26 ; Dua Sisi

6.6K 933 99
                                    

SEPERTI YANG DIJANJIKAN, Varen benar-benar membantu Briana mengurus kendala teknis dalam pelaksanaan syuting. Dia memberi banyak masukan pada Rangga, membantunya melakukan pendalaman karakter, dan juga mengurus pengaturan komputer untuk keperluan properti film.

Pembawaan diri Varen yang mudah didekati dan mudah bergaul membuatnya langsung dikenali banyak orang. Para kru utama yang bekerja dengan Briana bahkan sudah mulai akrab dengan Varen, padahal lelaki itu baru ikut bekerja dua hari lalu. Stereotip ahli komputer yang lebih senang menyendiri nyatanya tak berlaku bagi pria itu. Sejak dulu, Varen selalu dikelilingi banyak orang. Dia pandai berbaur dan meraup banyak kenalan.

Teman Briana akan selalu berakhir sebagai teman Varen juga, meski tidak sebaliknya. Briana masih ingat, rekan kerjanya di lokasi syuting segera menanyakan keberadaan Varen ketika mereka menyelesaikan syuting terakhir di kota ini. Mereka meminta Briana untuk ikut mengajak Varen makan malam bersama mereka, sebagai bentuk perayaan, sebelum kembali ke Jakarta.

Briana tak memiliki alasan untuk menolak. Dia ikut mengajak Varen dan seperti biasa, lelaki itu sama sekali tak diliputi kecanggungan meski harus dikelilingi orang baru yang sama sekali belum dikenalnya.

Briana memilih untuk menepi ke tempat yang lebih sunyi saat melihat keramaian dan keseruan orang-orang. Kegiatan hari ini cukup menguras tenaganya. Dia perlu sedikit ketenangan untuk menjernihkan pikiran.

Vila yang mereka sewa di area pegunungan memiliki suhu udara yang lebih dingin dari lingkungan kota. Malam itu, Briana hanya mengenakan celana panjang dengan blouse pendek. Embusan angin malam meniup kulit lengan dan juga tengkuk. Briana mengusap pelan lengan atasnya untuk meredakan rasa dingin. Dia menggoyang gelas minuman yang cukup penuh, benar-benar menyesal karena memilih minuman dingin di suasana seperti ini.

Pandangannya terpatri pada hamparan perkebunan yang membentang di area bawah bangunan vila. Dia sedang tenggelam dalam lamunan ketika seseorang datang.

"Siapa orang aneh yang malam-malam di dataran tinggi malah minum jus anggur?"

Briana menoleh, mendapati Varen yang ikut bergabung di beranda. Dia menghampiri Briana yang tengah berdiri di depan terali.

"Udah pada balik ke kamar?" Briana balik bertanya.

Varen menggeleng.

"Masih pada ngobrol."

"Lo nggak ikut ngobrol sama mereka?"

Varen mendengkus pelan.

"Udah cukup. Gue mau ngecek kondisi sutradaranya aja yang lagi merenungkan perdamaian dunia."

Pria ini benar-benar tidak berubah. Dia masih senang berbicara aneh seperti ini. Briana tak bisa menyembunyikan gelak tawa. Dia menggeleng pelan, tak habis pikir dengan kelakuan Varen.

Angin malam kembali berembus. Briana menyelipkan helaian rambut ke belakang telinga. Dingin yang membelai kulit membuatnya kembali mengusap lengan telanjangnya.

"Mau dipeluk atau pinjam jaket?" ungkap sang pria tiba-tiba.

Briana kembali menoleh, melihat Varen yang tampak hangat dengan jaket panjang dan rambut panjang yang tak terikat.

Briana belum membalas.

Varen menelengkan kepala.

"Dingin, kan?" tanyanya.

Briana menegakkan diri, dia kembali memandang pemandangan alam di depannya.

"Enggak."

Angin kembali berembus. Briana menarik napas dalam, menahan diri untuk tak kembali mengusap lengan telanjangnya untuk menciptakan friksi yang hangat.

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang