36 ; Dalang

6.3K 1K 93
                                    

"KETUA INSTANSINYA KETEMU anggota dewan?" tanya Varen pada seorang lelaki kurus tinggi yang memiliki goresan tato di lengan atas. "Selama seminggu ngawasin dia, lo lihat mereka ketemuan?"

Saat ini, Varen sedang berada di ruang operator sebuah gaming cafe, tempat yang serupa dengan warung internet, tetapi didesain dengan lebih modern dan kekinian. Lelaki yang sedang diajak bicara adalah Dipa, kenalan lama yang dulu menjadi kaki tangannya untuk melancarkan penjualan barang di laman dark web.

Mereka sempat putus kontak selama bertahun-tahun setelah Varen berhenti menggeluti kegiatan ilegal tersebut. Baru-baru ini, Varen kembali menghubunginya untuk mengawasi Rachel dan menyelidiki akar dari kendala yang dihadapi E-merce.

Dipa menggeser kursi kerja ke samping. Dia membuka laci dan melempar sebuah ponsel pintar pada Varen.

"Nggak lihat langsung, tapi lo bisa cek riwayat chat di hape itu."

Varen menangkap ponsel dengan sigap. Dia mengaktifkannya dan mulai membuka aplikasi chatting. Selagi menggulir layar ponsel, dia bertanya, "Ini smartphone orang itu?"

Dipa memutar bangku yang diduduki untuk menghadap Varen. Dia mengangguk.

"Lebih efisien ambil hape-nya langsung ketimbang nge-hack isi hape-nya. Boomer itu ceroboh banget, Man. Nggak susah buat ambil hape mah."

Varen sangat mengerti cara kerja Dipa yang cepat. Dia lebih senang mengambil jalan pintas ketimbang melaksanakan rencana yang rumit. Inilah alasannya pernah bekerja sama dengan sosok ini. Dipa mengenal lapangan yang tak sering ditapaki Varen. Varen bisa meminta bantuannya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan mencurigakan.

"Mereka cuma janji ketemuan tanpa bahas mau ngomongin apa, alasan mereka ketemu bisa karena banyak hal, bukan cuma buat nyuruh ketua ini ngerecokin gue," ucap Varen setelah membaca teks obrolan dari layar ponsel. Dia melirik Dipa, menatap dengan sorot bertanya. "Kenapa lo kasih petunjuk nggak jelas gini?"

Saat itu, Dipa langsung menggeleng dengan tidak menyangka. Dia berdecak pelan.

"Elu sih, kelamaan di luar negeri, jadi lupa sama ini orang." Dipa menunjuk ponsel yang dipegang Varen. "Pejabat ini, tuh, anggota dewan yang sepuluh tahun lalu pernah jadi tersangka korupsi penggelapan dana UMKM. Ada dua orang yang kejerat kasus itu, Bupati Kapuas, Heri TJ, sama anggota dewan ini, Widoyo. Lo beneran lupa?"

Varen terdiam sesaat, seolah sedang memilah informasi di kepalanya.

"Widoyo ... orang yang data pribadinya kita jual ke dark web?" tanya Varen, mengonfirmasi.

"Bukan kita, itu kerjaan lo doang, gue cuma cari kliennya aja. Yang jelas, setelah data pribadinya dijual, nggak lama kemudian kasus korupsinya muncul. Buyer kita mungkin pakai data itu buat dijual ulang atau buat kepentingan lain. Asumsi gue, dia pakai data itu buat morotin ini orang, menyeret orang itu biar kena kasus korupsi, tapi juga minta duit dengan iming-iming bakal bantu orang ini bebas dari kasus. Lo inget, kan, nggak lama setelah kasus itu beredar, tiba-tiba dia nggak jadi ditetapkan sebagai terdakwa?"

"Bukti data kekayaan itu tiba-tiba diklaim palsu," timpal Varen. Keningnya mengerut samar. "I see. Jadi, dari sini akarnya."

Dipa menaikkan alis, dia menatap Varen dengan bingung.

"Ini baru petunjuk dikit, lho. Kita belum tau kenapa dia tiba-tiba merecoki elo. Identitas lo nggak pernah tersebar. Dia nggak tau siapa lo dan kita bukan orang yang secara langsung morotin duit dia lewat kasus korupsi."

Varen mendengkus pelan. Dia mengembalikan ponsel itu pada Dipa, balas melemparnya.

"Udah jelas, ada orang yang kasih tau identitas gue ke dia." Varen bangkit berdiri. Dia mendekati meja komputer di depan Dipa. "Isi data dari smartphone dia udah lo salin ke komputer?"

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang