6 ; Sendiri

8.7K 1.2K 49
                                    

BARU PERTAMA KALI Briana mensyukuri kemacetan kota Jakarta.

Kemacetan akan menyulitkan pengguna jalan untuk kebut-kebutan. Minimnya pengendara yang mengemudi dengan kecepatan tinggi dapat menurunkan kemungkinan terjadinya kecelakaan—selagi Briana mau mengalah dan membiarkan pengendara lain mendahuluinya.

Dengan kondisi yang sekarang, dia benar-benar tidak keberatan jika para pengendara lain ingin membalap. Dia rela berjalan lambat supaya kendaraan yang dipakai tetap aman. Biaya servis mobil mewah akan sangat menguras dompet. Cukup biaya produksi film yang mengancam nominal tabungan miliknya, dia tidak memerlukan pengeluaran tambahan.

Mengembuskan napas lega ketika melihat kafe yang dituju, Briana memarkirkan mobil dengan hati-hati. Dia lalu beranjak untuk memasuki kafe.

Liya, rekan kerja yang ingin ditemui, melambaikan tangan begitu melihatnya. Briana menghampiri lokasi yang ditempati sang rekan kerja. Dia menaruh tas selempang pada kursi dan menuturkan maaf atas keterlambatannya.

"Santai, gue baru sampai," ujar Liya dengan ringan. Dia menyodorkan buku menu pada Briana. "Pesen dulu aja. Tadi gue udah pesen duluan."

Briana membaca daftar menu di hadapannya. Tak sampai tiga menit, dia sudah memanggil pelayan untuk mengutarakan pesanan. Liya menggeleng pelan saat melihat kebiasaan sang teman. Begitu pelayan kafe beranjak pergi, dia langsung berujar, "Lo nggak berubah ya, Bri. Tiap pesen makanan atau minuman pasti selalu cepet. Sama sekali nggak mau lihat-lihat menu yang menarik?"

"Buat efektivitas waktu," timpal Briana seketika. "Makanan menarik bisa dicoba waktu kulineran, bukan waktu kerja."

Bekerja selama hampir dua tahun dengan wanita muda ini sudah cukup menebalkan hati Liya. Dia mulai terbiasa dengan ucapan frontal rekan kerjanya dan juga tingkat kedisiplinannya.

Liya tergelak pelan.

"Masih strict aja lo. Gue jadi inget, kemarin di acaranya Rama, lo ada kepentingan mendadak apa sampai harus pulang cepet?" Dia menatap Briana dengan terheran. "Ci Bella sama Mas Agung sempet ngajakin kita karaoke sepulang dari acara. Niatnya mau buat menghibur lo juga. Tapi, yang mau dihibur malah ngilang." Ada sorot khawatir di matanya. Dia menambahkan, "Lo beneran udah nggak apa-apa?"

Briana mengangguk.

"I'm fine," balasnya pendek, tanpa memberi penjelasan lebih.

Liya mengembuskan napas lega dan memilih untuk tidak lanjut membicarakan Rama. Selama ini, Briana selalu berusaha profesional dengan tidak mencampuradukkan masalah pekerjaan dengan pribadi. Liya ingin menghormati keputusan atasannya ini.

Dia mengalihkan pembicaraan awal mereka.

"Alright, kayak yang minggu kemarin lo bilang, gue udah kasih file skrip final ke Fajar. Dia kasih revisi untuk beberapa bagian. Semuanya udah gue sesuaikan. Lo mau lihat sekarang?"

Briana menegakkan diri. Dia mengangguk.

"Sure. Fajar kasih revisi di bagian apa?" tanyanya.

"Bagian penceritaan masa lalu tokoh Lani. Menurut dia, kalau background tokoh utama kedua terlalu digali, durasi film bakal terlalu panjang. Jadi, fokus cerita ada di Rendy aja," terang Liya pada Briana. "Mengingat film ini masuk ke heavy action, Fajar kasih masukan biar kita fokus ke aspek thrilling unsur aksinya."

Briana membaca dokumen digital pada tablet yang diserahkan Liya. Dia membaca dengan cepat untuk mengonfirmasi laporan yang didengarnya.

"Gue sempat mempertimbangkan itu juga. Latar belakang Lani kita bikin secara implisit lewat perilaku dia yang sekarang," komentarnya. "Pendalaman cerita Rendy sama ayahnya nggak ada yang dipotong, kan?"

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang