27 ; Memori

6.2K 936 68
                                    

MUG BERISI COKELAT hangat tergenggam erat. Pandangan Briana tertuju pada kumpulan foto yang tertempel rapi pada sebuah papan styrofoam. Fotonya bersama orang tua, kedua kakak lelaki, teman masa SMA, kuliah, hingga foto terbaru bersama kru film yang setahun lalu bekerja bersamanya.

Dulu, ketika masih menjalin hubungan asmara dengan Rama, potret diri sang pria dan dirinya juga tertempel di sana. Briana telah menyingkirkan semua foto itu begitu hubungan mereka kandas, begitu berita pernikahan Rama menghampiri telinga.

Dia tak suka menyimpan kenangan buruk. Segala kenangan yang hadir bersama pria itu, dia tak lagi ingin mengingatnya. Itulah mengapa potret Rama bersamanya tak lagi tertempel pada papan styrofoam. Berbeda dengan potret lain yang dari dulu hingga sekarang masih tersimpan dengan baik di sana.

Salah satu dari foto itu adalah foto diri sepasang muda-mudi dengan seragam sekolah. Dalam foto tersebut, lelaki remaja dengan seorang perempuan muda sedang berdiri berjejeran. Si pemuda tertawa, sementara si perempuan melihatnya dengan ekspresi terkejut, tampak tidak siap untuk ditangkap oleh kamera. Hasil foto tersebut buram.

Briana ingat, potret ini diambil saat masa SMP, ketika dia dan Varen menginjak bangku kelas tiga. Varen ingin mendokumentasikan tahun terakhir SMP mereka menggunakan kamera Briana. Dia mengatur timer otomatis untuk mengambil gambar. Kualitas jepretan itu sangat buruk karena Varen memang mengesalkan dan dia tak bisa mengatur timer otomatis dengan benar.

Briana tetap menyimpan dan mencetak hasil foto itu.

Kedua matanya kini beralih pada foto lain. Foto masa SMA, momen ketika Varen—untuk pertama kali—meraih peringkat pertama hanya karena ingin menang taruhan darinya. Pada saat itu, dia menarik Briana untuk berfoto dengan memegang piagam penghargaan dari kepala sekolah. Briana mendapat peringkat tiga dari jurusan sosial, sementara Varen peringkat pertama jurusan sains.

Wajah tampan itu terlihat congkak. Dia merangkul Briana dengan penuh kemenangan. Dan Briana terlihat kesal.

Ada pula foto-foto lain. Kali ini foto berkualitas jelek yang berisi dirinya sendiri. Hasil jepretan tak terencana itu adalah hasil karya Varen. Dia selalu merecoki kamera milik Briana tiap kali mereka bertemu. Kalau sudah menyentuh kamera milik sang wanita, dia akan mencoba memotret si pemilik kamera. Potret itu diambil dengan mendadak, tak jarang foto itu tampak buram atau memiliki fokus kamera yang kurang.

Briana tetap menyimpan dan mencetaknya, menempatkan foto-foto itu bersama hasil jepretan lain.

Pandangannya terpatri di sana.

Dia terdiam, selagi memikirkan masa-masa ketika mereka masih sering bersama, ketika mereka masih remaja dan hendak melepas bangku SMA.

Briana mengalihkan pandangan dari jejeran foto itu. Dia memandang jendela yang masih terbuka, menampakkan langit malam kota Jakarta.

Varen adalah sosok yang berharga buatnya.

Dia hanya tak tahu, apa arti berharga ini.

Apa yang dia inginkan dari dirinya dan sang pria?

oOo

13 tahun yang lalu ....


Gerimis membasahi rerumputan.
Tanah lapang yang keras mulai melunak akibat guyuran air. Bangunan sebuah sekolah berdiri megah di sisi kanan lapangan, memiliki lantai bertingkat dengan tinggi yang menjulang. Sebuah gedung lain ada di sisi yang lain. Pintu besinya sedikit terbuka. Tempat itu kering dibandingkan dengan tanah lapang yang kini diguyur air hujan.

Siapa pun orang yang berada di lingkungan itu seharusnya berteduh di gedung yang kering, bukan membasahi dirinya di bawah gerimis yang mulai lebat.

Briana tampak tidak memikirkan hal tersebut. Petang itu, dia masih berjoging mengelilingi lapangan. Rambut panjangnya diikat kuda. Celana dan sepatu olahraganya basah, begitu pula jaket olahraga yang dipakainya.

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang