43 ; Tawaran

8.6K 1.1K 293
                                    

"ACARANYA MAKSIMAL TIGA jam. Di sana akan ada tiga acara utama, mulai dari pengenalan direktur baru dari PT Arta dan PT Limo Development Tbk., pengesahan merging perusahaan sawit asal Malaysia dengan Dikara Agro, dan juga pengenalan donatur baru dari yayasan Dikara Foundation," terang Varen ketika mereka masih dalam perjalanan menuju lokasi acara. "Satu setengah jam pertama, akan ada istirahat. Momen ini akan digunakan mereka untuk mengadakan pertemuan dengan para donatur baru, karena seharusnya acara terakhir itu diadakan terpisah."

Varen mengetukkan jemari di atas kemudi.

"Nanti, aku bakal memanfaatkan pertemuan dengan para donatur buat ketemu Sagala. Sementara kamu, seperti yang kubilang tadi, ajak Gema ngobrol atau apa, pokoknya jangan sampai kita ketemu sebelum aku selesai diskusi sama Sagala."

Briana menoleh, dia mencoba mencerna penjelasan Varen.

"Aku masih belum paham sama alasan kamu nggak mau Gema terlibat," awalnya. "I mean, aku tau dia mengenal kamu, juga sebagian track record-mu. Tapi, bukannya dulu kalian cukup akrab? Dia bisa bantu kamu bujuk suaminya, no?"

"Ada kemungkinan begitu, apalagi kalau aku kasih tau tawaran menguntungkan ini," aku Varen, menyetujui ucapan Briana. "Masalahnya, dia udah kesel duluan kalau tau masalah blacklist. Aku negosiasi buat cari untung, Sagala harus bantu, mau nggak mau. Kalau udah gini, kamu tau 'kan, tawaranku bakal semacam apa?"

"Sesuatu yang menguntungkan buat dia kalau gabung sama kamu, tapi dia akan sangat rugi kalau berada di kubu yang berbeda sama kamu?" tebak Briana.

Varen mengangguk.

"Exactly," konfirmasi Varen. "Gema itu teman yang oke. Tapi, dia nggak pernah setuju sama cara mainku yang kayak gini. Waktu dulu dia mau kubantu pakai duit hasil taruhan balap aja dia nolak. Dia bukan orang yang mudah menoleransi hal ginian, Bee. Susah."

"Gimana kalau suaminya cerita ke dia tentang tawaran kamu? In the end, Gema akan kasih masukan ke suaminya juga, kan?"

Varen menoleh. Dia tersenyum simpul, senyum yang memperlihatkan bahwa dia sudah siap menghadapi kondisi di luar rencana semacam itu.

"Aku tahu nama Sagala dari lama. Kami mungkin cuma sempat papasan beberapa kali. Tapi, dia tau aku, begitu pula sebaliknya. Dan dari yang aku perhatikan, dia bukan orang yang akan dengan mudah menceritakan urusan perusahaan ke orang lain, bahkan ke istrinya. Bukan karena kondisi pernikahan mereka yang mungkin kurang baik, I don't know what happen in their relationship, tapi lebih ke asumsiku yang malah menganggap dia sangat peduli ke keluarga kecilnya, apalagi Gema."

Varen memperhatikan jalan raya di depannya, turut menghentikan mobil ketika lampu lalu lintas berwarna merah.

"Aku sempat ngobrol sama Kiran, karena dia sempat bersinggungan sama dua orang ini," jelas Varen. "Dari yang dia bilang, Gala sangat terikat sama Gema, pernikahan mereka bukan cuma label. Dan aku tebak, Gema entah kenapa bisa bikin orang itu suka ke dia."

Briana menaikkan alis. Dia mengangguk.

"Understandable. Kita lagi ngomongin Gemala."

Varen ikut mengangguk.

"Itu dia. Terus, karena dia sepeduli itu ke Gema, dia pasti nggak akan bikin istrinya ikut stres, kan, dengan bawa-bawa masalah tawaran dariku?" Varen kembali menjalankan mobil begitu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. "Aku udah sempat cari tau tentang mereka. Sekarang Gema lagi hamil anak kedua."

Briana kembali mengerjap, cukup terkejut.

"Hamil?"

"Mm. Kemungkinan udah lumayan besar kandungannya, aku nggak tau pasti. Tapi, perempuan yang lagi hamil bagusnya nggak dibikin stres, right? Aku yakin, Gala nggak akan cerita tentang ini."

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang