"Kenapa kaya kita nggak ada usaha sih, buat cari pendonor kornea aja susah banget! Udah bertahun-tahun loh, yaampun," keluh Keandra beracak pinggang.
Kalandra menghembuskan napasnya. "Ya mau gimana, ngga setiap kornea mata orang cocok di Viola. Belum juga ada halangan lainnya, kita cuma harus sabar Nakula ... ini tentang ketepatan bukan kecepatan," sahutnya sembari menyeruput secangkir teh hangat.
Keandra menatap jengah kembarannya.
"Kalian tenang aja, Raja lagi usahain itu semua," cetuk Pandu muncul dari dapur, "kita bantu doa semoga secepatnya ada pendonor lagi."
"Tapikan harusnya kita ngga diem terus-terusan, Bang! Kita harus gerak cepet buat dapetin pendonor kornea yang cocok," sela Keandra.
Pandu memandang rintik hujan yang mulai turun. Kenyataan kembali membawanya untuk sadar bahwa tidak semudah itu menemukan pendonor yang cocok untuk adiknya. Berkali-kali sudah mencoba tetap saja ada hal yang membuat mereka gagal.
"Viola pengen dia bisa liat sebelum Nathan wisuda, sedangkan bentar lagi si tengil itu mau wisuda ..."
"Nggak ada yang perlu dikhawatirkan Nakula, kalau udah ada jalan yang disiapin ama Tuhan nanti kita juga dapat petunjuknya. Kamu hanya perlu yakin akan hal itu," potong Pandu tersenyum simpul.
Itu memang bukan kalimat janji melainkan hanya rentetan kalimat yang mungkin akan memicu rasa tenang, atau malah sebaliknya.
"Oh ya, jangan ada pikiran nekat buat donorin kornea punyamu. Kalau sampe Viola tau hal ini, dia pasti marah," tambah Pandu kemudian pergi dari sana.
Bahu Keandra merosot, huh niatnya dia hanya ingin melihat adiknya itu bahagia tetapi kenapa serumit ini?
"Daripada lo kaya gitu, mending lo juga usaha jangan cuma ngandelin Bang Raja," ucap Kalandra menepuk singkat bahu kembarannya dengan senyuman tipis, "nggak ada salahnya lo berusaha, tapi bukan dengan donorin kornea mata lo. Cari pendonor yang tepat buat Adek kita. Semangat Nakula!"
***
"Maaf ya Ola, kita jadi kemaleman pulangnya. Mana hujan lagi, gara-gara aku telat jemput ya gini," ucap Nathan meringis getir sembari menunduk sedih menatap curah hujan yang semakin deras.
Dirinya telat menjemput gadisnya karena adanya satu alasan, ya apalagi selain ketiduran? Selepas pulang dari kampus, ia langsung berkumpul untuk sparing basket dengan kawan-kawannya. Karena merasa lelah juga dirasa waktu masih cukup, dirinya tertidur diruang ganti.
Tau-tau, hari sudah beranjak sore. Selama itukah dirinya tertidur?
Dan berakhirlah mereka berdua disini, dihalte tempat biasa orang menunggu angkutan umum guna berteduh dari lebatnya curah hujan yang turun, tadi gadisnya yang bersikeras meminta mampir untuk membeli boba sepulang les tadi-sudah ia duga, awan mengepul berwarna hitam sudah bisa dipastikan akan turun hujan, tetapi yang namanya Viola-si gadis keras kepala yang permintaannya harus dituruti.
Lagian mana mungkin dirinya tak mengabulkan permintaan gadisnya?
Gadis yang sedari tadi sibuk mencodongkan tubuhnya menadahi air hujan itu berdehem, tak lama ia juga tersenyum hangat, seraya berkata, "Nggak papa ihh, jangan sedih gitu. Mesti jelek mukanya," katanya menjulurkan lidah.
"Siapa bilang aku sedih?"
Gadisnya mendekat. "Mata aku mungkin gak lagi bisa berfungsi dengan baik, tapi telingaku masih bisa denger nada suara kamu, Nathan. Jangan sedih, gapapa kita neduh dulu disini bentar lagi juga hujannya reda," imbuh Viola terus menampilkan senyum walau kini tubuhnya sudah mulai menggigil kedinginan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Prince
Jugendliteratur"Suatu saat aku pengen bisa liat kamu, Nathan. Semoga aja nanti pas kamu wisuda udah ada pendonor dan aku bisa liat wajah ganteng tunanganku ini." "Nathan, kamu denger aku?" Hening. "Aku janji. Suatu saat pasti kamu akan bisa ngeliat lagi indahnya s...