57 ; Pertunjukan

6.6K 861 107
                                    

KEBERHASILAN RENCANA INI belum menjamin pihak ketiga jera. Sosok yang ditargetkan Varen, orang yang bekerja sebagai anggota dewan, bisa saja semakin marah dan ingin kembali membalas perlakuannya. Dia bisa saja meyakinkan Kardinal Agro untuk tetap mempertahankannya sebagai investor. Perusahaan sawit milik Sambara itu tahu betul pada keuntungan yang didapat dengan memiliki pendukung di institusi pemerintah. Mereka takkan melempar tiket penting itu hanya karena sedikit kesialan.

Dari semua bentuk kemungkinan tersebut, Varen sudah memahaminya. Dia tahu, rencana sembrono semacam ini sangat riskan dengan kegagalan. Dia masih perlu memikirkan langkah lanjutan jika Kardinal Agro tetap mempertahankan Widoyo sebagai orang kepercayaan meski mereka telah menjumpai semua huru-hara ini. Hanya saja, prediksi tetaplah prediksi. Dia belum dapat memastikan hasil dari rencana itu. Yang perlu dia lakukan sekarang adalah menyukseskannya.

Sial beribu sial, kesuksesan rencana itu belum dapat dipastikan. Apalagi dengan seluruh laporan yang barusan didapatkan.

Kepadatan jalan raya benar-benar menjadi halangan bagi Varen untuk segera tiba di lokasi tujuan. Panggilan teleponnya dengan Dipa masih terhubung. Selagi meredakan kesal akibat kemacetan, dia meminta penjelasan situasi pada sang tangan kanan. Suara sosok tersebut bergema dari pengeras suara di dalam mobil.

"Gue sama anak-anak masih coba handle ini. Prediksi kami tentang pengacak sinyal ternyata bener. Ada orang yang masang device itu di area sekitar gedung. Ini gue perlu pergi agak jauh cuma buat menghubungi lo. Lo tau sendiri, alat pengacak sinyal udah pasti menghalangi kita buat ngeretas. Kita butuh internet, tapi di sana sinyalnya beneran kacau. Buat nge-chat aja susah, boro-boro retas!"

Varen kira Edward dan Rachel tidak tahu pada langkah yang dia ambil. Siapa yang mengira bahwa dua bersaudara itu tahu jika Varen menargetkan putra dari si anggota dewan?

Terkutuklah pola pikirnya yang hampir menyerupai Edward. Pria itu sudah sangat mengenalnya. Sepertinya mudah saja bagi dia untuk memprediksi tiap rencana yang akan dilakukan Varen.

Terjun langsung ke lapangan semacam ini bukanlah caranya dalam bermain. Biasanya, dia hanya akan memantau dan menunggu laporan dari orang-orang yang dipekerjakan. Varen tidak ingin terlibat secara langsung. Namun, bagaimana jika kondisi sudah cukup darurat semacam ini?

Varen memijat pelan pelipisnya. Dia menarik napas pendek untuk mendapat ketenangan.

"Jaraknya berapa meter sampai lo bisa dapat jaringan yang bagus?"

Dipa tidak langsung menjawab, seolah dia sedang memperkirakan jarak yang dimaksud Varen.

"Sekitar tiga ratus meter. Perangkat kami nggak kompatibel buat meretas dengan jarak sejauh itu, apalagi device-nya si Reza lagi nggak connect ke internet. Susah."

Varen mengetukkan jari pada setir. Dia memutar kemudi untuk menyelinap di antara beberapa kendaraan lain.

"Kalian udah ganti flashdisk yang dipakai Reza buat presentasi?" tanya Varen lagi, memastikan.

Dari seberang panggilan, Dipa mengiakan. Varen hampir mengembuskan napas lega ketika mendengarnya.

"Okay, gue aja yang nanganin ini. Lo cukup mastiin layar perangkatnya si Reza masih muncul di proyektor. Gue mau cari kafe dekat sini."

"Emangnya lo bisa ngeretas pake laptop doang? Nggak butuh komputer yang ada di rumah?"

Varen sedang menatap kaca spion selagi menyalip kendaraan lain. Dia mendengkus atas ucapan Dipa. Bibirnya sedikit menyunggingkan senyum.

"Device gue lebih oke dari yang kalian punya. Kemampuan gue juga," ujarnya seketika, mengabaikan dengkusan Dipa. "Kalian pantau aja, hasil kerja gue udah masuk atau belum. Suruh juga anak-anak lo buat cari alat pengacak sinyalnya. Gue mau dengar laporan langsung dari sana. Nanti gue telepon lagi."

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang