Belasan prajurit Kediri menusuk Banyak Seta bersamaan. Banyak Seta mengambil napas dalam-dalam, lalu amblas ke bawah. Di dalam air, tombak Ranggah Rajasa mengejutkan mereka dengan tusukan ganas. Lima orang menjadi korban dan air sungai mengeruh oleh darah yang terburai. Sebelum mereka mengatasi kekagetan, Banyak Seta meluncur keluar dari kepungan dan meluncur ke arah tepi sungai.
Ia menyembul sebentar ke permukaan sungai, kemudian kembali menyelam. Sambil menahan nyeri yang membuat dada serasa akan meledak, ia menyerang sebanyak mungkin musuh. Pasukan Kediri itu tidak terlalu gesit bertempur sambil berenang. Mereka hanya menang jumlah. Satu berhasil di tusuk, yang lain datang merangsek. Ia harus berputar-putar di dalam air untuk meloloskan diri dari kepungan. Tenaganya nyaris habis hanya untuk menghindari serbuan tombak musuh.
Banyak Seta naik ke permukaan sambil gelagapan menghirup udara. Kepalanya mulai berkunang-kunang. Napasnya semakin berat. Tangan yang menggenggam tombak sudah gemetar.
Orang-orang Kediri yang mencari-cari keberadaan Banyak Seta. Salah seorang yang melihat kepala sang panglima menyembul, langsung berteriak, "Di sanaaaaa!"
Kontan saja, pasukan musuh berenang ke tempat Banyak Seta berada. Di saat genting itulah, terdengar teriakan dari pinggir sungai.
"Itu Tuan Setaaa!"
Dalam satu kedipan mata, puluhan anak panah berdesingan di atas kepala Banyak Seta.
"Aaaargh!" Orang-orang Kediri yang mengejar Banyak Seta menjadi sasaran anak panah, kemudian tenggelam. Yang sempat menghindar berusaha kabur menjauhi tepi sungai.
Banyak Seta menoleh ke sumber suara. Di tepi sungai, berdiri Sarba dan Kambang, tengah memegang busur dan membidiki orang-orang Kediri. Kedua abdi itu tidak sendiri. Bibir sungai telah dipenuhi sekitar seratus orang bersenjata tombak dan panah. Banyak Seta tahu mereka bala bantuan dari Desa Kudadu yang setia kepada Singasari. Dyah Wijaya dan para panglimanya berada di antara orang-orang itu, ikut menghujani pasukan Kediri yang masih berada di air dengan anak panah. Prajurit Kediri yang mencapai tepi sungai diserang dengan tombak sehingga tidak sempat naik ke darat. Keadaan menjadi terbalik. Puluhan anak buah Mahisa Rubuh sekarang menerima pembalasan, terbantai di dalam air.
"Setaaaaa! Cepat kemariiiiiiii!" panggil seorang lelaki berusia empat puluhan. Banyak Seta mengenalnya dengan sangat baik karena masih ada hubungan kekerabatan. Dia Macan Kuping, Kepala Desa Kudadu.
Banyak Seta teringat Piyung. Ia berenang menuju tempat Piyung terapung, lalu berusaha membawanya ke tepi. Sarba dan Kambang terjun ke sungai untuk membantu junjungannya yang tampak jelas kepayahan, sementara Macan Kuping melindungi ketiganya dengan panah dari atas tebing.
Barangkali Mahisa Rubuh tidak mau kehilangan lebih banyak pasukan secara sia-sia. Suara trompet tanduk kerbau menggema dari seberang sebagai perintah untuk mundur. Orang-orang Kediri yang masih hidup buru-buru berenang kembali ke pasukannya.
Suasana aman itu dimanfaatkan Banyak Seta dan kedua abdinya untuk secepat mungkin merapat ke tepi sungai. Dibantu orang-orang Kudadu, Piyung dinaikkan ke darat. Banyak Seta segera memeriksa nadi Piyung. Ia tidak menemukan apa pun selain jasad yang dingin.
"Ah ... Kakang ...." Banyak Seta menepuk-nepuk pipi Piyung, berusaha membuatnya bangun, walau tahu usaha itu tidak berguna sama sekali. Kemungkinan besar, Piyung telah mengembuskan napas terakhirnya di sungai.
Ia memeriksa punggung Piyung. Tombak yang menyebabkan kematian lelaki itu dicabut, kemudian Piyung dibaringkan telentang. Tangannya gemetar saat mengusap wajah Piyung agar matanya menutup sempurna. Hatinya sudah tidak sanggup terisi apa pun selain niat untuk mengabulkan pesan terakhir sang kakak seperguruan. Dengan sisa tenaga, ditariknya keris Piyung dari pinggang lelaki itu, digenggamnya erat, seolah itulah harta terakhirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyasa Lebu - Letter of Dust
Historical FictionSandaya Lebu, surat terakhir dan teramat rahasia dari Kertanagara, telah mengubah hidup Banyak Seta selamanya. Peristiwa bermula ketika panglima muda pasukan elite Singasari itu menemukan bukti-bukti pengkhianatan Jayakatwang dari Kediri dan hendak...