Asap rokok mengepul diudara, beterbangan bersama tiupan angin diatas gedung. Dua jari dengan otot timbul itu mengapit apik sebatang rokok dengan sebagian ujung sudah terbakar api.
"Bolos lagi?"
Cowok yang ditanyai hanya mengangguk singkat, kemudian lekas duduk disofa menyandarkan punggungnya yang pegal karena terlalu lama duduk. Memejamkan matanya sejenak dengan napas yang tenang.
"Ngapain lo bolos?"
Cowok dengan satu tindik ditelinganya menoleh, ia menatap heran temannya yang baru saja datang. Belum membuka mulut, ia memilih menghisap batang nikotin itu dengan nikmat lalu menghembuskan asapnya ke udara seraya menyeringai. "Lo kayak nggak kenal gue aja, selama ini gue emang sering bolos," katanya dengan nada rendah.
"Nathan, tumben-tumbenan lo kesini? Biasanya juga masih anteng duduk dengerin si botak jelasin materi," kekeh cowok lainnya dengan kalung salib dileher.
Mendengkus kasar seraya mengayun-ayunkan tangan menghalau asap rokok yang menghampirinya, Nathan menatap sinis cowok dihadapannya. Membenahi headphone dilehernya lantas duduk dengan tegak menatap lawan bicara.
"Kenapa?"
"Nggak heran aja," tutur cowok dihadapannya mengangkat bahu.
Cowok yang sedari tadi sibuk rebahan disofa itu bangkit, kemudian mengacak-acak rambutnya agar terlihat lebih keren. "Gue denger-denger kemarin lo dicariin Shopia, udah ketemu orangnya lo?"
"Ngapain tu cewek nyariin Nathan, Dav?"
David menoleh kemudian mengangkat satu alisnya.
"Dia kayaknya naksir sama lo," ungkap cowok bertindik.
Nathan mengkerutkan dahinya. "Shopia siapa, gue gak kenal," balasnya dengan heran. Masalahnya selama ia memasuki kampus ini sedari awal, dirinya sudah membatasi diri untuk tidak berinteraksi lebih dengan orang-orang kampus terutama dengan manusia berjenis kelamin perempuan. Tidak, ia bukan tidak mau tetapi ada hati yang harus dijaganya.
"Bisa-bisanya temen lo kaga kenal Shopia, anjir!" Cowok dengan kalung salib menimpali seraya tertawa memegangi perut.
"Tur, Tur ... lo kaya gatau aja gimana Nathan." David menggelengkan kepalanya berdecak melihat kelakukan Guntur.
"Shopia yang terkenal itu yang katanya cantik banget, bahkan dia udah jadi model. Lo bener-bener gak tau, Jo?"
Nathan terdiam, ia kembali mengingat-ingat satu nama itu. Apa mungkin dia perempuan yang ditolongnya hari lalu? Hm, siapa ya Nathan sampai lupa sendiri. Ah, bodoamat!
"Lo aslinya udah punya pacar apa belum sih, Jo? Banyak banget cewek-cewek yang tergila-gila sama lo, tapi lo kayak b aja ... lo gay?"
David menempeleng kepala Guntur. Sungguh pertanyaan temannya ini sudah diluar nurul. "Anjir, lo ngapain nanya kaya gituan?!"
"Ya, gue mah mastiin aja. Heran aja gue ama si Jojo diem-diem tapi banyak cewek yang nempel."
David menerawang kembali dimana ada kejadian laci meja tempat Nathan duduk dipenuhi berbagai makanan manis mulai dari cokelat, permen, lolipop, kue, dsb. Yang masih menjadi pertanyaan, pelet apa yang digunakan temannya itu sebenarnya?
"Udah banyak korban pelet lo, bahkan sekarang duta kampus pun udah terpesona sama lo. Anying kaga abis pikir dah gue," keluhnya meremas rambut terlalu pusing.
Nathan geleng kepala. Dirinya hanya diam, lagipula ada apa dalam dirinya untuk bisa menarik semua perhatian perempuan itu? Baginya Viola saja sudah lebih dari cukup, ia tidak akan pernah berpaling.
"Jay, lo ngapa dah dari tadi diem-diem bae," tegur David memukul lengan temannya yang masih sibuk menghisap nikotin.
"Gue kemarin liat lo sama cewek, itu pacar lo?" Jaiden bersuara tetapi bukan menjawab teguran David melainkan melayangkan pertanyaan untuk Nathan.
"Sorry aja, gue liat dia kayaknya buta ya?"
Guntur menoleh. Ia kemudian memalingkan wajahnya pada Nathan seraya menyembur, "Dari sekian banyak cewek seksi dan cantik yang ngedeketin lo ... kenapa lo malah milih cewek buta?"
Diam-diam Nathan mengepalkan tangan. Memang apa yang salah jika gadisnya buta?
"Anjir, lo orang tergoblok yang pernah gue temuin! Banyak berlian yang dateng dan lo? Milih sampah?! You are kidding?"
Jaiden melotot, kalimat itu tak seharusnya diucapkan oleh Guntur mengingat bagaimana Nathan mengamuk beberapa hari lalu.
Setelah kalimat itu terucap, Nathan bangkit melempar asal ransel yang ia bawa. Tanpa sepatah kata yang keluar, ia memberikan bogeman pada perut Guntur menatap tajam temannya dengan gigi bergemeletuk. "Apa ada yang salah kalau pacar gue buta, hah?"
Bugh
David langsung meraih tubuh Guntur sedangkan Jaiden berusaha menahan Nathan dengan tenaganya. Mereka tau, jika sudah seperti ini Nathan akan kehilangan kendali-tak lagi bisa mengenali siapa yang dipukulinya.
Dengan napas memburu, Nathan merapikan kemejanya yang tak dikaitkan. Dirinya kemudian menatap penuh permusuhan pada Guntur.
"Kali ini lo selamat, tapi nggak lain kali."
"Nathan, lo mau kemana?!" teriak David heran.
"Jijik."
Sepatah kata itu terlontar begitu saja dari bibir Nathan yang masih memandang Guntur tajam. Bukan apa, dia memang tidak masalah jika ada yang menghina, menjelekkan atau bahkan mencerca fisiknya dibanding harus mendengar orang lain berbicara omong kosong mengenai gadisnya.
Nathan tidak akan terima, bagi dirinya Viola adalah segala apapun yang dimilikinya.
Ucapan Guntur tadi sungguh membuat hatinya yang tenang kembali bergejolak merasakan panas, sungguh entah disengaja ataupun tidak Nathan tetap tidak terima. Ini adalah penghinaan besar yang membuat jiwa brutalnya bangkit.
"Tur, mending lo minta maaf sama Nathan," saran Jaiden memandang Guntur yang masih mengusap-usap perutnya seraya meringis.
"Iya gue juga gamau ya pertemanan kita ancur cuma gara-gara kaya gini," sambung David.
Nathan menatap Guntur. "Gue akan diem aja kalau mungkin lo nggak ngehina cewek gue, lo udah berlebihan. Nggak usah sok tau kehidupan orang lain, urus aja hidup lo itu!" katanya menekan setiap kata lalu pergi meninggalkan ketiga temannya.
David berdecak.
"Guntur, lo kenapa bilang kaya gitu? Lo tau, kan Nathan kagak suka ada yang ngusik ketenangan dia? Kenapa lo nggak minta maaf?"
Guntur bangkit, dia memandang ke arah lain. "Gue cuma nggak abis pikir sama dia," lirihnya melenggang pergi sembari meringis.
Jaiden memandang punggung sahabatnya.
"Tapi menurut gue, tetep lo yang salah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Prince
Teen Fiction"Suatu saat aku pengen bisa liat kamu, Nathan. Semoga aja nanti pas kamu wisuda udah ada pendonor dan aku bisa liat wajah ganteng tunanganku ini." "Nathan, kamu denger aku?" Hening. "Aku janji. Suatu saat pasti kamu akan bisa ngeliat lagi indahnya s...