halloww guys, aku update lagi nih!
kuy kuy ramein dong, komen yang banyak ya!
.
mutual ig? bowwlee banget
.
tulis kesan kalian setelah baca part ini ya💗-!***
Mungkin kalau bukan karena mama, dia akan langsung menerobos tanpa mau menunggui keluarganya yang sangat lama berdandan tak terkecuali papanya sendiri. Seolah mereka memang sengaja mengulur waktu untuk memberikan ruang kebebasan acara gadisnya.
Setelah sekian abad rasanya tak menginjakkan kaki dirumah mewah Arkana, tubuh Nathan rasanya kaku dengan rasa haru yang membuncah dada. Ditatapnya bangunan megah yang sudah dihiasi berbagai macam pernak-pernik persis seperti kesukaan gadisnya. Hei, tunggu!
Mengingat ungkapan papa mengenai acara lamaran Viola, mendadak tubuh kakunya bergerak cepat. Syaraf otaknya gesit menerima cernaan yang sesaat mencubit hati.
Harusnya hari ini, adalah hari bahagianya dengan si gadis.
Harusnya hari ini, dia akan sah menjadi suami dari gadisnya.
Harusnya hari ini, dirinya bisa memiliki Viola sepenuhnya. Bertindak egois karena gadisnya memang kepunyaannya mutlak!
Harusnya ...
Semua yang direncanakannya, gagal total. Liquid bening menetes dari matanya, lihat kini pemandangan apa yang ada dihadapannya?
Merasa marah, ditabrakkannya tubuh itu pada beberapa bangku juga kursi kosong menuju tempat kerumunan dengan langkah panjang tergesa. Napasnya memburu, mimik wajah sudah tidak lagi bisa diatur.
Dia marah, kecewa, sakit hati dan hancur.
"Nathan stop! Jangan hancurin acara putri Papa!"
Apa barusan? Apa yang baru saja dikatakan papa? Menghancurkan acara? Hello, disini ia hanya ingin menegaskan apa yang sudah menjadi miliknya tidak boleh ada orang lain yang berani menyentuh atau bahkan berusaha merebut dari dirinya!
Bolehkah saat ini dia melampiaskan apa yang dirasa?
Bolehkah saat ini dia mengatakan pada dunia bahwa Viola adalah miliknya saja?
Bolehkah saat ini dia berteriak pada semua orang bahwa semua ini adalah kesalahan?
Nathan tidak terima. Mana mungkin hatinya sanggup melihat pujaan hatinya bersama orang lain, mana kuat dia menahan cemburu kala Violanya tersenyum oleh orang lain?
Dia menepuk dada keras, berusaha membuat ruang dalam dadanya agar bisa bernapas teratur. Semua ini cukup menyesakkan!
"Bajingan! Stop!"
Walaupun teriakan papa cukup mengerikan, tetapi kali ini dia akan nekat melawan meski nanti hasilnya akan kalah setidaknya ia sudah mau berusaha. Biarlah dia disebut apapun, tak apa hatinya sudah ikhlas.
Yang terpenting sekarang ini adalah menyelamatkan Ola dari orang sekarah yang akan merebut kepunyaannya.
Sesampainya didekat acara dilaksanakan, tubuhnya kaku bak patung yang baru saja kering. Matanya menatap ke arah depan dengan kosong. Melihat sesosok yang dikenalnya tengah duduk berhadapan dengan gadisnya.
Apa? Apa maksudnya semua ini?
"Guntur?"
Sontak atensi semua orang beralih, menatap kebingungan ke arah suara yang familiar. Rajash segera bangkit, disusul dengan si kembar yang memasang ancang-ancang untuk melindungi adiknya. Tatapan semua orang disini, seolah Nathan adalah sosok menakutkan semacam perampok atau penculik bahkan pembunuh yang perlu dimusnahkan.
Dirinya meringis. Sebejat inikah dia dimata orang lain?
"Ngapain lo disini? Mau cari masalah?" Nada ketus dikeluarkan oleh Keandra dengan tatapan sengit memandang Nathan.
Pandangan tajam sontak menuju kearahnya. Apa? Apa memang mereka menganggap dirinya adalah seorang musuh disini?
Arjuna bangkit, tanpa aba-aba menarik krah kemeja yang dipakai oleh Nathan. "Udah gue bilang jangan pernah lagi nampakin diri dihadapan keluarga gue bangsat, lo nggak pantes berada disini! Lo itu cuma seonggok sampah yang udah seharusnya dibuang!" geramnya berdecih.
Pembelaan dilakukan oleh Nathan, dia menepis tangan kurang ajar milik kakak ketiga gadisnya. Tanpa mengidahkan apa yang sudah keluar dari mulut Arjuna, tatapannya beralih pada Guntur dengan raut kecewa.
Bugh
"Maksud lo apa?!" pekik Guntur.
"Lo jangan coba ngerebut apa yang udah jadi punya gue! Lo brengsek, anjing!" balas Nathan tersulut emosi.
Bugh
Arkana bangkit, dia meminta agar Gendhis membawa putrinya menjauh dahulu. Memisahkan kedua cowok itu agar berhenti saling membogem. "Nathan, Ayah mohon sama kamu Nak jangan ganggu acara ini. Semua sudah kembali berjalan sesuai porsinya, Ayah harap kamu mengerti apa yang sudah terjadi dan mulai bisa menata kehidupan kamu lagi," tegurnya.
"Apa? Nathan ganggu acara ini? Udah seharusnya dia yang diusir dari sini, Yah! Dia mau ngerebut Ola! Dia mau ngambil milik Nathan, Yah!" bela Nathan tak terima.
Keandra maju. "Maksud lo apaan? Viola udah resmi nggak ada hubungan sama seorang bajingan kaya lo. Ibarat kata lo itu udah dibuang sama Viola, jadi hustt hustt menjauh sana!"
"Iya, nggak sadar diri. Lawak banget," sahut Kalandra mengangguk setuju.
Sakit, itu pasti. Namun kali ini ia abaikan rasa sakit dalam dadanya, lalu menatap Guntur. "Gue nggak nyangka, lo seberani ini ngekhianatin gue. Bahkan sekalipun ini cuma perintah dari kedua orang tua lo, gue tetep kecewa, Tur. Setelah sekian lama persahabatan kita terjalin, ini balasan yang lo kasih buat gue?" tanya Nathan berderai air mata.
"Gue tau lo emang lebih segala-galanya dari gue. Bahkan lo masih nempatin tahta tertinggi diantara sahabat gue yang lain, tapi kali ini lo bener-bener ngebuat gue hancur."
Semuanya terdiam. Bahkan Arkana yang sudah menyiapkan beberapa kalimat sangkalan pun hanya bisa menutup mulut rapat.
"Gue cukup sadar diri, dimata kalian mungkin gue sebejat itu sampai kalian mandang gue jijik. Tapi satu hal yang pasti, gue sayang gue cinta sama Ola itu tulus," lanjut Nathan dengan suara bergetar.
Dewa yang baru saja ingin menahan sang putra langsung mematung. Kalimat juga nada bicara Nathan sudah cukup menjelaskan bagaimana rasa sakit yang dialaminya kali ini. Dia berkaca, mendadak rasa sesak menjalari hatinya sendiri.
"Sekarang emang gue gak bisa maksain kehendak yang gue mau, bahkan buat bilang kalau gue masih jadi sebagian penting dari hidup Ola mungkin sekarang udah gak pantas. Gue cukup sadar diri."
Napas Dewa tercekat. Memandang ke depan, dimana seorang cowok kurus menangis hebat dikerumunan orang-orang. Itu putranya, putra sulungnya yang sedang merasa putus asa!
Nathan maju satu langkah, mendekati ke arah Guntur. Hal itu membuat kelima kakak Viola maju membentengi, seakan bergerak melindungi dari sosok yang akan menyakiti calon kekasih dari adik mereka. Yang bisa Nathan lakukan hanya terkekeh geli.
"Kalian masih posesif ya?" desisnya.
Mengusap air matanya kasar, tangan kekar itu mengayun menepuk pundak Guntur beberapa kali. "Pada akhirnya, puncak mencintai paling tinggi adalah mengikhlaskannya bersama orang lain ..."
"Gue sepenuhnya bisa percaya sama lo, Guntur. Gue percaya lo bisa jaga, ngebahagiain Viola dengan cara lo sendiri. Dan ya, gue mungkin bisa tidur tenang setelah ini karena lo yang jadi pendampingnya-thanks, Tur buat semuanya."
Tersenyum disela-sela rasa sakitnya, Nathan menatap semua orang disana. "Thanks buat kalian semua yang udah buat gue sadar. Gue pergi ..."
Setelahnya punggung tegap itu berlari keluar, meninggalkan beberapa tanda tanya pada benak masing-masing orang tak terkecuali kelima kakak Viola yang tak menyangka bahwa Nathan akan dengan semudah ini menyerah. Padahal mereka juga sudah menyiapkan beberapa kemungkinan kala Nathan mungkin akan mengamuk atau menghancurkan acara ini.
Tetapi nihil. Nathan pergi sembari tersenyum getir.
Zargo mendesis lirih ditelinga sang ayah, "Skenario macam apa ini, Pa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Prince
Teen Fiction"Suatu saat aku pengen bisa liat kamu, Nathan. Semoga aja nanti pas kamu wisuda udah ada pendonor dan aku bisa liat wajah ganteng tunanganku ini." "Nathan, kamu denger aku?" Hening. "Aku janji. Suatu saat pasti kamu akan bisa ngeliat lagi indahnya s...