63 ; Kebebasan

6.5K 708 45
                                    

INFORMASI TERBARU MENGENAI hasil seleksi penghargaan film tingkat internasional membuat Briana terburu-buru kembali ke kantor setelah menyelesaikan rapat dengan para sponsor. Dia segera menemui Bella, Fajar, dan Agung—tiga petinggi rumah produksi sekaligus rekan kepercayaannya—untuk mendengar berita yang baru didapatkan siang tadi.

Ketiga rekannya itu sedang berkumpul di ruang rapat, kemungkinan masih membahas sisa-sisa diskusi dari hasil rapat internal. Mereka bertiga menoleh ke arah pintu saat mendapati kedatangan si pemilik perusahaan.

"Gimana?" tanya Briana langsung, terdengar cukup penasaran. "Ada kabar bagus?"

Bella melirik kedua rekan kerjanya yang lain. Saat mendapati kontak mata itu, Agung langsung buka suara. Dia menarik kursi di sampingnya dan menawarkan sebotol minuman pada Briana.

"Lo abis ngebut, kan? Sini duduk dulu."

Briana memandang ketiga rekan kerjanya. Dia beranjak mendekat dan meletakkan tas di atas meja. Ketika mendaratkan diri di samping mereka, dia tersenyum samar dan berkata, "Belum lolos, ya?"

Fajar mengembuskan napas panjang. Pria berkacamata itu menyandarkan diri pada punggung kursi.

"Unfortunately, kita belum bisa tembus seleksi Asia, meski udah lolos tingkat nasional dan Asia Tenggara." Fajar menoleh pada Briana. "Jepang sama Korea Selatan selalu susah kalau udah jadi saingan. Industri film mereka udah mendunia, jauh lebih bagus dari kita."

Briana tidak bisa menampik fakta itu. Tantangan terbesar untuk bisa memasuki pasar perfilman di wilayah Asia adalah menyaingi kepopuleran film dan series film yang dihasilkan oleh dua negara Asia Timur tersebut. Pekerjaan rumah mereka masih banyak. Ada berbagai faktor yang menghambat mereka untuk mengejar kesuksesan dua negara adidaya Asia itu. Briana sama sekali tidak heran, dia sudah memprediksi skenario terburuknya.

Merilekskan diri pada kursi, Briana membuka botol minum. Dia meredakan dahaga sebelum membalas ucapan rekan kerjanya.

"As expected, emang belum waktunya. Kita masih harus banyak belajar."

"Lolos seleksi nasional dan Asia Tenggara udah bagus, loh, Bri," timpal Bella selagi menyangga sebelah pipinya dengan satu tangan. Dia memandang Briana dengan bangga. "Negara kita punya banyak sutradara berbakat. Bisa mengungguli mereka yang ada di dalam negeri aja udah jadi prestasi yang luar biasa. Langkah pertama lo udah lebih dari oke."

Agung melipat kedua tangan di depan dada. Dia tersenyum simpul pada Briana.

"Gue setuju sama Ibu Humas," timpalnya. "Lo udah terbukti berbakat di bidang ini, Bri. Kita cuma butuh waktu sampai bisa ningkatin kualitas film dan dapat penghargaan besar itu."

"Persentase lolos seleksi Asia emang rendah. Cukup mustahil buat lolos cuma dalam sekali coba. Lo harusnya nggak berharap banyak," ungkap Fajar, menambahi.

Briana tertawa atas ucapan salah satu rekan kerjanya. Dia kembali meletakkan botol ke atas meja.

"Gue tau. Lo kalau ngomong selalu tajem, Bang." Briana menarik napas pelan dan mengangguk. "Gue sempet berharap aja, siapa tau hoki. Tapi, faktanya kita emang perlu usaha lebih besar biar lebih siap ikut kompetisi ginian. Hasil yang sekarang nggak begitu mengecewakan." Briana menatap Bella, Fajar, dan juga Agung. Dia mengulas senyuman. "Apa pun hasilnya, gue cuma mau say thanks ke kalian. Kalau waktu itu gue nggak dibantu kalian bertiga, Asa Tak Bersua nggak akan dapat spotlight sebesar ini."

Bella tersenyum separuh. Dia mengibaskan tangan.

"Jangan bikin suasana melankolis gini, Bri. Entar gue makin nangis gara-gara lo tinggal ke Paris."

Bound Together [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang