22 ; Satu Langkah

7K 927 44
                                    

AKSI DAN KONSEKUENSI selalu berjalan beriringan. Varen sudah memprediksi reaksi negatif Briana begitu melihatnya yang langsung beranjak begitu dia menyatakan perasaan.

Briana takkan bisa langsung menerima kejujuran Varen. Dia memerlukan waktu untuk menyerap semua realita itu. Kondisi ini kemungkinan besar akan merenggangkan kedekatan mereka. Konsekuensi semacam inilah yang selama ini dihindari Varen. Dia tak pernah siap untuk berterus terang karena dia mencegah munculnya suasana merepotkan semacam ini.

Dia tidak mau Briana menjauh. Namun, dia sadar, tak selamanya dia bisa terus mengulur waktu demi mempertahankan zona nyaman mereka. Dia tetap harus memberi tahu Briana untuk dapat menjalin hubungan lebih. Apalagi dengan situasi saat ini. Mulai dari Rachel, kemudian ... aktor sialan itu.

Varen mengumpat pelan. Dia menyugar rambut dan segera menghidupkan komputer.

Dia membuka akun gim kompetitif yang selama ini sempat ditinggalkan. Selagi mengenakan headphone, dia membuka menu gim untuk mulai memainkannya.

Dia benar-benar sedang memerlukan pelepas stres.

Melalui gim kompetitif semacam ini, dia akan mempunyai alasan untuk memaki orang karena gaya bermain yang buruk.

Server Asia Tenggara memudahkannya untuk menemukan pemain gim yang gampang naik pitam. Dia bisa sedikit memancing mereka untuk sedikit bersenang-senang.

oOo

Briana masih belum bisa bersikap biasa saja setelah kejadian tadi malam.

Dia mungkin takkan bisa bersikap biasa saja pada Varen setelah semua kejujuran yang disampaikan lelaki itu.

Melihat Varen akan langsung mengingatkannya pada kondisi hubungan mereka. Briana belum bisa kembali menghadapinya. Untuk itu, pagi ini dia berangkat lebih awal dan hanya meninggalkan catatan kecil untuk Varen mengenai sarapan. Dengan begini, dia harap Varen takkan terlalu mencurigai perubahan perilakunya. Briana tak sepenuhnya menghindar. Dia hanya membutuhkan waktu untuk ... memikirkan jawaban.

"Oi, Bri, lo denger suara gue?"

Briana mengerjap. Ucapan seseorang memecah lamunannya.

Perempuan di samping Briana menatap dengan sorot heran.

"Kelihatan puyeng banget lo, ada apa?" lanjutnya, dia menyuapkan makanan ke dalam mulut.

Briana menatap Bella, kemudian kembali menyantap menu sarapan mereka.

"Gue kurang tidur seminggu ini, lagi capek," balasnya, setengah berbohong.

"Karena lo terlalu ngejar target. Jadwal syuting agak mulur dari timeline juga nggak apa-apa kali. Kru sama pemainnya aja dapet work life balance, masa bosnya enggak?"

"Perpanjangan waktu syuting diadakan kalau memang ada masalah darurat. Masalah-masalah kemarin belum masuk kategori darurat, masih bisa gue handle." Dia menatap sosok di seberang meja. "Lo kenapa mau dateng ke sini, Ci? Kerjaan di kantor udah beres?"

Bella mengibaskan tangan.

"Kerjaan mah selalu ada. Gue ke sini buat hiburan." Dia menyangga sisi wajahnya, lalu tersenyum malas. "Aktornya, kan, ganteng-ganteng tuh. Apalagi ada yang brondong semacam Putra sama Rangga. Bolehlah kalau gue ke sini buat cuci mata."

Briana melirik rendah. Dia mendengkus.

"Inget, Ci, lo udah ada suami."

"Hey, cuci mata sama ngegebet orang itu beda, ya. Gue cuma mau liat artis, bukan selingkuh."

Briana tersenyum samar, sedikit terhibur. Dia melanjutkan sarapan sampai orang yang ditunggunya datang.

Sosok yang merupakan kru bagian properti langsung dia hampiri. Irfan, yang sebelumnya sudah dihubungi Briana, segera bertanya, "Kenapa, Bri? Tumben banget lo sampai harus ikut berangkat pagi."

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang