Langit Singasari memamerkan semburat warna jingga yang menimpa permukaan sungai. Sampan kecil yang ditumpangi Banyak Seta dan kedua prajuritnya mengarungi hulu sungai Brantas dari Singasari, melewati Tumapel, dan tengah malam nanti akan tiba di wilayah selatan, yaitu Kabalan. Perjalanan itu mengikuti arus sehingga menjadi lebih cepat. Dari Kabalan nanti, perjalanan mereka berganti arah menuju barat, sesuai arah aliran sungai itu. (lihat peta di bawah)
Sungai Brantas di daerah ini tidak selebar di hilir. Di daerah Canggu, jarak dari tepi sungai ke seberang bisa mencapai beberapa puluh tombak. Karena itu, banyak penduduk di sekitar pelabuhan menyediakan jasa penyeberangan, atau penambangan. Perahu-perahu tambang itu menjadi penghubung yang penting antara wilayah di kedua sisi sungai. Biarpun tidak selebar hilir dan jauh lebih kecil dibandingkan samudra, Banyak Seta sangat menikmati duduk di perahu dan mengarungi arusnya. Pengalaman kecil ini ibarat gula-gula pemuas kerinduan akan laut.
Perahu kayu kecil itu meluncur laju mengikuti arus sungai. Angin mendesir di sekeliling tubuh ketiga penumpang. Banyak Seta sejenak memejamkan mata. Terbayang dirinya berdiri di haluan jung Singasari yang perkasa. Angin muson yang dahsyat telah membuat layar-layarnya mengembang sempurna dan kapal raksasa itu pun melaju membelah ombak Laut Jawa. Telinganya masih merekam suara-suara lantang para pelaut yang memekik ke cakrawala. Oh, jiwa Banyak Seta mendidih kembali!
"Kita akan singgah berapa lama di Kabalan, Tuan ... eh Kakang Lulus?" tanya Sarba—yang kini menyandang nama samaran Dudus—sambil meringis lebar. Nama Lulus terasa aneh saat diucapkan. Padahal kata lulus punya arti bagus yaitu lolos dari sesuatu yang berbahaya.
Lamunan Banyak Seta hancur. Nyanyian samudra berganti dengan goyangan sampan kayu kecil yang hanya bermuatan tiga orang. Ia tersenyum tipis, mengejek dirinya yang gagal menjadi pelaut.
"Ah, kamu. Kalau cuma bertiga begini, boleh saja memanggilku seperti biasa," sahut Banyak Seta. Segenap panca indranya tetap siaga mengawasi keadaan sekitar.
Di saat senja seperti ini, hulu sungai Brantas telah sepi dari perahu-perahu yang lalu-lalang. Ada legenda mengatakan bahwa setiap sungai besar di tanah Jawa dijaga oleh makhluk gaib berupa buaya raksasa atau naga. Mereka bangun dari tidur kala senja sehingga penduduk sekitar sebaiknya tidak turun ke sungai dan bepergian jauh ketika matahari telah tenggelam. Namun, aturan itu tidak berlaku bagi Banyak Seta dan mereka yang memiliki kemampuan unggul. Orang-orang sakti justru memuja dan meminta kekuatan para penjaga sungai itu demi membantu pekerjaan mereka.
"Satu hari cukup atau tidak?" tanya Banyak Seta.
Sarba mengerling ke tumpukan barang yang memenuhi perahu mereka. Karena menyamar sebagai pedagang yang turun gunung dari lereng Arjuna dan singgah di ibukota, mereka membawa dagangan untuk dijual. Di antara barang-barang itu terdapat garam, gula, minyak, dan lilin. Ada pula kemiri, kayu manis, serta cengkih yang dihasilkan dari pulau-pulau di bagian timur dwipantara. Bila ada kamp pelatihan militer, pasti orang-orang di sana membutuhkan benda-benda itu untuk hidup sehari-hari. Mereka akan berpura-pura mencari pembeli barang-barang itu. Semoga dengan demikian lokasi tempat para prajurit rahasia itu bisa ditemukan.
Saat singgah di Tumapel tadi, mereka menjelajah pasar dan pelabuhan karena di tempat inilah semua orang dari berbagai pelosok Singasari berkumpul untuk melakukan kegiatan niaga. Itu berarti segala informasi terkini bisa didapatkan di kedai-kedai makanan dan lapak-lapak pedagang. Dari orang-orang pasar itulah mereka mendapat informasi penting ke mana harus pergi.
"Sebaiknya kita memeriksa daerah sekitar Simping dan Sawentar, Tuan," usul Kambang. "Pedagang beras yang kita temui tadi mengatakan mengirim beras dalam jumlah banyak ke Simping. Anehnya, si pembeli meminta beras itu diturunkan di rumah kecil pinggiran hutan sebelum masuk ke wilayah Simping."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyasa Lebu - Letter of Dust
Historical FictionSandaya Lebu, surat terakhir dan teramat rahasia dari Kertanagara, telah mengubah hidup Banyak Seta selamanya. Peristiwa bermula ketika panglima muda pasukan elite Singasari itu menemukan bukti-bukti pengkhianatan Jayakatwang dari Kediri dan hendak...