32 ; Bukti

6.9K 999 122
                                    

MEMPELAI LAKI-LAKI DAN wanita telah memasuki panggung utama. Perwakilan masing-masing keluarga menyampaikan sambutan, dilanjutkan dengan pembacaan doa, pemotongan kue pernikahan, hingga perayaan puncak kebahagiaan pasangan dengan berciuman. Para tamu berdiri dari tempat duduk. Mereka saling bertepuk tangan, ikut bersuka cita.

Kemeriahan di sana ikut membawa kesenangan untuk Briana, meski dia tidak begitu mengenal kedua mempelai ini. Suasana yang hadir mengingatkannya pada kesakralan sebuah pernikahan, sebuah momen yang pantas untuk dirayakan setelah sepasang insan membuat keputusan besar untuk melanjutkan hidup bersama-sama.

Briana tak bisa menyembunyikan senyum selagi menatap kedua mempelai. Dia turut bertepuk tangan selagi mematrikan pandangan pada mereka, memperhatikan curahan rasa bahagia yang terpancar dari masing-masing wajahnya. Kebahagiaan mungkin memang menular. Dia sibuk terhanyut dalam suasana meriah sampai tidak memperhatikan lelaki yang berdiri di sampingnya.

Varen ikut bertepuk tangan. Namun, pandangannya jelas-jelas tidak terarah ke depan. Dia sedang menatapnya dan tidak repot repot untuk menyamarkan tatapan itu. Senyum tulus Briana akan sia-sia jika dilewatkan. Dia tak bisa mengalihkan pandangan.

Ketika kedua mempelai mulai menerima ucapan selamat, para tamu dipersilakan untuk duduk kembali. Lantunan musik dan hiburan lain kembali terdengar. Orang-orang diperkenankan untuk menyantap jamuan makan.

Dimas dan Natalie tidak terkecuali. Mereka segera menemui kedua mempelai agar dapat segera mencicip jamuan. Briana dan Varen menyusulnya. Mereka menemui kedua mempelai.

Ketika sampai di hadapan mereka, lelaki yang merupakan kenalan Varen langsung memberikan rangkulan ringan. Dia menyambut kedatangan Varen dengan akrab.

"Tinggal elu," ujar sosok itu setelah melepas rangkulan Varen. Dia tersenyum pada Briana, lalu kembali melihat Varen. "Gue tunggu undangannya."

"Undangan RUPS E-merce?" balas Varen ringan.

Kenalan Varen itu langsung tertawa.

"Yang itu nanti aja, kecuali kalau ada penambahan laba yang dialokasikan ke investor." Dia menggeleng pelan. "Maksud gue udangan yang lain!"

Varen ikut tertawa. Dia menjabat tangan kenalannya ini.

"Kalau lo masuk kuota. Tamu gue banyak, perlu dipilih-pilih," timpal Varen, setengah bercanda.

Sosok itu kembali tergelak selagi mengata-ngatai Varen selayaknya teman. Briana balas menyalami dan memberi ucapan selamat pada lelaki itu. Dia lalu merangkul ringan sang mempelai perempuan ketika mereka berhadapan.

"Makasih sudah ikut datang, Mbak Briana. Kalau tahu Mbak datang sama temennya Faris, aku pasti kasih undangan secara langsung."

"Nggak apa-apa," ujarnya dengan segera. "Kita dulu baru dapat kesempatan kerja bareng dua kali. Undangan khusus sebaiknya memang selektif." Dia mengulas senyuman dan menjabat tangan mempelai perempuan. "Selamat buat pernikahanmu, Renata. Semoga kita ada kesempatan lain untuk bertemu lagi."

Renata balas tersenyum. Briana turun dari panggung tak lama kemudian. Dia dan Varen mengambil kue dan juga segelas minuman. Mereka hendak kembali ke tempat duduk awal ketika Varen bertemu dengan temannya yang lain.

Briana sedikit pening dengan keramaian di sekitarnya. Oleh karena itu, dia menyapa teman Varen sesaat saja, lalu memberi tahu bahwa dia ingin beranjak ke tempat lain. Potongan kue dan jus anggur tergenggam di masing-masing tangan. Briana menapaki tangga lantai dua dan menemukan pintu menuju balkon gedung.

Pintu kaca itu digeser pelan. Briana menarik napas dalam ketika merasakan dengung keramaian yang mulai sirna. Telinganya terasa lebih dingin, kepalanya menjernih. Dia duduk di sebuah bangku yang tersedia di sana, duduk selagi menikmati kue yang sempat dibawa.

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang