Rombongan Banyak Seta sampai di Kulawan saat pertempuran masih berlangsung. Mereka berada agak jauh dari arena, di tempat aman yang tidak terdeteksi oleh pasukan Kediri. Dari atas pohon, Banyak Seta, Runi, beserta Sarba dan Kambang menyaksikan bara pertempuran di kejauhan. Agak sulit melihat dengan jelas apa yang terjadi di sana karena rapatnya hutan dan di tengah kegelapan malam, namun setidaknya ia bisa mendeteksi pergerakan pasukan yang tengah berhadapan itu dari bara api dan suara-suara mereka.
"Sarba, Kambang, Runi, kita mendekat ke sana!" perintahnya.
Banyak Seta segera meloncat dari satu pohon ke pohon lainnya diikuti oleh Runi. Sedangkan Sarba dan Kambang terpaksa turun, lalu berlari sekencang mungkin agar tidak ketinggalan. Luka-luka Banyak Seta masih mengganggu sehingga gerakannya tidak segesit dulu. Beberapa kali ia harus dibantu Runi agar mendarat dengan baik di dahan pohon.
Di sebuah pohon kepuh yang menjulang tinggi, ia bisa melihat lebih jelas arena peperangan walaupun hanya berupa kumpulan cahaya obor di tengah kelamnya malam. Hutan di area itu sebagian terbakar sehingga dari ketinggian tampak berupa pulau-pulau merah menyala.
Runi bergayut ke dahan lain untuk melihat dengan jelas. Sebagai telik sandi Kediri yang punya jaringan kuat di istana Singasari, ia sudah pernah mengintai kamp prajurit sehingga tahu wajah Dyah Wijaya dan beberapa panglimanya. Ia berusaha melihat orang-orang yang bertempur di kejauhan, namun hasilnya nihil.
"Pohon-pohon hutan ini menghalangi pandangan," keluhnya.
"Kita tunggu sebentar, siapa tahu ada pergerakan. Dengan lima ratus pasukan dan dua belas panglima berilmu tinggi, aku yakin Paduka Wijaya bisa meloloskan diri dari kepungan musuh. Kita kawal mereka setelah memisahkan diri dari pertempuran besar."
"Bagaimana kalau Paduka Wijaya tidak berhasil lolos?"
Banyak Seta tidak langsung menjawab. Luka dalamnya tidak memungkinkan untuk mengerahkan jurus pamungkas seperti saat bertempur di dekat Kabalan. Dengan tiga belas orang, di mana tujuh di antaranya hanya punya kemampuan bertempur pas-pasan, ia harus memilih saat yang tepat untuk terjun ke arena. Bila tidak, nyawa mereka akan melayang sia-sia.
"Dengarkan saja suara-suara mereka. Nanti saat teriakan prajurit dan suara senjata beradu berkurang, itulah waktu yang tepat untuk terjun ke sana."
"Ayo ke pohon sebelah sana. Kelihatannya lebih tinggi." Runi segera meloncat ke dahan pohon sebelah, lalu bergayut di batangnya.
Banyak Seta ikut berpindah ke dahan Runi dan berdiri di belakangnya untuk mendapat pandangan yang lebih leluasa. Mereka terpaksa berdiri sangat dekat di dahan itu agar bisa melihat arena pertempuran dengan jelas. Tanpa sadar, punggung Runi sesekali bersentuhan dengan lengannya. Ada gelenyar aneh mengaliri relung hati Banyak Seta sehingga napasnya tersekat beberapa kali. Beruntung ia berada di belakang Runi sehingga ekspresi serba salahnya tidak sampai dilihat oleh gadis itu.
"Kamu mau ke mana kalau besok kita bisa keluar hidup-hidup?" tanya Banyak Seta, asal saja. Karena otaknya membeku sedangkan hatinya tertuju pada gadis ini, hanya kalimat itu yang terlontar saat berusaha menepis gelenyar aneh tadi.
Runi berpaling ke belakang karena keheranan mendapat pertanyaan yang melenceng jauh dari situasi saat ini. Ia lupa mereka berdiri berdekatan. Bahunya menubruk dada Banyak Seta dan membuatnya oleng karena kaget.
"Hati-hati!" Refleks, Banyak Seta menahan bahu Runi dengan tangan. Otomatis, gadis itu terbenam di dadanya.
Runi semakin kaget, sampai rasanya seperti tersengat kalajengking. Saking kalutnya, ia cepat-cepat memeluk batang pohon demi menjauh dari Banyak Seta.
"Mungkin mengikuti saranmu, pulang ke Bakula Pura," jawab Runi, juga asal. Jantungnya masih berlompatan dan nyaris membuatnya gila.
"Oh, perlu jung untuk pergi ke sana." Banyak Seta tidak peduli apa yang keluar dari mulutnya. Sensasi mendekap Runi yang hanya berlangsung selama tiga denyutan jantung telah membuat otaknya mogok bekerja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyasa Lebu - Letter of Dust
Historical FictionSandaya Lebu, surat terakhir dan teramat rahasia dari Kertanagara, telah mengubah hidup Banyak Seta selamanya. Peristiwa bermula ketika panglima muda pasukan elite Singasari itu menemukan bukti-bukti pengkhianatan Jayakatwang dari Kediri dan hendak...