Tandai typo!
-
H A P P Y R E A D I N G
-“Jadi jelasin ke Papa kenapa kamu bisa ditemuin Arjuna dalam keadaan mabuk di club? Mau mau main-main sama Papa, hah?!” Dewa beracak pinggang menatap putranya sengit.
Arkana menghela napasnya kasar, menatap sahabatnya dengan tatapan sinis. “Lo siapa sih? Nanya pelan-pelan aja sih, gausa ngegas njing!”
“Apa?! Lo masih berani sama gue?”
Keandra mengusap-usap rambutnya, segera ngacir dari ruang tamu berlari ke belakang rumah. Sudah cukup dia mendapat kekerasan dari calon mertua adiknya dan ayahnya sendiri. Bisakah ia melaporkan dua bapack-bapack kocak gaming itu? Atas dalih penganiayaan juga pengeroyokan dan tidak berperikeputraan.
“Udah Mas, jangan kaya anak kecil. Anak udah enam juga masih kaya bocil,” tegur Gendhis menengahi.
Namun itu tidak membuat kedua pria dewasa berhenti, malahan sekarang Dewa menampilkan cengiran menepuk-nepuk sofa sembari mulut terbuka lebar tanpa suara. “Sumpah anjir, bocil anak enam,” katanya.
“Simpih injir, bicil inik inim,” tiru Arkana menye-menye, “ketawa aja teros, sampe ngok-ngok!”
Dewa berdehem menetralkan rasa ngakaknya. “Gitu aja baperan, iwhh ...”
Arkana hendak bangkit menonjok pria disampingnya, tetapi Gendhis lebih dulu memberikan pelototan tajam dimatanya. Seakan mengucap sesuatu dari mulut yang tertutup rapat itu, oh oke Arkana tidak akan bertindak lanjut lagi, takut disuruh tidur diluar.
“Iya, nggak Bun. Maaf,” ucapnya ketakutan.
“HAHAHAHA, BENGEK!” Dewa tertawa tanpa suara.
Rara bangkit, menjewer telinga suaminya hingga mengaduh kesakitan. “Aduh, aduh, ampun Mi. Ampun nggak lagi, maap,” ringisnya, “nggak lagi Mi, beneran.”
Kedua pria itu langsung duduk terdiam dengan wajah menunduk. Dewa menyatukan jari telunjuknya (👉🏻👈🏻) sedangkan Arkana memasang wajah semelas mungkin (🥺).
Keandra yang baru saja masuk, langsung tertawa terbahak-bahak. “COBAAN APA LAGI INI YA TUHAN?!” teriaknya lari ke kamar.
“BAJING-”
“Udah Mas Dewa jangan bicara kasar, sekarang urusin Nathan aja. Kalau masih cari gara-gara aku beneran akan bunuh pong-pong punyamu!” ancam Rara.
Dewa melotot. Apa? Pong-pong miliknya mau dibunuh? “Jangan Mi, jangan bunuh pong-pong.”
“A.. air,” desis Nathan mengangkat tangannya lemas.
Gendhis dengan sigap mengambilkan air, kemudian memberikannya di mulut Nathan dengan hati-hati. “Pelan-pelan,” ungkapnya sangat lembut.
“Pilin-pilin.”
Plak
“Diem kamu!” Gendhis menabok pipi suaminya keras.
Langsung saja kicep.
Dengan setengah kesadaran Nathan menegakkan tubuh, ia menatap sekitar dengan mata yang masih sayu. Kepalanya terasa sangat berat. “Ola kemana?”
Dugh
“Pikiran kamu Ola, Ola terus. Gaya kamu main ke club ngapain hah?!” hardik Dewa tak sabaran.
“Kalau emang kamu cinta beneran sama Ola harusnya kamu jangan macem-macem Nathan! Kamu mau pernikahan kamu dibatalin? Mau?”
Mata Nathan terbuka sempurna. “NGGAK MAU PA.”
Dugh
“Terus kamu ngapain gegayaan ke club, CUPU?!”
Waduh gawat, kalau papa sudah menyebut namanya dengan panggilan tengah itu berarti dia sudah marah besar. Lihat saja sekarang wajahnya memerah dengan kedua tangan dipinggang.
“Apa? Coba kasih alasan kamu!”
“Nathan nggak inget, Pa. Seingat Nathan kemarin Bang Arjuna ngajak ketemuan di cafe, tiba-tiba tidur aja gitu sana. Nathan ga inget apa-apa,” jawab Nathan sejujurnya.
“JANGAN BOHONG CUPU, JANGAN BUAT PAPA MALU GARA-GARA PERBUATAN BODOH KAMU INI!”
“Nathan ga boong, Pa. Coba aja tanya Bang Arjuna,” lirih cowok itu.
Arkana bangkit, memanggil Arjuna sekeras mungkin. “Arjuna, sini kamu! Arjuna!”
“Arjuna!”
Cowok dengan pawakan tinggi kulit putih berlari mendekat. “Ada apa, Yah?”
“Jelasin gimana kronologi kamu nemuin Nathan di club, sejelas-jelasnya!” geram Arkana.
Nathan mengalihkan pandangan menatap kakak nomor tiga gadisnya. “Bener kan, Bang? Lo kemarin ngirim pesan ke gue ngajak ketemu di cafe?”
“Nggak ada, gue aja ke club sama temen-temen gue niat cuma mau minum malah nemuin lo dipojok udah dikeroyok sama tante girang,” jawab Arjuna santai.
Loh? Kok Arjuna berbohong? “Lo jangan boong, Bang! Jelas-jelas lo ngirim pesan ke gue sebelum magrib!” bentak Nathan.
“Lah lo jangan nyolot njing, udah mending gue nolongin lo. Gimana kalau enggak?”
Semua mata kini tertuju pada Nathan. “JELASIN YANG BENER CUPU!” bentak Dewa.
Sembilan belas tahun Nathan hidup didunia, baru kali ini lihat papanya benar-benar marah. Membentak dirinya dengan nada keras, bukan semata bercanda tapi kini guratan marah juga kecewa kentara diwajah pria itu.
“Tapi Nathan beneran, Pa! Seinget Nathan gitu, coba kalau ga percaya buka ponsel Nathan liat chat nya Bang Arjuna!”
Dewa dengan kasar merebut ponsel Nathan yang digenggam oleh cowok itu. “Kalau sampe kamu ketahuan bohong, Papa bener-bener kecewa sama kamu Nathan.”
Pria itu langsung membuka meneliti semua pesan whatsapp yang masuk. Matanya membola kala tidak ada satupun chat atas nama Arjuna disana.
Prang
Ponsel berlogo apel gigit itu terlempar, hancur berantakan. “KAMU BOHONG? KAMU BOHONGIN PAPA, CUPU?!”
Dewa meraih baju putranya, menonjok Nathan hingga bibir si empu terluka. Tetapi cowok itu sama sekali tidak mengeluarkan ringisan ataupun hendak menyangkal.
“Selama ini apa pernah Nathan bohong ke Papa?”
Dewa terdiam. Lengan pria itu kini dipegangi oleh Rajash juga Pandu, sedangkan Rara menopang tubuh putranya yang masih lemas.
“Nathan pernah bohong, Pa?”
Air mata Nathan luruh. Baru kali ini rasanya dia dihantam kenyataan bahwa Dewa yang selama ini dipercayainya berganti tidak mempercayainya sama sekali. Padahal ia sudah berkata sejujur mungkin.
Plak
“Perbuatan kamu bikin Papa kecewa.”
“Papa tau dari mana kalau Nathan bohong? Papa punya bukti apa?”
“Masih kurang jelas, hah?! Kamu pulang dengan keadaan sepert ini, kamu masih mau ngeles hah?!” geram Dewa menatap marah putranya.
“Gimana kalau ini jebakan, Pa?”
Rara menangis tergugu, digantikan oleh Kalandra ia duduk menangis. “Mas kamu kelewatan sama Nathan, kamu selalu main tangan, Mas. Tanpa mau dengerin Nathan dulu, kamu gak pernah percaya sama putramu sendiri?”
Tubuh Dewa menegang.
“Kali ini, aku juga kecewa sama kamu Mas. Nathan ayo kita pulang, Nak.”
![](https://img.wattpad.com/cover/237086283-288-k485846.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dangerous Prince
Teen Fiction"Suatu saat aku pengen bisa liat kamu, Nathan. Semoga aja nanti pas kamu wisuda udah ada pendonor dan aku bisa liat wajah ganteng tunanganku ini." "Nathan, kamu denger aku?" Hening. "Aku janji. Suatu saat pasti kamu akan bisa ngeliat lagi indahnya s...