4 ; 'Teman Dekat'

14.8K 1.4K 108
                                    

KAPAN BRIANA MULAI mengenal Varen?

Jujur saja, dia lupa waktu pastinya. Satu hal yang dia ingat adalah mereka sudah saling mengenal sejak kecil, terima kasih pada ibu mereka yang telah berteman. Keakraban masing-masing ibu turut memelopori pertemanan Briana dengan Varen, meski pada awal mengenal mereka sama sekali tidak akrab.

Bagaimana tidak, di mata Briana, Varen adalah anak laki-laki pemalas yang tidak bisa diandalkan. Dia terlalu sering bermain, membuat masalah, dan tidak pernah menganggap serius hal-hal penting di sekitarnya. Kebiasaan menyebalkannya itu sempat membuat Briana kesal setengah mati, apalagi ketika Varen terus-terusan mengunggulinya, meski dia jelas-jelas kurang berusaha dibandingkan Briana.

Kalah dari seseorang yang bahkan tidak berusaha keras itu rasanya sangat mengesalkan.

Jenius berengsek, adalah panggilan Briana pada Varen setelah dia mulai menoleransi keberadaan si lelaki.

Pertemanan sang ibu dengan Ibu Varen mengharuskan Briana untuk sering bertemu dengan Varen Kecil. Mereka bersekolah di sekolah dasar yang sama—dengan tingkat kelas yang berbeda, saat itu Varen masih menjadi kakak kelas—tempat latihan bela diri yang sama, SMP yang sama, hingga SMA dan kuliah.

Semasa SMA, Briana diberi sedikit udara segar untuk terbebas dari Varen. Namun, di tahun kedua SMA, dia kembali melihat batang hidung sang pemuda.

Briana sangat ingat, dia sedang makan dengan damai di kantin sekolah ketika tiba-tiba seseorang merangsek duduk di samping bangkunya. Camilan yang dia beli telah diserobot oleh anak kurang ajar ini. Dengan perilaku mengesalkan itu, Varen masih sempat tersenyum tanpa rasa bersalah.

"Long time no see, Bri. Gimana setahun sekolah tanpa gue? Sepi?"

Satu-satunya teman dekat Briana, Lily, yang tengah menemaninya makan langsung terlihat bingung. Lily adalah perempuan manis berkacamata yang menduduki peringkat parelel pertama jurusan sosial di sekolah mereka. Dibandingkan Varen, Lily adalah sosok yang amat rajin, disiplin, dan patuh. Segala hal tentangnya menyerukan banyak kelebihan. Satu kekurangan dalam diri Lily mungkin berpusat pada perilaku kikuknya, apalagi jika dia berhadapan dengan orang baru atau orang yang kelewat energik seperti Varen.

Lily langsung terlihat tidak nyaman. Briana menyalahkan Varen atas kondisi itu, apalagi ketika Varen meminta Briana untuk menemaninya berkeliling sekolah.

"Gue belum hafal tempat-tempat di sini. Ayo, kasih gue tour buat ngafalin jalan."

Ketika mengatakannya, dia sudah dipanggil-panggil oleh segerombol anak laki-laki lain. Briana melihat mereka, hanya untuk mengenali anak seangkatannya dan juga beberapa kakak kelas.

"Ren, jadi basket nggak?" seru mereka selagi antre membayar makanan.

Varen mengibaskan tangan.

"Skip dulu, Bang. Gue join sore aja!"

Dia lalu kembali menatap Briana.

"Ayo, Bri, mumpung masih istirahat!"

Briana menggulir mata dengan malas.

"Lo bisa minta bantuan mereka," ungkapnya.

Varen berdecak.

"Ya elah, gue maunya sama lo—" Kehadiran teman Briana baru disadarinya. Dia langsung mengulas senyum bersahabat dan mengulurkan tangan pada anak itu. "Halo, temennya Briana, ya? Gue Varen."

Mereka tiba-tiba berkenalan. Sepuluh menit berikutnya, Briana telah menjadi tour guide dadakan untuk Varen, ditemani Lily. Pasca pertemuan itu, hidupnya kembali dipenuhi oleh sang pemuda. Varen melibatkannya dalam banyak hal. Dia selalu menyeretnya untuk ikut nongkrong dengan teman-teman yang lain, menemuinya di kelas tiap kali dia membutuhkan bantuan mendadak—seperti dia yang lupa membawa buku paket dan perlu melihat tugas rumah Briana—memintanya membawakan minum dan camilan ketika dia bermain basket, sampai mengajaknya untuk kembali membuat usaha kecil-kecilan demi mendapat tambahan uang.

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang