Seruan Kebo Mundarang untuk menyerang berkumandang layaknya teriakan malaikat maut. Prajurit Kediri segera menghajar Sarba, Kambang, para rakryan, menteri, serta pendeta yang telah terkepung di Balai Manguntur.
Mahapatih Aragani yang dikenal sebagai Apanji Aragani, Raganata, dan Banyak Seta menghadang Kebo Mundarang. Ketiganya menyerang bersamaan karena tahu seberapa besar kesaktian lelaki itu.
"Beraninya main keroyokan!" cibir Kebo Mundarang. Ia menyarungkan keris dan memasang kuda-kuda. Pertempuran tingkat tinggi seperti ini sangat langka. Oleh karena itu, ia dengan senang hati akan mengadu kesaktiannya dengan mereka.
Raganata, Apanji Aragani, dan Banyak Seta terpaksa ikut menanggalkan senjata masing-masing. Terjadi perkelahian tangan kosong tiga lawan satu. Teriakan-teriakan keempat orang itu segera memenuhi Balai Manguntur. Para prajurit Kediri mundur dari balai untuk memberi ruang. Yang tersisa di tempat itu adalah tubuh para rakryan, menteri, dan pendeta yang telah kehilangan nyawa, serta Sarba dan Kambang yang kehabisan tenaga.
Banyak Seta dapat melihat kesamaan ajian yang digunakan sang Patih dengan murid-murid perguruan Girah. Kesaktian serupa telah digunakan dua ratus tahun yang lalu oleh Calon Arang untuk membuat onar di Kerajaan Kahuripan, pada masa pemerintahan Airlangga. Walaupun janda sakti dan murid-muridnya sudah bertobat dan moksa, ia yakin masih ada sisa muridnya yang mewarisi ilmu itu.
Jurus-jurus Kebo Mundarang jauh lebih cepat dan bertenaga dari yang pernah ia lihat. Pasti inilah ilmu tertinggi dari Desa Girah. Pukulan-pukulan tangan kosong Kebo Mundarang sangat berbahaya. Energinya menembus kulit, lalu berputar di dalam tubuh. Banyak Seta kini paham mengapa kulit Kuwuk dulu utuh, namun organ dalamnya remuk. Serangan sesungguhnya adalah putaran energi di dalam tubuh yang membuat otot-otot sangat ngilu dan tulang-tulang gemertuk. Ia tidak boleh bersentuhan dengan Kebo Mundarang lagi. Lebih baik menyerang dengan tombak saja.
Tak perlu waktu lama, pukulan Kebo Mundarang memakan korban. Raganta menyerang ulu hati lawan, namun berhasil ditangkis. Dengan mudah, Kebo Mundarang menyerang balik mantan mahapatih yang telah usur. Raganata langsung terpental dan tergeletak di halaman Balai Manguntur. Agaknya, raga tua itu remuk dalam.
"Eyang!" pekik Apanji Aragani. Amarahnya terpicu. Ia mencabut keris dan menerjang Kebo Mundarang.
Kebo Mundarang ikut mencabut keris dan diarahkan ke dada Apanji Aragani. Melihat situasi berbahaya, Banyak Seta meloncat sambil mengayun tombak. Dada Kebo Mundarang menjadi sasarannya.
Kebo Mundarang terpaksa menangkis tombak Banyak Seta. Keris Apanji Aragani tidak berhasil mengenai musuh karena Kebo Mundarang lebih dulu berkelit. Namun, hal yang tak terduga terjadi. Kebo Mundarang memutar tubuh dan langsung menikam Apanji Aragani dari samping. Erangan panjang menyertai ambruknya Mahapatih Singasari itu.
Setelah menusuk telak Apanji Aragani, Kebo Mundarang meloncat mundur dan memasang kuda-kuda. Sekarang lawannya tinggal Banyak Seta. Panglima satu ini memang masih muda, namun kesaktiannya paling unggul di antara panglima lain. Ia juga lihai mengatur strategi pertempuran. Oleh karena itu, menyingkirkan Banyak Seta dari pasukan adalah prioritas utama untuk mengalahkan Singasari.
"Banyak Seta! Mari kita uji seberapa sakti dirimu!" tantang Kebo Mundarang dengan menyeringai.
Keris berlekuk tujuh milik Kebo Mundarang bergerak dari atas kepala, lalu turun dan berhenti di depan wajah. Saat melakukannya, Kebo Mundarang menarik hawa kekuatan dari alam sekitar, lalu memadatkannya menjadi gumpalan yang siap digunakan menyerang.
Banyak Seta memutar kaki kanan ke belakang. Tubuhnya sedikit merunduk. Tombak Ranggah Rajasa diarahkan ke dada Kebo Mundarang. Begitu musuhnya bergerak, ia pun menerjang. Pekikan keduanya semakin membuat suasana Balai Manguntur mencekam.
Tombak Banyak Seta menusuk secara bertubi. Namun, Kebo Mundarang bukan lawan sembarangan. Setiap serangan berhasil ditepis. Kebo Mundarang bahkan bisa menyerang balik dan membuat Banyak Seta kewalahan.
Buk!
Sebuah tendangan Kebo Mundarang mendarat di ulu hati Banyak Seta. Pemuda itu terhuyung sejenak ke belakang. Dengan cepat, Kebo Mundarang menyarangkan tendangan kedua. Kali ini sangat keras sehingga Banyak Seta terkapar di lantai.
Banyak Seta hendak membalas dengan menusukkan tombak. Namun, Kebo Mundarang lebih sigap. Diinjaknya tangan Banyak Seta. Pemuda itu mengerang keras karena tulang-tulangnya serasa remuk. Kebo Mundarang lalu merampas tombak itu dan melemparnya jauh-jauh agar tidak diambil lagi oleh pemiliknya.
Banyak Seta tidak menyerah. Dengan tangan kiri yang bebas, ia melancarkan pukulan ke dada lawan. Gulungan energi itu membuat tubuh Kebo Mundarang terjengkang.
Banyak Seta segera bangkit dan melesat ke halaman, begitu pula Kebo Mundarang. Di tempat luas itu, keduanya memasang kuda-kuda. Tangan Banyak Seta berputar di udara, mengumpulkan kekuatan langit. Sedangkan Kebo Mundarang memutar tangan di depan dada. Udara sekitar berpusing karena tarikan energi itu. Sebentar kemudian, terdengar pekikan nyaring dari keduanya, disusul dentuman keras. Kebo Mundarang terpelanting ke belakang. Ia batuk darah sambil memegangi dada. Ajian Banyak Seta ternyata sangat dahsyat. Paru-parunya secara pecah.
Tidak seperti Kebo Mundarang yang masih sanggup berdiri, Banyak Seta terlempar jauh ke dalam Balai Manguntur dan menubruk dinding Paseban. Ia terkapar serta kesulitan untuk bangkit kembali.
"Tuan!" Sarba dan Kambang menghampiri Banyak Seta untuk membantunya duduk.
Banyak Seta batuk darah. Dadanya serasa remuk, namun ia masih berusaha bertahan. Sebagai seorang prajurit, ia harus menyelesaikan pertempuran. Banyak Seta pun segera mengerahkan tenaga untuk mengatasi luka dalamnya.
Kebo Mundarang tahu lawannya telah melemah. Tanpa mengulur waktu, ia melesat ke Balai Manguntur dengan keris terhunus.
"Tuaaaaan!"Sarba dan Kambang memekik saat melihat ancaman kematian menderu menuju tuan mereka.
☆Bersambung☆
Jangan lupa memberi bintang, komen, dan share 😊😊😊 Tindakan sepele bagi Pembaca, tapi sangat bermanfaat bagi lapak ini buat menghasilkan karya-karya yang seru.
Mau double up malam nanti? Berikan emoticon api-api yang banyak dulu, dong ... please....
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyasa Lebu - Letter of Dust
Historical FictionSandaya Lebu, surat terakhir dan teramat rahasia dari Kertanagara, telah mengubah hidup Banyak Seta selamanya. Peristiwa bermula ketika panglima muda pasukan elite Singasari itu menemukan bukti-bukti pengkhianatan Jayakatwang dari Kediri dan hendak...