3 ; Pagi Hari

13.5K 1.4K 115
                                    

BRIANA BANGUN DENGAN denyutan menyakitkan di kepala.

Alkohol, dia harus berhenti untuk mencoba mengonsumsinya, sebutuh apa pun dia pada pelepas stres. Efek hung over sangat merepotkan, meski dia hanya meminum bir dengan kadar alkohol rendah.

Langit-langit kamar terlihat buram dalam pandangan. Briana menyipitkan mata. Dia hanya berbaring, setidaknya sampai sepuluh menit. Ketika kesadarannya terkumpul, barulah dia bangkit. Langkahnya terhuyung. Dia membuka tirai jendela dan mengambil handuk serta jubah mandi. Lima belas menit dia gunakan untuk membersihkan diri. Guyuran air dingin cukup untuk menghilangkan pening. Briana hendak beranjak ke kamar ketika dia ingat, pagi ini dia tidak tinggal sendirian.

Peristiwa tadi malam tak begitu jelas dalam ingatan. Walaupun begitu, dia masih ingat pada kedatangan kawan dekat serta perdebatan kecil mereka mengenai makanan.

Briana menarik handuk yang tengah digunakan untuk mengeringkan rambut. Dia menghampiri ruang tengah—hanya untuk mendapati sampah kaleng dan kantung kertas yang masih berceceran, sesosok manusia tengah terlelap tanpa rasa peduli di atas sofa.

Briana menarik napas pelan, mencoba memupuk kesabaran.

Hampir tiga tahun dia tidak bertemu langsung dengan sosok ini. Briana lupa pada kebiasaan buruk sang pria.

Bagaimana bisa Varen tidur nyenyak dengan dikelilingi sampah begini?

Briana melirik jam dinding, melihat jarum jam yang telah melewati angka sepuluh.

Ketika kembali memperhatikan sang tamu, dia telah mengambil bantal sofa dan menggunakannya untuk memukul ringan sosok yang terlantar di apartemennya.

Yang dipukul mengerang rendah, kentara sekali terganggu dengan interupsi mendadak.

"Good morning, Mr. Lazy. Please kindly wake your ass up because it's past morning already," tutur Briana dengan nada sopan yang dibuat-buat.

Varen menarik sebelah kaki yang terkena pukulan bantal. Dia menyipitkan mata selagi mencoba menghentikan proses membangunkan versi brutal tersebut.

"Siri, I don't think I programmed you to attack me like these," ujarnya dengan parau, khas bangun tidur. "And shut the fuck up. I still need my sleep—"

"You shut the fuck up," potong Briana, dia berdecak dan melepas bantal yang sempat digunakan untuk membangunkan sang pria. "Dan gue bukan Siri. Peraturan khusus yang perlu lo inget kalau mau numpang di sini, bangun pagi dan jaga kebersihan. Apartemen gue, jangan berani-berani lo bikin kacau."

Omelan panjang itu pada akhirnya menarik kesadaran Varen. Dia mengerjap dan berusaha untuk membuka mata. Keningnya mengerut samar. Detik berikutnya dia bergumam, "Ah, gue di apartemen lo."

Briana mengembuskan napas pendek.

"Ya. Maka dari itu, lo harus ngikut aturan gue kalau nggak mau gue depak."

Varen mendengkuskan tawa.

"Makin mirip ibu kos galak aja lo."

Briana berdecak pelan. Dia menyampirkan handuk di pundaknya, lalu mengambil plastik yang tergeletak di lantai. Posisi meja dan sofa yang berdekatan mau tak mau membuatnya menghampiri Varen. Varen bisa meraih lengannya dengan mudah. Dia menarik Briana dari belakang.

"Entar gue beresin," ujarnya dengan nada setengah mengantuk. "Gue masih jet lag."

Briana kontan menoleh, baru teringat bahwa sosok ini memang baru sampai ke Jakarta kemarin. Nada kesalnya langsung menghilang.

"Kemarin lo sampai di bandara jam berapa?"

"Udah mau sore," timpalnya. "Dan hari sebelumnya gue belum tidur."

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang