Keandra berlarian masuk, gurat bahagia tak lagi bisa disembunyikannya. Menciptakan lengkungan senyuman yang tercetak apik diparas tampan miliknya, setengah mengatur napas dia berteriak kencang, "BUNDAA! AYAH! SADEWA BAWA KABAR BAHAGIA!"
Hari sudah berganti, setelah kemarin malam mereka mendapatkan kejujuran langsung dari gadis yang dikira tidur bersama Nathan hingga menciptakan beberapa penyesalan yang menggerogoti hati masing-masing kini secercah harapan kembali muncul. Melambung kepermukaan menyebabkan rasa bahagia yang terlampau luar biasa.
"BUNDA! AYAH!"
Dua orang paruh baya menatap jengah si putra bungsu, beberapa kali menghembuskan napas kesal karena teriakan yang memekakkan telinga. "Kamu bisa nggak gausa teriak-teriak?! Kuping Ayah sampe sakit dengernya!" tutur Arkana memijat pelipis.
Keandra mendekat, diberikannya sebuah amplop putih bertuliskan Lentera Kasih. Senyuman tak lepas dari wajahnya.
Sebuah kerutan didahi muncul, tak lama dari itu Gendhis mendekat untuk melihat lebih pasti apa yang dibawa putranya. "Rs. Lentera Kasih?" gumamnya lirih.
"Apalagi ini? Dokter Arif ngasih harapan palsu lagi?" beo Arkana mendengkus.
Mungkin benar adanya, beberapa kali mendapatkan surat dari rumah sakit yang sama yang juga menangani putri semata wayangnya hanya membuahkan rasa kecewa. Tak memungkiri, perasaan Arkana saat ini hanyalah takut, takut untuk melambungkan harap kemudian dijatuhkan begitu saja.
Bukan sekali dua kali, mungkin sudah hampir enam kali Rs. Lentera Kasih mengabarkan melalui surat bahwa mereka sudah menemukan donor yang pas untuk Viola, putrinya. Tetapi apa? Terakhir kali mereka berusaha membangun kepercayaan, nyatanya itu harus dipatahkan oleh kenyataan, lagi.
Kalian tentu saja ingat, kan? Saat pernikahan Viola akan segera terlaksana, ketika itu juga ada kabar pendonor sudah ada. Lalu apa yang terjadi setelahnya? Apa Viola langsung bisa melaksanakan operasi sesuai prosedur? Apa Viola langsung bisa melihat keindahan dunia lagi? Apa seluruh individu dirumah Arkana merasakan kebahagiaan setelahnya?
Tidak.
Hasilnya adalah nihil.
Operasi tidak dilakukan, Viola belum bisa melihat keindahan dunia juga memandang ketampanan kekasihnya. Bukan kabar bahagia, melainkan rasa kecewa yang membuat kepercayaan diri mereka rapuh secara bersamaan.
Arkana menghela napasnya, pria yang umurnya sudah tak lagi muda itu memilih untuk menjatuhkan bokongnya disalah satu sofa panjang ruang tamu. Sembari memijit pelipisnya pelan berupaya agar rasa pening yang melanda hilang.
Gendhis tersenyum tipis untuk membalas keceriaan sang putra. Diraihnya amplop tersebut, lalu berucap, "Bunda yakin ada satu hal yang membuat kamu bisa sebahagia ini, tapi kamu harus ingat satu hal Sadewa. Kita tidak boleh berekspektasi tinggi, takut nantinya hanya akan membuahkan kekecewaan lagi."
Mendadak senyum Keandra memudar, dirinya menunduk.
"Ini surat dari Dr. Arifin?" Keandra mengangguk pelan.
"Kamu sudah baca isinya?" Hanya anggukan kepala yang menjawab.
Gendhis menepuk pundak putranya, melanjutkan kalimat yang sempat tertunda, "Nggak ada salahnya kita bangkit untuk berusaha kembali."
Senyuman itu, senyuman tulus dari seorang ibu. Keandra menganggukkan kepala mantap, ditatapnya sang ayah lalu tanpa aba dia menjerit, "VIOLAA! Are you ready to see the beauty of the world, again?"
7 jam berlalu
Dengan degub jantung yang tidak beraturan, Viola berusaha menegakkan tubuhnya. Rasa tak sabar, bahagia, haru bercampur menjadi satu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Prince
Teen Fiction"Suatu saat aku pengen bisa liat kamu, Nathan. Semoga aja nanti pas kamu wisuda udah ada pendonor dan aku bisa liat wajah ganteng tunanganku ini." "Nathan, kamu denger aku?" Hening. "Aku janji. Suatu saat pasti kamu akan bisa ngeliat lagi indahnya s...