17 ; Dua Keluarga

6.9K 916 84
                                    

URUSAN PERIZINAN PERUSAHAAN mungkin memang harus ditangani langsung olehnya. Varen menahan senyuman kesal ketika salah seorang petinggi kantor pemerintahan pada akhirnya setuju untuk mempercepat pengeluaran surat izin usaha begitu dia memintanya bicara secara langsung.

Usahanya untuk berpakaian dengan lebih formal ternyata tidak sia-sia. Karyawan yang bertugas di badan pemerintahan itu langsung bersikap sopan dan segan begitu melihatnya datang. Karyawan itu juga mengikuti permintaan Varen yang ingin berbicara pada atasannya. Sang atasan pun teramat mudah diajak bernegosiasi begitu melihat penampilan Varen dan mendengar sekelumit penjelasannya mengenai kesuksesan E-merce di Eropa.

Dia benar-benar tak dapat menahan komentar sarkastis di akhir pembicaraan.

"Pelayanan publik ternyata cuma berlaku untuk masyarakat kelas atas saja, ya. Untung saja saya salah satu orang dari kelompok kelas itu. Sepertinya saya harus tetap kaya biar terus mendapat kemudahan semacam ini."

Varen menyaksikan ekspresi terganggu si atasan. Alih-alih merasa segan, Varen malah membalasnya dengan senyum sok sopan. Dia beranjak pergi tak lama kemudian, tak memberi opsi bagi lawan bicaranya untuk membalas.

Sesampainya di dalam mobil, dia memeriksa ponsel dan mendapati rentetan pesan dari Rachel.

Varen mengembuskan napas jengkel. Dia memberi balasan singkat untuk Rachel.

Acara makan malam keluarganya dan keluarga Rachel akan dilakukan malam ini. Dia perlu menggunakan kesempatan itu untuk mengutarakan penolakannya terhadap perjodohan mereka. Dia akan menegaskan bahwa dia keberatan dengan keputusan sepihak semacam itu. Dia tak memiliki ketertarikan khusus pada Rachel, apalagi berkeinginan untuk menikahinya.

Dia akan memastikan bahwa perjodohan tersebut gagal.

oOo

Makan malam keluarga Dhanureja dan Sambara bertempat di sebuah restoran bintang lima. Varen keluar dari mobil dengan penampilan yang lebih segar. Dia mengikat rambut panjangnya dengan rapi. Pakaian kasual yang biasa dikenakan juga diganti dengan setelan semi formal.

Dia menapakkan kaki di lobi hotel dan menaiki elevator menuju lantai tempat restoran berada. Manik mata mengamati angka elevator yang semakin naik hingga mencapai nomor enam puluhan. Begitu sampai pada lantai tertinggi, pintu elevator terbuka.

Varen menarik napas dan melangkah keluar. Dia memindai area restoran yang teramat sepi. Sejauh mata memandang, dia hanya mendapati pelayan dan petugas restoran saja. Pelayan itu pun langsung menyambutnya dan mengantarkannya ke ruang VVIP, tempat khusus yang sudah dipesan oleh keluarga mereka.

Varen mengangguk dan melangkah bersama pelayan tersebut. Dia belum sempat melihat kondisi sekitar ketika pelukan erat menerjang dengan tiba-tiba.

Sesosok perempuan muda telah merangkul tubuhnya. Suara sosok itu terdengar familier di telinga.

"Aku kira Abang minggat lagi!"

Varen melirik ke bawah, mendapati wajah familier seorang perempuan muda dengan pipi tembam.

Wajah tak berekspresi langsung sirna. Rambatan senyum menghiasi bibirnya.

Dia mengusap kasar rambut panjang yang sudah tertata rapi.

"Masih manja aja lo," komentarnya. Dia membalas pelukan. "Ulu-ulu, kangen ya sama gue?"

Yang diajak bicara langsung mendorong Varen menjauh. Dia segera merapikan tatanan rambut selagi menatap Varen dengan jengkel.

"Aku nyiapin rambut ini hampir dua jam! Masih ngeselin aja," gerutunya.

Varen tak memedulikan suara kesal itu. Dia tertawa.

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang