Pagi hari bangun dengan badan yang lemas, kini dia mendapatkan jadwal kelas pagi. Dia bangun dengan perut kosong sejak kemarin, badannya lemas dan dia duduk dipinggiran kasur dengan wajah gusar dan berantakan.
Mengusap wajahnya yang terasa berat, bersiap untuk mandi. Air hangat menyambar tubuhnya, dipertengahan dia mandi tiba tiba air hangatnya mati.
"Astaga— belum bayar air" batinnya saat itu. Dia cukup harus bersabar lebih lagi dan lagi dan menghemat uang lebih irit lagi.
Selesai mandi dengan air dingin diakhiran, musim dingin sedang menyambar diluar. Setidaknya, penghangat kamarnya tidak mati. Dia memakai kemeja dan celana panjang serta kacamata bulatnya yang tak lupa.Mengambil susu yang hampir basi dikulkas untuk menjadi sarapannya. Sungguh tidak kerasa, tidak mengenyangkan perutnya tetapi mau bagaimana lagi.
"Harry— kau kira-kira akan magang dimana?" sesampainya kelas dia disambut dengan pertayaan teman sebangkunya, Colin.
Harry menaruh tasnya dan duduk, lalu menggeleng.
Colin mendecak, "Kau itu pintar— tak perlu pusing memikirkan tempat magang, kau pasti akan keterima dimana mana"
Harry tertawa kecil, "Lagian— kita baru awal semester, kau sudah menanyakan hal yang jauh"
"Kita harus berpikiran jauh!" Colin menjawab riang.
Harry tertawa dan mengangguk angguk.
"Badanmu dingin sekali, apa penghangat di kamarmu mati?" tanya Colin seraya mengerjakan esai yang diberikan Dosen mereka.
Harry masih sibuk menulis esainya, dia menggeleng. "Aku mandi air dingin"
Colin membelalak, "Ditengah musim seperti ini? kau bisa mati kedinginan" katanya galak.
"Aku belum membayar air" jawab Harry datar.
Colin mendesah kecewa, "Harry sungguh..."
Harry memotong Colin dengan cepat, "Tidak Colin, aku tidak butuh uangmu— aku akan segera mendapatkan pekerjaan. Katamu tadi aku pintar kan"
Colin memutar matanya, "Kau pintar dalam bidangmu sendiri— kau bekerja paruh waktu itu tak akan cukup membiayai dirimu di London ini"
Harry tidak menggubris, cerewet dari Colin membuatnya pusing. Harry tak bisa menerima bantuan uang sepersen pun dari orang lain, termasuk sahabatnya karena itu akan membuat dia bergantung pada orang. Harry tak suka itu, bukan begitu cara manusia hidup.
"Setelah ini, aku mendapatkan pekerjaan Colin" Harry menatap Colin dengan yakin. Colin hanya mengangguk angguk merasa iba.
Pulang kelas pada siang menjelang sore, Harry tak bisa langsung pulang sampai kamar dan tiduran, dia harus mencari cari lowongan lagi. Memutar seluruh penjuru kota London, benar benar tidak ada. Harry tidak naik mobil mewah ataupun bis merah tinggi itu, dia berjalan kaki.
Badannya lemas, kini sudah jam 8 malam dan dia baru makan satu lembar roti tawar yang diberi Colin tadi siang. Dia benar benar harus hemat akan kehidupannya atau dia akan diusir dari rumah sewa dan akan menjadi gelandangan.
Harry berjalan menyusuri ramainya kota London, memasuki toko satu persatu untuk menanyakan sebuah lowongan pekerjaan. Kini entah bagaimana kakinya melangkahkan masuk kedalam suatu bar tua yang tidak cukup ramai tetapi terasa klasik.
Harry dicegat satpam yang berjaga disana, satpam itu memandangnya secara cuma-cuma.
Satpam itu menahan badan Harry, "Kartu identitas"
Harry mengeluarkan dompetnya, menarik satu kartu identitasnya. Satpam itu melirik dompet Harry dan tertawa kecil.
"Dompetmu saja kosong— berani-beraninya kau masuk sini"
Harry menatap Satpam itu tajam, lalu dia memasukan kembali kartunya dan langsung berjalan masuk dengan pd nya. Harry bahkan tak tau ini bar apa, tempat apa. Karena Harry tidak pernah minum-minum, hanya sekali dan itu pun minta Colin saat Colin pulang dari New York membawa Wine yang berusia puluhan tahun.
Bar tua ini sangat klasik, remang cahaya kekuningan. Hanya ada beberapa orang dan perkumpulan orang tua yang diikuti oleh orang-orang besar mirip seperti pengawal. Harry menjauhi orang-orang itu, dia berfikir bahwa itu mafia jadi dia lebih baik menjauh.
Harry langsung saja menuju bartender, dia duduk dan melihat lihat rak yang berisikan full minuman itu sebelum bartender menghampirinya.
"Kau ingin minum apa" tanya bartender tanpa memandang Harry.
Harry menoleh, "Aku ingin sebuah pekerjaan disini" jawabnya singkat.
Bartender itu kini menoleh menatap Harry, "Kau baru pertama kali kesini?— kartu identitasmu?" tanya bartender itu.
Harry mendesah dan mengeluarkan dompetnya lagi, kali ini dia membuka dompetnya tidak secara gamblang seperti ke satpam tadi.
Ditengah mengambil dompet, bartender itu bertanya lagi. "Ada pengalaman?"
Harry menggeleng, dia mengeluarkan kartu identitasnya. "Adanya otak dan pengetahuan— aku mahasiswa Brown fakultas Politik— kau tak bisa meragukan kapasitas otakku" dia menyerahkan kartu identitas mahasiswa yang berlogo Brown University.
Alasan Harry mengeluarkan kartu identitas mahasiswanya, karena bartender ini adalah lelaki berusia sebaya nya, berbeda dengan satpam tua usia 40 berperut buncit tadi.
Bartender itu menerima dan melihat kartunya dengan bingung, lalu dia menggeleng. "Pintar tetapi tak ada skill itu sama saja" dia menyerahkan kembali kartu Harry.
Harry tak berbicara, dia menunduk dan kembali memasukan kartu didompetnya. Bartender muda itu melihatnya, dan bertanya.
"Kau sudah mengisi perutmu?"Harry mendongak dan menggeleng, bartender itu menyerahkan sisa potongan roti pelanggan. Harry tersenyum melihatnya, dia menerima makanan sisa itu.
"Makanlah seadanya"Harry mengambil dan mengunyah roti itu dengan sangat nikmat. Selagi dia makan, bartender berjalan kebelakang untuk mengambil segelas air putih dan memberikannya pada Harry.
"Jangan sombong dude, disini bukan hanya kau saja yang menjadi mahasiswa Brown" bartender itu duduk menghadap Harry dan melihat Harry makan dengan lahap.
"Hanya itu yang bisa kubanggakan" kata Harry sambil mengunyah dengan mulutnya yang penuh.
Bartender itu tertawa, "Aku juga mahasiswa sana— tapi ntah lah aku tak terlalu bangga"
Harry terkejut, dia menelan makanannya dan minum. "Oh iya? kau fakultas apa?" tanya nya bersemangat.
"Ilmu politik"
Harry tersedak, "Aku juga— kau tingkat berapa? mengapa aku tak pernah melihatmu"
Bartender itu tertawa, "Kau sungguh menyebalkan dengan banyak tanya— kita tak saling kenal" lalu dia berdiri meninggalkan Harry yang sudah menghabisi makanannya.
Harry melihat lihat seluruh ruangan itu, hanya satu lantai dengan interior klasik. Satu ruang privat ber ac dan tidak terlalu tertutup, lalu beberapa anak muda kaya dan wanita seksi berjalan bergandengan bersama orang yang lebih tua. Dan segerombolan anak muda dengan badan yang besar, ditengahnya ada seorang tua berambut putih dengan perut yang buncit.
Sudah hampir 2 jam Harry berdiam disini, dia melihat jam ditangannya. Sudah hampir jam 11 malam, bartender itu sedari tadi tidak memperhatikan Harry. Padahal dia lalu lalang melayani pelanggan yang datang karena semakin malam akan semakin ramai. Harry berdiri meraih tasnya, tidak apa dia tidak diterima setidaknya dia kenyang mendapatkan makan malam.
Harry berjalan melewati ramainya orang, meraih pintu keluar dan bartender itu berteriak memanggilnya, dan menyusul Harry diambang pintu.
"Harry— mulai besok kau sudah masuk— jam delapan malam kau harus stay disini hingga jam dua pagi"Harry tersenyum lebar, akhirnya penantian berminggu minggu.
"Terimakasih..." Harry melihat nama di bajunya.
"Cedric"Bartender itu tersenyum canggung, "Sama- sama, pulanglah dengan selamat dan besok jangan telat!" katanya tegas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Memories // DRARRY [COMPLETED]
FantasyBOYSLOVE DRARRY FANFIC "BACK TO MEMORIES" IS OUT NOW (PART 2) Setelah the battle of hogwarts yang ke 2, Harry Potter "The Boy Who Lived" yang masih tetap berjuang untuk menghapus memori memori buruk yang telah dilalui selama 17 tahun belakangan in...