Chapter 49

614 22 1
                                    

"Nathan, akhirnya kamu dateng juga. Aku udah lama banget tauk nunggunya, kamu kemana aja sih? Dari dulu kamu nggak pernah berubah ya, selalu aja telat jemput aku," celoteh seorang gadis dengan sunggingan senyum diwajah ayu miliknya.

Guntur menghela napas untuk entah berapa kalinya, dia menoleh ke arah orang yang berlalu lalang dijalanan. Mendadak suasana hatinya berubah begitu saja mendengar namanya kembali disebutkan. Diam-diam dirinya hanya bisa tersenyum miris, kapan kehadirannya akan diterima disini?

Bukan, bukan sebagai dia. Namun sebagai Razgav Guntur Adhiyaksa.

"Nathan, kenapa kok diem? Aku ada salah omong ya?"

Guntur masih diam, dirinya tak tahu harus mengekspresikan bagaimana perasannya kali ini. Tetapi dilihat dari matanya, ia tidak bisa memungkiri bahwa ada denyutan nyeri dihati kala kedua telinganya mendengar gadis yang kini menempati hatinya menyebutkan nama orang lain.

"Nathan?"

"Ini gue, Guntur."

Senyum diwajah gadis itu memudar, mendadak dilepaskannya genggaman tangan Guntur perlahan. Tubuhnya menegang.

Disini barulah Guntur menyadari suatu hal, selama kebersamaannya bersama Viola mungkin sekitar sepuluh hari masa pendekatan yang ia lakoni, Viola hampir setiap hari menganggapnya sebagai Nathan walaupun itu adalah ketidaksengajaan gadis itu. Lagi, lagi ia hanya bisa tertawa getir menertawakan dirinya sendiri.

Sejak kapan dia berharap Viola akan belajar menerima juga mencintainya?

Kapan terakhir kali ia merasa bahagia selain bersama gadis ini?

Guntur sepenuhnya sadar, selama sekitar tujuh hari terakhir dia merasa ada kenyaman berada didekat Viola. Merasa senang kala gadis itu tertawa karenanya, merasa tenang ketika Viola menggantungkan diri kepadanya. Jadi, tak ada salahnya bukan ia menaruh harapan?

Anggap saja memang dia menjilat ludah sendiri, tetapi memang kebenarannya seperti itu. Lama-lama, Guntur mulai membuka hatinya untuk Viola. Dia mencintai gadis itu seiring berjalannya waktu disetiap saat kebersamaannya.

Tapi, dia terlalu gegabah dengan menganggap setiap perhatian kecil dari Viola adalah bentuk rasa menerimanya dikehidupan gadis itu. Dugaannya salah, hati Viola masih sepenuhnya milik Nathan.

Nyatanya sepuluh hari yang niatnya ingin digunakan sebagai masa pendekatan, hanya sisa-sia.

Viola tak pernah menganggapnya ada, Viola tak pernah menerima dirinya,
Bahkan satu hal yang pasti, selama ini Viola menganggap dirinya sebagai orang lain.

"M-maaf," cicit Viola gemetar.

Menghembuskan napasnya tenang, Guntur tersenyum tipis. "Nggak papa, ayo pulang. Atau mau mampir dulu?" tanyanya dengan nada selembut mungkin.

Viola menggeleng pelan.

"Yakin nggak mau mampir?" Guntur melihat jam tangannya. "Masih terbilang sore nih, nggak mau nyoba jalan-jalan?" tawarnya.

"Eng-enggak."

"Kalau gitu jangan murung dong, senyum dulu. Gue nggak papa beneran, tapi kalau gue boleh tanya dan lo bisa jawab sejujurnya. Lo masih berharap Nathan balik, iya kan?"

Viola mengerjap, wajahnya menunduk bersamaan dengan sudut netranya yang berair.

Guntur menuntun gadis itu, mengajaknya duduk dibangku yang tersedia. Mengusap punggung Viola dengan lembut, lalu melanjutkan kalimatnya, "Nggak papa lo jujur aja, gimana perasaan lo sekarang? Lo bahagia sama keadaan ini? Jangan nutupin apapun dari gue, karena gue tau ... lo lakuin ini dengan terpaksa, kan?"

Dangerous PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang