28 ; Rumor

6.4K 1K 140
                                    

"PENYALAHGUNAAN KUASA?" BRIANA memandang layar ponsel dengan kosong. Layar tersebut menunjukkan unggahan video terbaru dari sebuah channel Youtube.

Sasha, salah satu kru film yang berposisi sebagai penata rias dan kostum, mengangguk.

"Dia nuduh kita melakukan itu. Makanya dari tadi hape lo nggak berhenti dapat notif medsos," ungkap Sasha.

Briana melirik layar ponselnya sendiri, melihat sekilas laman media sosialnya yang kini mulai dipenuhi kritik dan hujatan warganet.

"Cindy belum ngomong apa-apa tentang ini," timpal Briana. "Kenapa bisa sampai begini?"

"Mbak Cindy pasti lagi repot juga, Bri. Gue yakin, sebentar lagi ...."

Ponsel Briana tiba-tiba berdering. Nama kontak Cindy segera muncul.

Sasha menjentikkan jari.

"See?"

Briana menarik napas pelan. Dia meletakkan naskah film yang sempat digenggam. Ponsel Sasha dikembalikan. Dia keluar ruangan dan melewati segerombolan kru film, mencari tempat yang lebih sepi.

Begitu mendapatkan lokasi yang lebih kondusif, dia menerima panggilan telepon dari Cindy. Nada panik yang dia dengar sudah cukup menandakan adanya masalah. Cindy berbicara dengan sangat terburu-buru, kalimatnya tak beraturan dan susah dipahami. Briana perlu menyuruhnya tenang agar Cindy bisa berbicara dengan lebih baik.

"Tarik napas dulu, Kak. Jelasin pelan-pelan. Akar permasalahannya apa?" ujarnya.

Cindy memberi jeda sebelum menjawab. Dia mencoba menekan deraan panik.

"Awalnya dari dia yang tiba-tiba cancel seluruh kegiatan yang kita ajukan," balas Cindy, memulai penjelasan dengan lebih tenang. "Kegiatan ini udah direncanakan sejak dua minggu sebelumnya. Kami udah diskusi tentang tawaran kerja yang masuk ke dia. Dia udah setuju dan bahkan menyerahkan pengaturan schedule ke kita. Kalau jadwal yang ditolak cuma pembuatan video yang asalnya dari kita mungkin nggak apa-apa. Masalahnya, sebagian tawaran yang masuk ke dia itu berupa collab. Anak-anak gue yang membawahi dia udah reach out langsung ke pihak ketiga yang mau collab itu. Tapi, nggak semuanya menerima pembatalan mendadak itu dengan baik."

Cindy mengembuskan napas panjang.

"Ada sedikit problem. Pihak ketiga nggak mau batal dan minta penjadwalan ulang aja. Rachel tetep nggak mau. Sekarang, alasannya bukan karena jadwal yang bentrok, tapi karena dia merasa pihak ketiga ini kurang menguntungkan buat channel-nya." Cindy mulai terdengar frustrasi.

"Gue mikirnya, kenapa dia sempat menerima permintaan itu ketika akhirnya dia malah menolak? Apakah dia nggak crosscheck dulu sebelum menerima tawaran dari kita? Anak-anak gue juga bingung. Singkatnya, karena masalah ini, kami terpaksa bilang ke pihak ketiga kalau memang proyek mereka harus batal. Setelah itu, anak-anak gue nyoba mengingatkan Rachel kalau ke depannya dia harus lebih hati-hati sebelum menerima tawaran yang masuk, mereka menjelaskan konsekuensi yang bisa muncul kalau dia melakukan hal yang sama untuk tawaran berikutnya."

Briana duduk di bangku yang ada di dekatnya. Keningnya mengerut samar.

"Dia tersinggung?"

"Lebih dari tersinggung. Dia merasa diancam," jelas Cindy melalui telepon, dia terdengar lelah bercampur kesal. "Masalah itu harusnya udah beres waktu anak-anak gue mencoba meluruskan omongan mereka. Mereka juga udah minta maaf kalau pemilihan katanya kurang enak didengar. Masalah pembatalan jadwal juga udah beres. Kami udah menyampaikan itu ke pihak ketiga yang ngajak dia collab. Gue pikir, kalau udah gini harusnya udah beres, dong? Tapi, hari ini tiba-tiba dia upload video komplain kayak gitu. Like what the fuck? Audiens dia jutaan, tapi malah komplain di ruang publik. Orang gila," tandas Cindy.

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang