Chapter 14

1.9K 52 1
                                        

Angin tertiup kencang membawa hawa dingin menusuk tulang, hamparan air nampak jelas jernih dan sedikit ikut bergoyang karenanya. Tampak juga perahu-perahu nelayan yang lekas berlayar mencari sumber penghasilannya.

Matahari belum benar-benar menampakkan diri, ia masih bersembunyi layaknya takut akan awan hitam yang masih berada dilangit. Suasana yang benar-benar enak untuk menghabiskan waktu dikamar seraya bergelung dengan selimut.

Nyatanya itu tidak berlaku pada seorang cowok yang membawa gadisnya ke pinggiran pantai. Entah dalam rangka apa dia membawa gadisnya kemari, mungkin hanya karena dirinya ingin lebih membangun kebersamaan yang intim antar keduanya. Dilihat pantai pun masih sepi akan pengunjung.

“Nathan kita jalan-jalan kemana?”

“Ke pantai sayang, gak papa kan? Aku pikir kamu bakalan bosen kalau aku ajak ke taman terus, jadi aku ajak ke pantai deh,” jawabnya seraya mengacak lembut surai gadisnya.

Keduanya lekas berjalan menapaki pasir pantai yang putih.

“Dipantai ini pasirnya putih, Ola. Ada juga kerang kecil-kecil, terus dijauh sana nelayan lagi berusaha juga nyari ikan.”

“Aaa ... aku pengen bisa liat deh.”

“Suatu saat kamu akan liat semua keindahan ini, Ola. Be patient baby, everything has its time.”

Setelah berjalan cukup jauh, keduanya memutuskan untuk duduk sebentar dihamparan pasir. Menikmati waktu bersama sembari berceloteh membicarakan hal-hal random.

“Ola, kamu tau nggak?”

“Apa?”

“Aku gak butuh weekend, cuma butuh kamu till the end.”

Gadisnya sontak memukul Nathan. Tertawa lirih dengan pipi memerah karena malu, lucu sekali gadisnya ini. Jika dia bisa meminta dengan egois, maka dirinya akan meminta untuk terus bisa berada disamping gadisnya. Hidupnya hanya untuk Violanya, tapi bisakah Tuhan mengabulkan permohonan egoisnya ini?

“Awan, awan apa yang bikin bahagia?”

Gadisnya berpikir sejenak, mengetuk-ngetukkan jari telunjuknya di dagu. “Emm, cloud bread.”

Sontak hal itu membuatnya tertawa bahkan terpingkal-pingkal. “Haha, roti awan?”

“Ihh terus apa, kan aku cuma nyoba jawab malah ketawa,” ketus gadisnya merajuk.

“Mau tau apa mau tau banget?”

“Mau tauu banget, Nathan ihhhh!”

Awanna be with you forever.”

“Dasar tukang gombal!”

Setelah itu hening sementara. Gadisnya menoleh kesamping seolah tengah melihatnya, walau mungkin dipenglihatan itu hanya warna hitam pekat. “Kamu ngapain, hm?” tanya Nathan sedikit heran.

“Lagi liatin orang yang selalu buat hariku seneng.”

Dirinya tersenyum, lalu menimpali, “Nanti kalau kamu uda bisa lihat, hal pertama apa yang ingin kamu lihat?”

“Kamu.”

Nathan beranjak mengelus puncak kepala gadisnya. Ditahannya kedutan bibir dengan menggigit bagian dalamnya. Anj-dirinya baper. Tolong!

“Jadi terus sama aku ya, Nathan.”

Of course, baby.”

Ia menatap gadisnya. "Aku ada pantun buat kamu," katanya.

"Cakep!"

"Belum dimulai sayang, hahah."

"Apa Nathan?!"

Dangerous PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang