200, Di Keremangan Malam

464 42 15
                                    

Napasnya masih memburu terengah ketika Fabian tersaruk di lekuk leher wanitanya. Rey pun sama. Perjalanan yang melelahkan tapi menjadi pelepas kerinduan dan kegamangan mereka. Seperti muara semua keresahan jiwa mereka di hari-hari terakhir ini.

Mereka masih bersatu di bawah sana. Rey tidak mau melepaskan lilitan tangannya. Sesekali isak masih terdengar dari hidungnya. Dia rindu lelakinya, dan rasa bersalah ini, seakan butuh penegasan bahwa Fabian benar-benar memaafkannya.

Perlahan Fabian mengangkat wajah. Matanya mengembun sementara mata yang dia tatap sudah basah.

"I love you, Rey..."

"I love you too, Ian..."

Perlahan Fabian bergerak keluar. Dia harus membantu Rey membersihkan diri ketika mereka bertemu tanpa persiapan sama sekali. Sungguh, tidak ada dalam kepalanya mereka akan bersatu seperti ini.

"Tidur ya. Sudah malam."

Rey mengangguk.

"Kita pulang secepatnya ya." Fabian menanyakan pendapat dan kesiapan Rey menghadapi dunia.

Rey mengangguk lagi, membuat Fabian tersenyum dan mengecup puncak kepala Rey.

"Nite, Rey. Sweet dream." Dia merapikan selimut yang menutupi tubuh Rey lalu dia ikut menyelusup ke dalam selimut.

Tubuhnya sangat butuh tidur lelap.

***

Jam berapa ini?

Fabian terbangun sesuai jam biologis tubuhnya.

Ini di mana?

Dia merasakan tubuh lain membelitnya. Menyadari dia sudah bersama Rey otaknya segera terkoneksi tentang keberadaannya. Dia pun tahu apa yang telah terjadi, apa yang sudah mereka lakukan. Semoga apa yang mereka lakukan bukan pelanggaran di tempat ini. Dia awam soal aturan di sini.

Setelah mandi dan melakukan sholat malam, dia menyempatkan diri mengirim pesan teks pada Tristan. Dia tidak peduli ini jam berapa. Tidak masalah jika Tristan baru membaca pesannya besok pagi. Setelah semua selesai, tidak ada lagi yang ingin dia kerjakan, tapi matanya tidak mau terpejam lagi. Dia tersenyum melihat Rey yang lelap. Suara napasnya nyaris berupa dengkur lembut yang teratur.

Tak ingin mengganggu Rey, dia memilih keluar. Dia memilih keindahan alam di belakang paviliun ini. Menegaskan bahwa tadi benar alam yang indah, bukan karena ada perempuannya di sana. Berdiri, tatapannya lurus menatap lukisan alam di keremangan malam di depannya.

***

Di ranjangnya, Kate tidak bisa tidur. Dia berusaha mengenyahkan isi kepalanya. Berusaha menulikan telinga yang seperti terus saja mendengar suara-suara dari dalam kamar Rey. Dia merutuki dirinya sendiri. Kenapa dia harus ke sana?

Sudah lewat tengah malam, tapi dia belum tertidur sekejap pun. Dia ingin memaki dirinya sendiri. Sampai akhirnya dia teringat bahwa ketika dia melarikan diri dia tidak mengunci pintu. Jangankan mengunci, dia bahkan tidak yakin dia menutup rapat pintu itu.

Ah, biarlah. Semua akan baik-baik saja. Di sini aman. Sangat aman. Tidak akan ada orang jahat datang mengganggu. Ada pagar dan ada petugas keamanan di depan.

Namun, bagaimana jika bukan manusia yang mengganggu mereka? Bagaimana jika hewan liar yang masuk? Hewan melata yang bisa masuk melalui celah pintu yang tidak tertutup. Apalagi dia sangat yakin pintu belakang masih terbuka.

Ah, ceroboh sekali anak dua itu, gerutunya dalam hati. Dia menyambar ponsel, bermaksud menelepon Fabian saja. Namun jarinya urung menekan nama Fabian di layar ponsel.

Bagaimana jika teleponnya mengganggu mereka? Bagaimana kalau mereka sudah lelap? Mereka sangat butuh istirahat dan itu berupa tidur lelap. Bagiamana jika mereka tidak tidur tapi masih saling membelit?

Membayangkan itu, dia melempar ponsel ke nakas. Lalu kembali menggerutu sendiri. Termasuk merutuki dirinya sendiri.

Dia terus meyakinkan dirinya bahwa mereka baik-baik saja. Tapi setelah nyaris sejam dia bergulang guling tak tenang akhirnya dia bergerak duduk di tepi ranjang. Sudah jauh dari tengah malam, bahkan fajar sebentar lagi datang. Haruskah dia ke paviliun dan memastikan mereka baik-baik saja?

Tak tenang, akhirnya Kate memutuskan dia harus memastikan sendiri kondisi dua anak itu. Berusaha menabahkan dan menyabarkan hati, dia pun berusaha tidak menggerutu.

Semoga tidak ada yang menyadari dia keluar sendirian di malam gelap begini.

Dari jauh dia sudah melihat bangunan itu. Dan benar saja, kondisinya masih sama seperti tadi. Semua lampu masih menyala, hanya lampu kamar depan—kamar Rey—yang mati. Dia makin mempercepat langkah. Sangat mungkin mereka hanya sempat mematikan lampu kamar lalu langsung tidur.

Sampai di pintu depan, dia melihat pintu tertutup rapat. Dia menarik napas lega. Lalu dia membuka pintu dan mendapati pintu itu tidak terkunci. Dia kembali menggerutu. Anak-anak itu sangat ceroboh. Benar dugaannya, mereka langsung tidur setelah ber .... Kate langsung mengenyahkan bayangan mereka bergumul dengan suara-suara yang tadi sempat dia dengar.

Memasuki rumah, dia makin menggerutu mendapati pintu belakang masih terbuka. Dia mempercepat langkah dan langsung menyambar pintu. Suara derit pintu mengejutkan Fabian yang sedang melamun. Dia menoleh dan terkejut. Bersamaan dengan Kate yang juga terkejut melihat ada sosok manusia berdiri di tengah halaman.

"Kate?"

"Fabian?"

"What are you doing here?" Membisik.

"Tu fais ici?" Terpekik.

Mereka berdua sama-sama terkejut. Kate sampai menepuk-nepuk dada, menenangkan jantung.

"Aku kebangun dan nggak bisa tidur lagi," jawab Fabian sambil mendengus lega. Kate pun sama. "Kamu ngapain malam-malam ke sini? Sama siapa?" Posesifnya langsung muncul. "Kamu sendirian ke sini? Ngapain?"

"Tadi aku ke sini, lampu semua masih nyala dan pintu belakang tidak tutup." Kate mulai menggerutu. "Kalian ceroboh. Bagaimana kalau ada ular masuk hah? Itu padang ilalang, banyak binatang berbahaya bisa masuk ke sini."

"Tadi kamu ke sini?" tanya Fabian memastikan dengan kening berkerut. Kate menjawab dengan anggukan kesal. "Lalu kenapa t.a.d.i.," Fabian menegaskan kata tadi, "kamu nggak langsung tutup pintu? Kenapa kamu ke sini l.a.g.i.," dia menegaskan kata lagi, "untuk tutup pintu?"

Kate terbelalak dan tergagap.

"Ak ... ak ... aku...." Wajahnya sudah semerah tomat. "Ah, bagaimana Rey? Dia sudah tenang?"

"Jangan mengalihkan pembicaraan, Kate. Tadi kamu ke sini? Sekarang kamu ke sini lagi? Kenapa sampai kamu bolak balik ke sini? Ular tidak mengenal tamu dan tuan rumah, Kate."

"Ak ... ak ... aku...."

"Jam berapa kamu ke sini?"

"Ak... ak... aku...."

"Kamu kenapa jadi gagap gitu sih?" Kesal. "Kate, ini sudah dini hari. Dan tadi kamu juga ke sini. Ngapain?" Fabian berkacak pinggang. Posesifnya makin keluar. Kate seperti anak kecil tertangkap basah bermain hujan.

Bukankah tadi anak nakal itu adalah Fabian dan Rey?

"Kate?" Fabian menuntut. "Aku nggak suka kamu tengah malam begini keluar-keluar rumah ya. Kamu mau tidur di sini? Ya sudah, sekalian aja tidur di sini? Ngapain bolak balik begitu?"

Kate masih terdiam.

"Sana masuk! Tidur!"

Kate makin tidak bisa bergerak.

"Jam berapa tadi kamu ke sini?" tanya Fabian lagi ketika Kate tidak bergerak.

Tiba-tiba Fabian terbelalak lalu tawa kecil tersamar dengus keluar dari hidungnya.

"Kamu ke sini jam delapan-an ya?"

Kate tidak menjawab bahkan tidak mengangguk.

"Kamu langsung kabur pas tau di dalam kami ngapain. Iya? Begitu?"

***

Bersambung

Tu fais ici? (Prancis) = Apa yang sedang kamu lakukan di sini?

Di Sudut-Sudut Hati 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang