51. Pilihan Sulit

211 50 23
                                    

Tuan Putri?

Kecurigaan Banyak Seta sekarang terbukti. Runi memang orang penting di Kediri. Ia segera melepaskan diri dari pegangan gadis itu walau tengah dibantu berdiri. Ia limbung sejenak, namun segera menemukan pegangan pada batang pohon.

"Siapa kau?" sergahnya dengan suara serak dan terengah karena dada yang terasa remuk. Matanya nanar menyapu wajah Runi, namun gadis itu terlihat tegar, seolah sudah tahu hal seperti ini akan terjadi.

Runi melepaskan Banyak Seta, lalu meminta pemuda tadi berdiri. Pemuda jangkung dan tegap itu menyarungkan kembali kerisnya. Kini, ia memandangi Runi dengan mata bulat yang memancarkan perasaan yang dalam.

"Tuan Putri baik-baik saja?" tanya pemuda itu. "Semua orang mencari Tuan Putri."

Runi mengangguk. "Aku baik-baik saja. Kakang, tolong hentikan anak buahmu."

"Siap laksanakan, Tuan Putri!" Dengan sigap, pemuda yang dipanggil kakak oleh Runi itu bangkit dan memerintahkan anak buahnya yang tengah bertempur untuk berhenti.

Sembilan orang prajurit bayaran Kediri mematuhi perintah pemimpin mereka dan segera berkumpul di dekat tempat Banyak Seta dan Runi berdiri. Sementara itu, Weling, Sarba, Kambang, dan Piyung dengan kebingungan berjaga di sisi Banyak Seta sambil mengacungkan senjata masing-masing. Suasana tegang itu semakin bertambah saat teman-teman Banyak Seta yang semula berada di pinggir sungai berdatangan karena mendengar suara pertempuran.

Dengan sisa-sisa tenaga, Banyak Seta mencabut keris Mpu Cakrangga[1] dan mengacungkannya ke leher Runi. "Siapa kamu sebenarnya?"

Melihat itu, pasukan bayaran Kediri segera mengacungkan tombak ke arah Banyak Seta. dua kelompok kini saling ancam dengan Runi berdiri di tengah-tengah. jalan menuju pertumpahan darah tinggal setipis selembar kertas.

"Berhenti kalian semua!" pekik Runi. "Dengarkan aku! Kalian bukan musuh!"

Seruan itu sukses mencegah perkelahian yang sebenarnya tidak perlu. Banyak Seta menurunkan keris Mpu Cakrangga dan segera diikuti oleh teman-temannya.

"Jelaskan, siapa kalian sebenarnya!" tukas Banyak Seta sambil menghujani Runi dengan sorot kemarahan. Hal itu membuat hati Runi seperti teriris.

Pemimpin pasukan Kediri juga menatap Runi dengan bingung. "Tuan Putri, siapa mereka ini?"

"TUAN PUTRI?" Sarba, Kambang, dan Piyung berseru bersamaan.

Runi mengangkat tangan, memberi kode agar semua yang ada di situ menahan diri. "Saya akan menjelaskannya nanti. Kalian membutuhkan kabar tentang Paduka Wijaya, bukan? Kakang Subala akan menjawab semuanya," ucap Runi sambil menatap lurus-lurus pada Banyak Seta.

Banyak Seta tidak langsung menjawab dan membalas Runi dengan tatapan setajam golok. Dalam hati, Runi ingin menangis. Apa yang ia lakukan untuk membantu pemuda itu selama ini, ternyata hanya berakhir dengan kebencian. Akhirnya, Runi berpaling kepada pemimpin pasukan bayaran Kediri yang bernama Subala tadi.

"Beliau adalah Tuan Banyak Seta," ucap Runi.

Subala terlihat kaget. Ia tahu reputasi Banyak Seta sebagai orang yang memiliki ilmu kanuragan tinggi. Kabarnya, hanya Patih Kebo Mundarang yang dapat menandinginya. "Oh, Tu-Tuan Banyak Seta? Panglima paling muda di bawah Paduka Wijaya?"

Runi tersenyum. "Tidak perlu sekaget itu, Kakang. Dia sedang terluka. Bahkan semut pun sanggup membunuhnya saat ini."

"Oh, begitu," ucap Subala sambil menatap bolak-balik antara Runi, Banyak Seta, dan rombongannya. Ia mendekat ke Runi dan membisikkan sesuatu. Entah apa yang diucapkannya, yang jelas Runi langsung menggeleng keras.

Sandyasa Lebu - Letter of DustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang