Chapter 7

1.7K 66 4
                                    

Tok
Tok

"Cuk, siapa sih yang ganggu malem-malem gini. Males banget."

Keandra melangkahkan kakinya menuju pintu berwarna coklat dengan ukuran yang besar, cowok itu mendengkus-membuka pintunya perlahan dan nampaklah seorang cowok dengan hoodie hitam berdiri seraya membawa sebuah kantong plastik putih.

Ia menggeram dalam hati, satu manusia ini memang tak ada lelahnya ya ke rumah. Padahal sudah berkali-kali dilarang menampakkan diri, tapi apa ini?! Dengan pedenya dia bertampang sok cool dihadapannya. Cih, masih cool-an juga dirinya.

"Mau apa lo?"

Bukannya menjawab, cowok berhoodie itu melangkahkan kakinya masuk. Dia menerobos tubuh Keandra dengan mudah, seraya memperlihatkan wajah datarnya-ia menuju ruangan dimana keluarga gadisnya sedang berkumpul.

Arjuna memutar bola mata, sungguh malas rasanya berhadapan dengan cowok yang tak lain adalah kekasih dari adiknya ini. "Baby, kamu tetap disini," ujarnya menarik pinggang Viola agar lebih dekat dengan tubuhnya.

Dirinya bahkan tak ragu meletakkan tangan kekar itu dipinggang sang adik, layaknya sang kekasih yang posesif terhadap pasangannya. Pandangan Arjuna menatap tajam pemuda yang masih terdiam ditempatnya.

"Eh, Nathan. Tumben kesini." Arkana menoleh ke arah calon menantunya tanpa melepaskan rangkulan tangannya di bahu sang istri.

Gendhis tersenyum hangat. "Duduk, sayang," katanya penuh kelembutan, tatapan ibu ini memang memabukkan.

"Sayang, jangan panggil pria lain dengan sebutan seperti itu," titah Arkana menatap istrinya, "jika diulangi, akan ku buat kau tidak bisa jalan selama seminggu," imbuhnya berbisik.

Tanpa aba-aba, Gendhis memukul bibir sang suami keras. Ia kemudian bangkit, meminta Nathan duduk disamping Viola. "Bunda, ini Nathan bawain martabak kacang kesukaan Bunda," ucap Nathan meletakkan kantong plastik itu digenggaman tangan wanita itu.

Wanita paruh baya itu kembali tersenyum, ia mengusap kepala Nathan. "Makasih ya, lain kali kamu nggak perlu repot-repot seperti ini. Lagipula, kamu sudah Bunda restui dengan Vio," katanya.

Arjuna berdehem keras. Apa-apaan ibunya ini?

"Bunda! Nakula mau martabaknya, Bun!" teriak Kalandra bangkit dari tidurnya kemudian merebut plastik tersebut dan membawanya duduk bersila di depan tv.

Sembari yang lain menikmati martabak, Nathan beranjak mengikis jarak duduknya mendekati sang gadis. "Ola, maafin aku. Aku nggak ada niatan kaya gitu, aku cuma gamau kamu diejek sama temen-temenku," ungkapnya pelan penuh sesal.

Gadisnya tak menggubris.

"Ola, maafin aku. Please," pintanya memelas dengan mata berkaca-kaca.

"Bilang aja kamu malu, kan?"

"Enggak Ola, aku nggak malu."

"Aku tau Nathan, kamu malu ngenalin aku ke temen-temen kamu sebagai pacar. Kamu pasti malu banget punya pacar yang buta, terus sebagian wajahku juga ada luka. Aku gak cantik, aku gak kaya perempuan-perempuan diluaran sana," ucap gadisnya mulai bergetar.

"Lo apain?"

Dirinya mendadak terdiam, nada bicara Arjuna yang menyela mulai menunjukkan bahwa pria itu sedang marah. Nyalinya menciut, astagaa. Ayolah! Jangan pengecut!

"Lo apain adek gue, njing?!" bentakan itu keluar dari mulut Arjuna.

Rajash bangkit, ia berujar, "Biarin mereka selesaiin masalahnya sendiri, mereka udah dewasa. Jangan asal main tangan, Arjuna." Cowok itu menarik paksa sang adik membawanya sedikit menjauh. Memberikan ruang untuk adiknya berbicara.

"Ola, aku nggak malu sama sekali. Aku selalu ngrasa bangga punya kamu, Ola."

"Terus apa alasanmu tadi sore bilang kalau aku cuma temenmu, ha?"

"Hiks, aku cuma gamau kamu kena bully sama cewek-cewek disana, Ola. Aku takut mereka ngelukain kamu pas tau kalau kamu punyanya aku, aku takut."

Isakan kecil mulai terdengar. Nathan menangis, ia menumpahkan air mata yang sedari tadi ditahannya dilutut gadisnya.

"Pukul aku, Ola. Pukul!" Diraihnya tangan sang gadis lalu memukul dirinya sendiri.

"Jangan sakitin diri kamu, Nathan."

"Ola, maafin aku," pintanya sedikit merengek.

Keandra mendelik mendengar nada bicara Nathan yang berubah drastis. "Anjirr, Nath! Please, jangan mulai ngerengek, geli anjir! Jyjyk gue!" ungkapnya berlagak muntah.

"Ola, piss ... " Cowok tak menghiraukan ucapan kakak gadisnya, ia malah menarik-narik jemari sang gadis kemudian mengecupnya singkat. Matanya berkaca-kaca. Tampang datar yang ia perlihatkan tadi sudah hilang musah. Kini tergantikan dengan tatapan sendu, suara yang sedikit bergetar menahan tangis. Secengeng itu!

"Viola, Nathan udah mau nangis nih. Ayah gamau ya, kalau sampai rumah ini jadi lautan tiba-tiba," gurau Arkana.

Ayah Viola sendiri tak habis fikir, kemana Nathan yang suka menampakkan wajah ketusnya? Kemana Nathan yang cuek dan datar akan keadaan? Haishh, Nathan jika sudah berhadapan dengan Olanya-bagaikan lilin yang sudah terbakar dan sangat mudah untuk meleleh. Hilang sudah semua tampang sangarnya.

"Ck, sebentar lagi nangis nih pasti," gumam Kalandra.

Pandu terkekeh, dirinya menatap sang adik. "Viola," panggilnya, "kasihan Nathannya."

Mendengar hal itu, Viola meraba kepala kekasihnya. Diusapnya rambut acak-acakan itu lembut, Nathan sendiri sudah berkaca-kaca menampilkan senyuman melengkung ke bawah yang amat menggelikan.

"AAA, OLAA SAYANG THAN-THAN!"

"Than-than juga sayang Ola!"

Kedua sejoli itu berpelukan erat.

Keandra memalingkan wajah. "ANJERRR! GUE MASIH JOMBLO, HIKSROTT."

Dangerous PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang