44 ; Sang Kawan

7K 982 222
                                    

MENEMUI TEMAN LAMA yang memang akrab denganmu adalah suatu hal yang menyenangkan. Briana tak keberatan untuk berbincang lebih lama dengan Gema kalau saja dia bisa terus menahan diri untuk tidak mengungkapkan maksud lain dari kedatangan mereka.

Mengenal Gema semasa kuliah, Briana cukup tahu pada kepandaian sosok ini dalam membaca situasi. Dia dan perempuan itu mungkin tak begitu dekat. Namun, Gema adalah sosok yang sangat supel, tak beda jauh dengan Varen dan Kiran. Dia bisa dengan mudah membangun suasana nyaman untuk berbincang-bincang, seolah dia memahami bahwa lawan bicaranya merasa segan ataupun canggung sehingga perlu sedikit dorongan agar lebih nyaman untuk berbicara.

Berdasarkan kecenderungan itulah Briana menjadi waswas jika Gema menyadari maksud lain dari kedatangannya dan Varen di acara ini. Tak seperti kekasihnya yang mudah membual, Briana sulit untuk menuturkan pengelakan. Jika memang ada yang perlu ditutupi, dia lebih memilih diam atau mengalihkan pembicaraan daripada mengutarakan kebohongan. Ketidakmampuan itu menyulitkannya untuk memberi alibi. Selain Varen, Gema mungkin adalah sosok yang bisa dengan mudah membaca gerak-gerik tubuhnya.

Perempuan itu sangat peka—atau mungkin kelewat peka dengan berbagai sinyal sosial di sekitarnya.

"Bukan cuma kebetulan 'kan waktu dia tiba-tiba hadir di sini?" tanya Gema ketika dia dan Briana menghampiri meja kosong setelah mengambil segelas minuman. "Gue sama Varen cuma kenal sebentar. Tapi, gue tau dia bukan orang yang tiba-tiba muncul ke acara yang nggak ada manfaat buat dia. Apalagi acara ini cukup tertutup." Mereka duduk bersebelahan. Gema tersenyum dengan terhibur, matanya sedikit menyipit. "Ayo, Bri, tell me."

Briana tahu, ujung-ujungnya dia yang malah akan dipengaruhi.

Dia mengetukkan jari pada gelas minuman, lalu balas tersenyum samar.

"Saham, Gem. Dia lagi cari perusahaan buat diinvestasikan," terangnya, tak sepenuhnya berbohong. Varen memang cukup tertarik dengan perusahaan fintech milik Dikara Group. "Lo tau sendiri, dia oportunisnya kayak gimana. Arta itu udah mulai mendominasi penggunaan e-wallet di Indonesia, kan? Sekarang dia lagi mau buka cabang E-merce lokal. Kemungkinan besar, dia mau mengadakan kerja sama E-merce sama Arta, sekalian cari ladang saham buat diinvestasikan."

Gema menyesap jus jeruk di gelasnya.

"Oh, yang itu. Kiran sempat cerita kalau mereka mau buka E-merce di sini."

"Lo sama Kiran sempat ketemu?" tanya Briana lagi.

Gema mengangguk pelan.

"Pertengahan tahun kemarin?" ujarnya, menimbang-nimbang. "Pokoknya, pernah ketemu. Jadi, sebenarnya gue nggak begitu kaget waktu lihat batang idung Varen di sini." Dia tertawa pelan. "Dan seperti yang gue perkirakan, cuma lo yang tahan sama dia."

Briana ikut tertawa.

"Dia nggak seburuk itu, Gem. Otaknya aja agak rusak."

"Rusak karena kelewat banyak ide-ide aneh yang dipikirin," balas Gema lagi. Dia tersenyum samar dan menaikkan alis selagi menatap lawan bicaranya. "That's why, gue agak curiga waktu lihat dia di sini. I mean, gue nggak bermaksud melebih-lebihkan. Waktu itu, Kiran sempat tek-tokan sama Gala juga, dan gue tau dia ada urusan bisnis yang cukup riskan. Nggak tau gimana awalnya, tiba-tiba perusahaan dia udah ada kontrak bareng perusahaan yang dulu dipegang adiknya Gala."

Gema mengedikkan bahu. Dia melanjutkan, "Gue tau, yang namanya bisnis nggak harus sama orang yang udah dikenal. Tapi, Gala bukan orang yang bisa dengan mudah percaya sama orang, apalagi perihal perusahaan. Setau gue, Kiran sama Varen nggak begitu kenal Sagala. Makanya gue penasaran sama Varen yang ke sini. Dia ada keperluan apa sama laki gue."

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang