42 ; Persiapan

8.5K 966 97
                                    

ACARA PENTING YANG sempat dibicarakan Varen akhirnya datang juga. Briana baru hendak bersiap-siap ketika Varen menghampirinya di kamar. Tak sepertinya, Varen baru pulang dari kantor dan sama sekali belum bersiap untuk acara malam ini.

Hubungan mereka mungkin memang sudah bukan lagi sekadar teman. Namun, Briana tetap ingin tinggal di kamar yang berbeda, mengingat banyaknya barang yang sudah tertata di kamar masing-masing. Dia tidak ingin repot dengan kembali menata barang. Varen sendiri tak keberatan dengan permintaan Briana.

Untuk itulah, Briana belum terlalu terbiasa jika tiba-tiba Varen menghampiri kamarnya. Empat hari terakhir sejak pulang dari Bali, dia sendiri yang berakhir tidur di kamar sang lelaki. Keningnya pun mengerut heran ketika melihat Varen berdiri di ambang pintu, masih mengenakan setelan kerja minus jas yang kini hanya digenggam.

"Mau berangkat lebih awal?" tanya Briana penasaran.

Varen bersandar di kusen pintu. Dia melipat kedua tangan.

"Bukan, tetap jam delapan."

Briana menaikkan alis.

"Terus? Sekarang masih setengah tujuh."

"Aku bukan mau buru-buruin kamu," balas Varen. Dia memandang Briana yang masih mengenakan jubah mandi. Rambutnya bahkan belum sempat dikeringkan. Varen mengedikkan dagu. "Kamu mau pakai baju apa?"

Briana kembali menatapnya heran.

"Belum tau. Mereka ada ketentuan dress code nggak?"

"Dari undangannya, sih, nggak ada."

Briana berjalan mendekati lemari. Dia membukanya lebar selagi menimbang-nimbang pakaian yang hendak dikenakan.

"Acara formal ... kamu maunya aku pakai dress yang gimana?" Dia bertanya balik. "Biasanya kalau ada movie premiere aku jarang pakai dress. Seringnya malah pakai blazer aja, bukan yang mencolok. Untuk acara perusahaan yang sering kamu datangi, pakaiannya gimana?"

"Paris sama sini standarnya pasti beda. Di sini nggak akan sebebas Paris buat urusan pakaian." Varen melangkah masuk. Ikut menjejeri Briana guna melihat lemari pakaian sang wanita. Barang-barang yang ada di sana tertata rapi, seperti prediksinya. Pandangan Varen mengedar. Dia tiba-tiba berkata, "Kamu nggak mau bikin walk-in closet aja, Bee?"

Briana sontak menoleh.

"Di apartemen ini maksudmu?" Dia menggeleng pelan. "Aku beli apartemen ini emang cuma buat sendiri, jadi ambil unit yang kecil, buat satu orang. Kamar kamu itu harusnya buat kamar tamu. Kalau di sini, aku nggak ada tempat lagi buat dijadiin walk-in closet."

"Jangan pikirin di mana dulu, aku tanyanya kamu mau nggak?" ulang Varen.

Briana memasukkan tangan pada saku jubah mandi.

"Boleh aja, biar lebih rapi dan mudah ditata." Dia mengerutkan kening selagi menatap Varen curiga. "Kamu nggak lagi berencana bikin rumah dalam waktu dekat, kan?"

Varen balas menoleh. Dia tertawa.

"Belum, mana sempet kalau sekarang. Aku tanya dulu," ungkapnya. Dia kembali menyelisik pakaian yang tergantung di lemari Briana. "Every color suits you. Tapi, aku suka lihat kamu pakai baju merah marun sama hitam. Those colors reflects your personality traits."

Briana menaikkan alis dengan tertarik.

"Personality traits?" ulangnya.

Varen mengangguk.

"Mm, hitam sama merah marun. Fierce and hot."

Briana mengerjap, lalu tertawa.

"Hot itu bukan ciri kepribadian," balasnya geli. "Ngawur kamu."

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang