12 ; Bantuan

9K 1K 112
                                    

VAREN MEMPUNYAI BANYAK kenalan. Mulai dari tukang parkir minimarket sebelah hingga sosok sekelas anak pejabat Prancis. Jaring pertemanannya ada di mana-mana. Namun, hanya segelintir orang yang benar-benar dia percaya. Selain Briana, sosok tersebut adalah kawan baiknya, Kiran Gasendra.

Varen tahu, Kiran sangat bosan melihatnya datang hanya untuk menyampaikan keluhan. Dia mungkin lupa, pada detik pertama sosok itu menerima tali pertemanannya, dia harus menerima konsekuensi lain yang melibatkan beban masalah tambahan. Bagaimanapun juga, Varen telah menarik Kiran keluar dari kehidupan mendung akibat rasa bersalah terhadap mendiang orang tuanya. Kini, giliran sosok itu yang harus membantunya.

Kantor perusahaan Kiran bukanlah tempat yang menyenangkan untuk dikunjungi. Oleh karena itu, malam ini, Varen mengundang sang kawan dekat dan juga beberapa kawan lainnya untuk mengunjungi bar yang sudah dia pesan secara khusus. Selama setengah jam lalu, mereka telah berbincang ringan sebagai 'perayaan' atas kembalinya dia ke kota kelahiran.

Kemal, Wira, dan Kevin adalah tiga orang lain yang diundang Varen untuk datang. Mereka bertiga adalah kenalan kuliahnya, dua dari kampus yang sama, sedangkan seseorang dari kampus kota sebelah. Varen adalah orang yang menyatukan mereka sehingga pertemanan mereka masih bertahan hingga sekarang. Mereka semua jarang berkumpul sejak Varen dan Kiran menetap di Paris. Untuk itu, tidak heran jika mereka bertanya-tanya ketika mendapat undangan dadakan seperti ini.

Wira membenarkan letak kacamatanya. Dia mengerutkan kening selagi menatap keempat temannya yang lain.

"Gue nggak sesukses dan sekaya kalian. Kenapa gue ada di sini?" tanyanya heran, sangat heran. "Sebenarnya ini reuni macam apa? Kenapa ada Kevin juga?" Dia mengedikkan dagu ke arah lelaki bongsor berkulit putih. "Dia dari kampus Bandung, bukan Jakarta."

Kiran menyesap minuman dengan daya alkohol rendah, merasakan rasa dingin di lidah.

"Tanya orang ini." Dia menunjuk Varen dengan ibu jari.

"Kurang kerjaan emang," balas Kemal, lelaki kurus tinggi yang tampak tidak ingin dilibatkan pada pertemuan absurd ini. Dia mengambil camilan yang tersaji di hadapannya, takkan menolak hidangan makan. "Gue mau jalan sama calon bini, jadi gagal."

"Mau bagi-bagi saham E-merce lo?" timpal temannya yang lain, Kevin. Dia mengunyah makanan, lalu mengangguk dengan penuh ketertarikan. "Boleh banget semisal lo mau bagi-bagi saham gratis."

Lihatlah kelakuan orang-orang yang mengaku sebagai temannya.

Varen menggeleng dramatis.

"Gue baru ketemu kalian lagi, lho. Pura-pura mau ketemu atau apa, bisa kali."

"Kita udah ketemu kemarin," balas Kiran dengan spontan. "Bosen gue liat muka lu."

"Kambing. Gue kagak ngomong sama lo," timpal Varen, sama cepatnya. Dia lalu bersandar pada sofa dan meminum minuman yang sama seperti Kiran. Dia menggoyangkan gelas yang dipegangnya. "Gue mau kumpul aja. Lo semua udah jarang nongkrong, kan? Gara-gara kerjaan?" Varen menjentikkan jari, lalu menunjuk dirinya sendiri. "Makasih sama gue, karena kasih hiburan mendadak. Kapan lagi bisa nongkrong kayak zaman kuliah dulu?"

Di hadapannya, Kemal mendengkus pelan. Dia tersenyum separuh dan mengedikkan bahu.

"Boleh juga. Toh lo juga yang bayar."

"Dari dulu juga Varen yang suka bayar traktiran," balas Wira. Dia ikut tersenyum, tidak lagi sekaku tadi. Gelas minuman diambilnya, dia menyodorkan gelas itu pada sosok yang mengundang mereka. "Cheers dulu buat CEO sinting kita?"

Varen ikut mendengkus. Dia berdecih, tetapi tetap menerima simbol perayaan itu.

"Makin alus juga omongan lo, mentang-mentang udah jadi pengacara."

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang