Chapter 18

1.4K 42 2
                                        

Nathan lekas mengemasi barang-barang miliknya, bolpoint juga beberapa buku yang ia bawa dimasukkan kembali dalam tas, jam kuliah telah berakhir ia akan segera menjemput gadisnya yang hari ini ada jadwal les huruf braille. Tak sabar akan itu, tanpa menyapa sahabatnya lain ia langsung keluar menuju parkiran.

Nyatanya hari ini cuaca terlihat tidak mendukung, awan hitam sudah mengepul berkumpul bersamaan dengan hujan rintik yang lekas turun membasahi tanah. Ia berdecak, sudah bawa motor pakai hujan segala.

“Loh belum pulang juga, Nath?”

“Lo pikir?”

“Hadeh, nih bocah diajak basa-basi susah banget. Lo bawa motor hari ini?”

“Pikir aja sendiri, Dav.”

David mendengkus, sahabatnya yang satu ini memang tipe-tipe datar, dingin sekaligus menyebalkan. Memang sih dia tampan, bertalenta, cerdas-tapi mbok ya jawab yang enak didengar gitu loh apa susahnya.

“Ngapain?”

“Hah?”

“Lo ngapain masih disini?”

Tuhkan, baru juga ia punya niatan baik ingin menemani Nathan eh malah bocahnya sendiri terkesan mengusirnya perlahan. Dasar manusia tidak tau terimakasih!

“Apa?”

“Kagak jadi, yaudah deh gue pulang kebetulan hari ini bawa mobil yekan ... lo lain kali bawa jugalah mobil keren punya lo itu, musim hujan inih!” kata David lekas melambaikan tangan dan berjalan menjauh.

Cowok itu memasang headphone, menyalakan musik sembari menunggu hujan reda. Tetapi sepertinya ini akan lama, dilihat dari banyaknya juga curah hujan yang semakin lama semakin deras. Huft, menghela napas sebentar ia menatap sekitar.

Masih ramai akan orang-orang, saat dirinya akan membuka ponsel karena musik yang dinyalakan tiba-tiba mati ternyata ponsel itu lowbat. Oh anjing sekali hari ini, sudah hujan jadi telat menjemput gadisnya ditambah handphone yang lowbat tidak bisa mengabari.

Kalaupun ia menerobos hujan maka tak ada gunanya juga, malahan ia akan basah kuyup sampai ditempat les gadisnya-maklum ia tak pernah membawa jas hujan. Pulangnya pun pasti juga menunggu reda hujan, kemudian dilangkahkan kaki jenjangnya menuju tempat duduk dikoridor kampus.

Dipikir daripada tidak ada kegiatan alias gabut, dia membuka tas merogoh-rogoh lekas mencari buku novel yang belum tamat dibacanya. Selanjutnya ia duduk anteng sembari membaca buku juga melihat hujan menunggu kapan akan reda.

Disulutnya sebatang rokok lalu dihisapnya perlahan. Sejak kapan ia jadi perokok? Tentu saja semenjak kejadian dimana gadisnya dicelakai oleh orang tak dikenal itu.

Dulu, dirinya tidak seperti ini. Dia cupu, sama seperti namanya-Jonathan Cupu Ganendra. Namun saat ini keadaannya sudah berubah 360°, ia yang dulu dikenal sebagai cowok lemah lembut sekarang menjadi kasar dan tempramen. Tidak sabaran juga terkesan menuntut, datar dan dingin kepada semua orang kecuali Olanya.

Jika beberapa tahun silam ia dianggap anak cupu, sekarang keadaan berbalik. Semenjak kejadian yang menjadikan penglihatan gadisnya hilang, Nathan bertekad untuk bisa menguasai seluruh jenis kegiatan pembelaan diri. Termasuk juga ia rajin nge-gym untuk membentuk otot tubuh yang bagus.

Ia sudah bersumpah akan menjaga gadisnya dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri. Ya, dirinya menjadi seperti sekarang karena Ola, dan hanya untuk Olanya.

Keadaan semakin lebih baik kala ia berhasil melampaui batas diri, ia menjadi sosok yang cerdas, serba bisa apapun itu macam olahraga, fisik pun mendukungnya. Walau dalam sisi negatif ia masih punya, namanya juga manusia-dia mudah kehilangan kendali diri, dia itu pemarah juga tidak terlalu pikir panjang dalam mengambil keputusan.

Menghela napas pelan, hujan mulai reda meskipun masih ada beberapa rintik yang membasahi bumi. Sejenak ia menghirup napas rakus, hendak bangkit sebelum akhirnya tangan kekar itu dicekal oleh seseorang.

“Jo, please maafin gue.”

Ditepisnya kasar tangan gadis itu, tak peduli. Ia melangkahkan kaki melanjutkan perjalanan ke parkiran.

“Jo, please maafin gue ...”

“Dengerin dulu penjelasan gue, Jo!”

“JONATHAN!”

Nathan memejamkan matanya sejenak. Ia berhenti, kemudian membalikkan badan.

“Jo-”

“Berhenti ganggu gue anjing! Gue jijik sama lo, bitch!”

Gadis itu tak menyerah, ia tetap memegang pergelangan tangannya. “Please, Jo.”

Dihempaskannya kasar hingga gadis itu terhuyung ke belakang beberapa langkah. “BACOT!”

Tiba-tiba seseorang datang, ia mendorong tubuh Nathan hingga si empu terjatuh. “Udah gue bilang nggak usah kasar sama cewek, brengsek!”

Nathan bangkit, menepuk baju juga celananya. Ia terkekeh lirih melihat Guntur, sebelum pergi ia berkata, “Urusin tuh jalang, gue ga butuh.”

Dangerous PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang