Bilah belati yang melayang di udara melewati tubuh buronan, lalu menancap di sebuah batang pohon. Sebelumnya, Kambang berhasil mengendap di dekat jalur pelarian. Ia berhasil menarik pemuda malang itu, lalu menahan tubuhnya. Mulut si pemuda dibekap agar tidak menimbulkan suara. Andai terlambat satu kedipan mata saja, niscaya Kambang hanya merengkuh jenazah."Mmmmph!" Si pemuda buronan meronta dan berusaha membebaskan diri dari rengkuhan Kambang. Tampaknya, ia terlalu ketakutan sehingga tidak sadar telah ditolong lolos dari maut.
"Sssh! Diam, atau mati!" bisik Kambang.
Terdengar langkah-langkah kaki para pengejar melewati perdu tempat persembunyian mereka. Pemuda itu seketika diam. Ia baru tahu orang-orang ini berusaha menyelamatkannya. Begitu para pengejar itu berlalu, Kambang dan Sarba segera menyeret si pemuda menjauh ke dalam hutan.
Ketiga pengejar itu akhirnya menemukan bahwa belati yang dilempar tadi salah sasaran. Salah satu dari mereka mencabut belati dari batang pohon sambil mendengkus keras.
"Sial! Ke mana dia?" tanya orang yang terlihat paling berkuasa di antara ketiganya.
"Maaf, Tuan. Sepertinya, dia lolos dari serangan," sahut seorang yang lain.
"Pasti dia berbelok arah. Cepat cari di sepanjang jalur pelarian!" perintah si pemimpin.
Ketiganya berbalik arah dengan cepat, lalu memeriksa jalur yang baru saja mereka lewati. Gerakan Kambang tadi rupanya meninggalkan bekas yang mudah dilacak. Tanah di tepi anak sungai ini lembut karena banyak humus yang terbentuk dari dedauan yang gugur ke tanah. Begitu diinjak, akan meninggalkan bekas tapak kaki. Ranting-ranting perdu tempat persembunyian pun patah-patah akibat gerakan Kambang.
"Tuan, ada bekas orang di tempat ini," ucap salah seorang sambil menunjuk rumpun perdu yang tersibak dan jejak kaki di tanah.
"Cepat cari! Pasti mereka belum jauh," sahut tuannya.
Ketiganya bergerak gesit menggeledah tempat itu. Semakin jauh ke dalam hutan, cahaya rembulan tertahan oleh rimbunnya dedaunan sehingga tempat itu menjadi gelap pekat. Hanya di tempat-tempat tertentu di mana dedaunan tidak terlalu rimbun, cahaya bulan dapat mencapai tanah. Kegelapan itu berhasil menyembunyikan apa pun. Para pengejar itu hanya mengandalkan pendengaran untuk mendeteksi posisi lawan.
"Ada suara di sana!" seru salah satu dari mereka.
"Kejar!" ucap sang tuan lagi. Ketiganya segera melesat lebih dalam ke hutan.
Kambang dan Sarba bergerak secepat mungkin dalam kegelapan. Pemuda tangkapan tadi pasrah saja diseret ke sana kemari karena tidak punya pilihan lain yang lebih bagus. Selain itu, ia sangat yakin orang-orang yang menangkapnya ini punya ilmu kanuragan lebih tinggi dari pengejarnya sehingga ia merasa lebih baik berlindung pada mereka.
Beberapa saat kemudian, mereka menemukan area yang dipenuhi pohon-pohon beringin besar. Dahannya menjulur ke segala arah. Akar-akar besar melingkar di atas tanah. Sulur-sulur panjang menjuntai dari dahan dan mencapai tanah. Cahaya rembulan membias di antara dedaunan, membentuk siluet semua benda di muka bumi. Akibatnya, pohon-pohon itu tampak seperti kumpulan raksasa berambut gimbal. Di sela-sela beringin angker itu, terdapat tempat-tempat pemujaan kecil yang terbuat dari tanah liat. Aroma dupa menguar memenuhi udara bercampur dengan bau anyir yang menusuk penghidu.
Ketiga orang itu berjalan memasuki area hutan beringin dengan hati-hati. Bulu halus mereka meremang. Suasana tempat ini sangat kental dengan aura mistik.
"Kita sembunyi di sini," ucap Sarba.
Kambang mengangguk mengiyakan. Namun, pemuda tangkapan tadi tiba-tiba menghentikan langkah. Ketika Kambang menariknya untuk kembali berjalan, ia malah kekeh bergeming di tempat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyasa Lebu - Letter of Dust
Historical FictionSandaya Lebu, surat terakhir dan teramat rahasia dari Kertanagara, telah mengubah hidup Banyak Seta selamanya. Peristiwa bermula ketika panglima muda pasukan elite Singasari itu menemukan bukti-bukti pengkhianatan Jayakatwang dari Kediri dan hendak...