23. Misteri Gadis Bertapih Biru

176 38 17
                                    

Tiga lelaki berkuda yang diincar Banyak Seta tiba di wilayah hutan yang rapat dan gelap. Banyak Seta dan kedua anak buahnya melakukan penyergapan mendadak. Sarba dan Kambang memanah dari atas pohon, mengarah pada kedua anak buah Gajah Wilis. Ternyata, kedua orang itu sangat terlatih. Serangan anak panah dapat ditangkis dengan perisai.

"Sial!" Sarba mencabut keris dan meloncat turun dari dahan, diikuti oleh adiknya.

Berkat kegesitan Sarba dan Kambang, kedua anak buah Gajah Wilis berhasil dijatuhkan dari kuda. Keempat orang itu berguling di tanah sebentar, lalu saling serang.

Gajah Wilis sendiri memilih memacu kudanya meninggalkan tempat itu. Banyak Seta yang masih berada di atas pohon segera melakukan pengejaran. Lebatnya hutan memperlambat pergerakan kuda. Selain itu, tenaga dalam tingkat tinggi yang dimiliki Banyak Seta membuat gerakannya sangat cepat. Tidak perlu waktu lama, Gajah Wilis berhasil disusul.

Banyak Seta meloncat untuk menangkap Gajah Wilis dari belakang. Lelaki itu terjatuh dari kuda, sementara kudanya kabur ke dalam hutan. Keduanya berguling-guling di tanah. Banyak Seta berhasil melancarkan pukulan ke kepala Gajah Wilis. Namun, lelaki itu cukup tangguh dan berhasil menangkis, bahkan menendang dada lawannya hingga terpental ke belakang.

Banyak Seta merasa asing dengan gerakan Gajah Wilis. Jurus tenaga dalam yang mengenai dirinya sangat berbeda dari milik pasukan elite Dyah Wijaya. Serangannya tajam dan mengiris, sama sekali bukan ciri khas pasukan kerajaan maupun didikan kadewaguruan Mpu Nadajna.

Banyak Seta segera bangkit karena Gajah Wilis mulai melancarkan serangan balasan. Kuda-kuda Wilis pun terlihat aneh. Tapaknya mengarah keluar, bukan ke depan.

"Katakan siapa gurumu!" Banyak Seta belum berniat mencabut keris. Sebab sekali keluar dari sarungnya, keris pusaka itu harus memakan korban nyawa manusia. Sedangkan ia ingin menangkap Gajah Wilis hidup-hidup untuk dimintai keterangan.

"Bukan urusanmu! Kamu juga pengkhianat!" Gajah Wilis telah siap dengan keris di tangan. Matanya nyalang menunjukkan niat yang kuat untuk membunuh.

"Apa bukan sebaliknya? Katakan, untuk apa kamu datang ke kamp pasukan Kediri?"

Alih-alih menjawab, Gajah Wilis malah menyeringai dan langsung menerjang musuhnya. Banyak Seta dengan mudah menangkis hunjaman keris sehingga Gajah Wilis terhuyung. Di saat musuhnya lengah, Banyak Seta memukul punggungnya. Gajah Wilis pun tersungkur dengan mengaduh keras.

"Wilis, katakan semua yang kamu tahu. Aku akan mengampuni nyawamu." Banyak Seta berusaha membujuk lawannya. Bagaimanapun, ia tidak berniat membunuh Gajah Wilis. "Kamu tahu apa yang akan terjadi pada pengkhianat? Bukan cuma kamu yang akan dihukum, tapi seluruh isi rumahmu akan dibunuh!"

Gajah Wilis sudah bangkit kembali dan secepat kilat menerjang Banyak Seta dengan tusukan keris. Sekali lagi, tangkisan Banyak Seta membuat lengan Gajah Wilis kesemutan. Belum sempat berkedip, tendangan Banyak Seta bersarang di dadanya. Gajah Wilis pun terjengkang dengan dada sesak dan napas putus-putus. Padahal Banyak Seta belum mengerahkan tenaga dalam andalannya.

Banyak Seta memburu lawannya agar pertarungan itu segera berakhir. Walau terluka dalam, Gajah Wilis sangat tangguh. Ia berhasil menghadang pukulan Banyak Seta dengan melempar tanah ke wajahnya, disusul tendangan ke arah dada. Banyak Seta terpaksa melindungi mata dan dadanya dengan kedua lengan. Tendangan itu disertai tenaga dalam sehingga Banyak Seta terhuyung ke belakang.

Tahu musuhnya sedang dalam posisi goyah, Gajah Wilis mengerahkan semua tenaga untuk bangkit dan angkat kaki dari tempat itu. Sebagai anak buah Nambi, ia tahu reputasi dan kesaktian Banyak Seta yang menjabat sebagai panglima termuda dalam pasukan elite Dyah Wijaya. Lari adalah pilihan terbaik.

Sandyasa Lebu - Letter of DustTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang