25. Tertangkap Basah

182 45 15
                                    

Gayatri merasakan kepalanya sangat pening dan seluruh badannya ngilu-ngilu. Entah sudah berapa lama ia tertidur pulas. Perasaannya juga melayang seperti sedang berada di alam mimpi sehingga ia berusaha mengumpulkan kesadaran.

Pelupuk Gayatri terbuka perlahan seiring kesadaran yang semakin jernih. Dalam tiga tarikan napas kemudian, mata besar berbulu mata lentik itu terbuka sempurna. Hal pertama yang tertangkap indranya adalah pemandangan ruang yang asing. Posisi tidur yang miring menghadap dinding kayu kasar. Ia tidak ingat datang kemari, bahkan tidak mengenal tempat ini. Tak ayal, hal itu mengusik akal sehatnya.

Gayatri menggeliat dan baru menyadari ada lengan kekar menindih dadanya. Seketika itu juga, ia bangkit duduk. Matanya terbeliak menatap sosok yang terbaring sambil memeluknya. Ada secercah rasa rindu yang menyelinap di dalam dada. Sebuah gelenyar aneh tercipta oleh rengkuhan lengan kekar yang hangat. Namun, kedua rasa itu segera terhapus oleh kekhawatiran.

Bagaimana mungkin Banyak Seta tidur di sisinya? Lelaki ini sangat menjaga tindak-tanduk dan kesopanan. Pasti ada yang tidak beres! Ia menebarkan pandangan ke sekeliling dan semakin khawatir.

Tempat ini seperti gudang.

"Kanda Seta?" bisik Gayatri sambil mengguncang bahu Banyak Seta hingga posisi tidur pemuda itu berubah telentang.

Ia baru sadar suaranya serak dan napasnya berbau arak. Apakah ia mabuk lalu tertidur? Mata Gayatri menemukan sesuatu yang lain. Di dekat balai-balai terdapat meja kecil berisi buli-buli keramik dan dua cawan. Gayatri tahu buli-buli itu tempat arak yang ia minum sebelum ini.

Aduh, benar!

Gayatri teringat ia ditantang minum arak model baru yang katanya dari Negeri Campa oleh emban pengganti setelah Cemplon izin pulang kampung karena ayahnya meninggal dunia. Seni—emban baru yang mengaku dikirim oleh Kertanagara itu—tahu benar memenuhi hasrat isengnya. Seni berhasil menyelundupkan arak langka yang selama ini membuatnya penasaran. Akan tetapi, ia meminumnya di keputren. Bagaimana bisa ia bangun di gudang aneh ini? Pasti Seni telah menipu!

Bahaya!

Seseorang mungkin menculiknya dan meninggalkannya di tempat ini bersama Banyak Seta. Jangan-jangan, orang itu sengaja membuat fitnah.

"Kurang ajar kau Seni!" geram Gayatri. "Kanda, Kanda bangun! Kita harus pergi dari sini!" Gayatri menepuk-nepuk pipi Banyak Seta. Lelaki itu tetap tidak menanggapi. Gayatri pun kalut. Banyak Seta tidak sadarkan diri dan dari mulutnya menguar aroma arak.

"Celaka!" Gayatri membuka mulut, hendak berteriak untuk memanggil pengawal. Pada saat bersamaan, pintu gudang terbuka. Gayatri ternganga saat tahu siapa yang membuka pintu.

Gajah Pagon dan Nambi! Dua tangan kanan Dyah Wijaya itu pasti menjadi pembuka jalan bagi junjungannya. Benar saja. Dalam satu kedipan mata, Dyah Wijaya melangkah masuk.

"Dinda Gayatri?" Ekspresi Dyah Wijaya sulit untuk diartikan. Ia tetap tenang dan bahkan tersenyum tipis. Namun, sorot matanya sangat asing.

Gayatri sadar situasi saat ini sangat genting. Hanya malapetaka yang terbayang dalam benaknya. Ia segera turun dari balai-balai, lalu bersujud di hadapan Dyah Wijaya.

"Ampun, Kanda. Saya telah diculik. Tolong, selamatkan saya!"

Dyah Wijaya tidak segera menjawab. Sejujurnya, ia tidak percaya saat mendapat laporan dari Gajah Pagon tentang pengkhianatan Banyak Seta. Setelah menguji Banyak Seta dulu, ia cukup yakin bawahannya setia. Namun, apa yang ia lihat dengan mata kepala sendiri saat ini telah membuat kepercayaan itu hancur berantakan seperti tempayan yang dibanting dari ketinggian.

Sementara itu, kedua abdi Dyah Wijaya dengan gesit mengamankan situasi. Gajah Pagon memerintahkan punggawa berjaga di luar, lalu segera menutup pintu. Kejadian ini harus dirahasiakan demi menjaga kehormatan keluarga raja. Nambi menghampiri Banyak Seta yang masih tergolek tak sadarkan diri untuk memeriksa kondisinya.

Sandyasa Lebu - Letter of DustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang