduanya saling memeluk dan mengatur nafas masing-masing diujung malam. Dan berakhir dengan Tara yang harus kembali kerumah dengan kondisi sedikit berantakan pasca bercinta dengan Calvin di mobil.

———

A MILE AWAYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang