Fall [Boku No Hero Academia × Reader] • END •

46

Mo nanya.

CARA NGGEBUK SETAN BAGAIMANA?!

INI TEMEN GW JADI SETAN KAGAK BISA DIATUR BANGET.

Eh, sebenarnya gw sih setannya.

EHE :V

Sedikit spoiler chapter ini, hanya sekedar curahan hati (Name).

HAPPY READING!

_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_

"Iris? Pahlawan legenda itu ya?"

"Yah... Padahal aku mau lihat bagaimana aksinya! Katanya dia hebat!"

"Dia bisa mengendalikan elemen elemen apa saja lho!"

"Wah, pantas saja dia sangat kuat!"

Beberapa murid terus membicarakan tentang Iris. Aku cuma diam, sebagai calon Iris, jujur aku sebenarnya takut.

Bukannya apa, aku bukan seseorang yang patut dibanggakan. Hanya karena quirk, seseorang bisa menilai dari bagaimana orang lain menggunakan quirk mereka.

Aku memikul sebuah tanggung jawab besar, hampir sama seperti Midoriya. Bedanya, orang-orang di luar sana bisa saja sudah menunggu ku.

Berbeda dengan Midoriya yang masih terselubungi keadaannya yang merupakan pewaris One For All.

Aku menyeruput susu hangat vanilla yang ku buat, masih terus memantau televisi dengan berbagai beritanya.

Entah kenapa, akhir-akhir ini aku jarang bisa percaya dengan kemampuan ku sendiri. Mungkin, karena memang aku takut salah?

Seperti tadi saat melawan Hado-senpai.

Aku langsung angkat tangan tanpa perlawanan yang berarti. Aku masih belum bisa sepenuhnya menggunakan quirk telekinesis dengan baik, tapi malah fakta kalau aku punya quirk random itu datang dan membuatku kebingungan.

Juga, Nao yang pergi begitu saja.

Aku naif.

Aku bodoh.

Aku lemah.

Lebih parah dari kasusnya Amajiki-senpai.

Aku dari dulu pengin ngilang, itu mulai muncul ketika aku sadar kalau aku harus bisa memberikan kesan baik kedepannya.

Menjadi seorang hero.

Menjadi seorang murid.

Juga menjadi seorang teman yang baik.

Aku (Name), tapi aku juga bukanlah (Name).

Aku bukanlah orang yang dulu.

Bukan (Name) yang terus mengkhayal soal kedamaian.

Bukan (Name) yang dulu berkhayal ingin masuk isekai menyelamatkan semuanya seorang diri.

Aku sadar.

Realitas kehidupan lebih menyeramkan dari pada hanya membayangkan.