30 ; Gamang

6.6K 1K 107
                                    

"SAYA SUDAH MENGATAKANNYA. Surat perizinan Anda belum dapat kami keluarkan karena yang memproses permohonan surat memang bukan hanya dari kami. Ada badan-badan pemerintah lain yang ikut andil. Kami bisa saja memberikan dokumen perizinan itu sekarang, tapi isi dokumennya belum lengkap. Perusahaan kalian belum mendapat persetujuan dari koordinator penanaman modal. Surat perizinan ekspor-impor perusahaan ini juga belum diterbitkan oleh kementerian perdagangan. Intinya, bukan kami yang memperlambat."

Penjelasan dari seorang kepada badan pemerintahan masih terngiang di benak Varen. Sore kemarin, diskusi mereka memang belum mendapatkan hasil yang diinginkan.

"Perusahaan kami sangat menjanjikan. Saya yakin, Bapak sudah melihatnya. Apa yang membuat mereka menahan surat perizinan itu?" Varen balik bertanya. "Apa yang membuat kalian ragu untuk meloloskan investasi besar kami untuk negara?"

Pegawai negeri itu mengembuskan napas panjang.

"Saya juga tidak tahu, itu pekerjaan mereka," tandasnya, terdengar sewot. "Yang harusnya bertanya itu saya. Dari mana kalian mendapatkan catatan keuangan pribadi—"

Varen mengangkat jari telunjuk, mengisyaratkan tamunya untuk diam. Dia mengulang pertanyaan awalnya.

"Kenapa perizinan perusahaan kami terus-terusan ditahan?"

Pria paruh baya berpostur gempal itu mengembuskan napas kasar.

"Mereka tidak memberi tahu saya alasannya," tegas sosok itu. "Yang saya dengar mereka memerlukan screening lanjutan karena perusahaan kalian termasuk perusahaan besar. Normal-normal saja kalau prosesnya jadi lebih lama."

Varen menatap dengan sorot tidak menyangka.

"Benar juga, lamanya bisa sampai satu tahunan, ya? Enam bulan pertama, sebelum kami datang ke sini, sepertinya belum cukup bagi kalian buat bekerja. Padahal kami mengajukan berkas perizinan sudah sejak saat itu," ungkapnya dengan nada sopan yang dibuat-buat. "Sepertinya nggak mengherankan, mengingat catatan keuangan pribadi Anda juga cukup mencurigakan. Dari sana saja, kami sudah bisa menilai kualitas kinerja pegawai pemerintah kita."

Pria paruh baya itu menatap nyalang Varen.

"Sebutkan saja, apa yang kalian mau dari saya?!" serunya, terpancing emosi. "Selagi kalian nggak menyebarkan catatan keuangan itu—jangan sampai kalian menyebarkannya."

Varen sama sekali tidak tersentak dengan bentakan mendadak tersebut. Alih-alih terkejut, dia malah tampak terhibur. Senyuman ringan masih tersemat di bibir.

"Bapak khawatir bukti penggelapan dana ini diketahui publik?"

Ekspresi lelaki paruh baya itu mengeras. Dia terlihat sedang menahan kemarahan, berusaha untuk tidak bertindak agresif dengan langsung melakukan kekerasan pada pengusaha muda di hadapannya.

Tepat di samping pria itu, Dimas mengembuskan napas pendek, seolah ikut lelah dengan permainan Varen. Atasan sekaligus temannya ini sangat suka memprovokasi orang lain. Dia senang melihat orang lain panik akibat permainannya. Semakin besar reaksi yang diperlihatkan orang itu, semakin besar pula senyum di bibirnya.

Dimas sudah mengenal watak tidak waras atasannya ini. Dia perlu mengingatkannya untuk tidak bertindak berlebihan. Mereka tidak tahu konsekuensi buruk yang akan muncul jika bertindak melewati batas.

"Kami tidak akan melakukannya selagi Bapak kooperatif," timpal Dimas, sedikit menyela Varen agar tak larut dalam permainannya sendiri. "Kami ingin Bapak terus memantau proses perizinan perusahaan kami. Hubungi pihak yang masih belum menerbitkan dokumen perizinan dan lakukan follow up sesering mungkin hingga kami mendapatkan seluruh berkas itu. Rentang waktunya ...."

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang