SEPERTI YANG TELAH disampaikan, Varen pulang lebih larut dari biasa. Alih-alih sore, lelaki itu berjanji akan kembali ke apartemen ketika malam tiba. Briana sudah hampir terlelap ketika bel apartemen terdengar.
Tayangan televisi yang hanya dijadikan pajangan kini sepenuhnya diabaikan. Briana telah menegakkan diri tanpa sadar. Dia bergegas menghampiri pintu masuk, mengira bahwa Varen telah kembali. Keinginan untuk bertemu sudah membuncah sejak sore tadi. Dia hendak berterima kasih dan juga meminta maaf atas ucapan menyakitkan yang diutarakan. Sejak mereka saling berkomitmen menjadi pasangan, baru kali ini Briana sangat ingin menemui sang lelaki.
Bayang sosok itu memenuhi benak. Untuk suatu alasan, dia merindukannya.
Bel apartemen telah berhenti berbunyi ketika Briana sampai di depan pintu. Dia membukanya dan hendak melemparkan pelukan ketika mendapati sosok yang jelas-jelas bukan kekasihnya.
Senyum di bibirnya meluruh dengan spontan. Dia perlu mengerjapkan mata untuk menyadari kedatangan dua tamu di hadapannya.
Umpatan pelan tertelan di tenggorokan.
Dia terlalu terkejut untuk bereaksi ketika pelukan kasar menghampiri. Lehernya serasa dicekik oleh lengan yang mengapitnya. Dia masih berdiri kaku selagi menarik napas dalam, berusaha keras untuk memupuk kesabaran.
"Adek gue! Apa kabar lo? Tiga bulanan nggak pernah ngontak lagi!"
Suara keras itu seperti menusuk gendang telinga. Briana menyipitkan mata selagi menepuk pundak sosok yang memeluknya, dia mencoba untuk melepas pelukan.
"Gue baik-baik aja, kecuali lo mau tetep meluk dan sekalian nyekik gue gini. Nanti gue bakal masuk rumah sakit," tandasnya, menyiratkan kekesalan.
Alih-alih melepaskan, sosok itu malah makin mengeratkan pelukan.
"Jahat lo, masa nggak kangen sama abang sendiri?" Dia balas menepuk punggung Briana keras-keras.
Briana memejamkan mata sekilas. Dia lalu berseru, "Prima! For God's sake!"
Di tengah keributan mendadak itu, suara lain menimpali, datang dari sosok yang hadir bersama Prima.
"Prim, nggak usah ngeledek Briana. Dia bukan bocah lagi."
Pelukan menyebalkan itu akhirnya terlepas. Prima tertawa, terlebih ketika dia melihat raut masam adik perempuannya.
"Something never change," tuturnya.
Tanpa penjelasan apa pun, dia melepas sepatu dan beranjak ke dalam begitu saja, seolah apartemen ini adalah miliknya sendiri alih-alih milik sang adik.
"Lo ada makanan apa, Dek? Gue laper banget, tadi nggak sempat ambil jatah makan malam," ungkap Prima dengan nada setengah berseru. Briana melihatnya berjalan menghampiri dapur.
Briana mengerutkan kening samar. Dia menghela napas pendek.
"Cari aja kalau ada," balas Briana sekenanya, dia lalu mengalihkan perhatian pada sosok lain di hadapannya. Ekspresi kesal segera meluruh. Dia mempersilakan sosok itu untuk masuk. "Kak Adam sama Prima kenapa tiba-tiba mampir?"
Adam, pria kurus tinggi berkacamata yang merupakan kakak sulung Briana, turut melepas sepatu dan beranjak masuk. Dia membenarkan tas laptop yang tersampir di bahunya.
"Firma kami sempat ada rapat di hotel dekat sini. Karena udah lama nggak ketemu kamu, jadi sekalian mampir aja," terang Adam. Dia menaruh tas laptop di sofa, lalu melepas jas gelap yang dipakainya. Dia menoleh pada Briana, melihat wajah tanpa kosmetik yang terlihat sedikit pucat. "Kamu sehat?"
Briana mengerjap. Dia memberi anggukan.
"Aku baik-baik aja. Kak Fara sama Ola gimana kabarnya?" ujar Briana, menanyakan keadaan kakak ipar dan keponakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound Together [END]
RomanceSahabat lelaki, bagi Briana, sosok bernama Varen Abimanyu hanyalah seorang sahabat lelaki yang dikenalkan oleh ibunya ketika dulu mereka masih kanak-kanak. Mereka tumbuh dan berkembang bersama, menyaksikan kejatuhan, perjuangan, dan pencapaian yang...