"Kamu langsung kabur pas tau di dalam kami lagi ngapain. Iya? Begitu?"
Mendapat pertanyaan seperti itu, Kate makin tergagap.
"Maaf, Kate." Fabian bersungguh-sungguh. "Kami..." Dia mencari kata. "Kebablasan." Dia mengedikkan bahu. "Aku nggak tau, apa kami melanggar aturan kalian? Yang aku tahu, kalian melarang perzinaan, dan kami nggak berzina. Tapi aku nggak tau aturan di tempat ini. Maaf ya. Apa cukup pakai maaf aja? Aku harus ngapain?" Pertanyaan Fabian memberondong cepat.
"Ak ... aku ... sepertinya itu tidak jadi masalah."
"Fyuh ... thank God." Fabian sungguh lega. Dia tidak mau menjadi tamu yang tidak tahu diri.
"Bagaimana Rey? Apa dia baik-baik saja?"
Fabian mengedikkan bahu. "Belum terlalu. Tapi nggak apa-apa. Nanti di rumah dibenerin lagi. Aku sudah suruh Tristan cariin tiket secepatnya."
"How about you?"
Kali ini Fabian tidak mengedik, dia menghela napas panjang lalu membalik tubuh dan menatap gelap lagi. Melihat itu, Kate tersengat, tanpa sadar dia berjalan mendekat dan berdiri bersisian dengan Fabian meski berjarak dan juga menatap malam.
"Are you okay, Fabian?"
"Aku nggak yakin."
"Tolong maafkan Rey ya. Jangan marah ke Rey."
Fabian langsung menoleh menatap Kate dengan dahi berkerut.
"Kenapa kamu ngomong gitu?"
"Aku tau kamu tidak suka Rey pergi. Kamu tidak suka orang yang tidak patuh sama perintah kamu."
Fabian tertawa kecil lalu mendengus. Kate terlalu mengenalnya.
"Jangan marah ke Rey. Kasihan dia."
"Aku harus gimana? Aku kesal beneran. Aku mau marah, mau maki-maki dia. Tapi—"
"Lelaki terhormat tidak kasar pada perempuan, Fabian."
"Iya. Aku tau. Tapi dia keterlaluan."
"Maka maafkan dia."
"Childish."
"Mengertilah. Sampai sejauh ini kamu berhasil tenang kan? Kamu tidak marah. Kamu tidak mengamuk. Ingat, Fabian. Dia tidak mengkhianati kamu. Dia cuma minta waktu menjauh sejenak."
"Tanpa izin?"
"Maafkan dia. Sesempurna apa kamu sampai tidak bisa terima salah orang lain? Apalagi orang ini istrimu sendiri."
"Hah! Woman solidarity."
Kate tertawa kecil. Membiarkan Fabian menggerutu yang membuang muka menatap malam gelap lagi. Perlahan wajah itu melembut. Dia sudah menikmati malam. Menatap Fabian yang merenung dengan wajah lembut membuatnya tertarik ke dalam bayang kenangan masa lalu. Bayangan yang membuatnya tersentak dan dia langsung mengalihkan pandangan. Tak mau berlama-lama melihat wajah Fabian.
"Kenapa Rey nggak bisa seperti kamu ya?" Fabian bertanya seperti pada dirinya sendiri. Dia berbicara entah pada siapa ketika tatapannya tetap terpaku di gelap malam.
"Hah?" Kate kembali menghadapkan wajah ke arah Fabian.
"Ada waktunya aku ingin dimengerti, Kate. Ada waktunya aku ingin semua ikuti saja mauku tanpa banyak omong. Aku memang sering ngurusin orang. Sering kepo lalu main ikut campur aja. Tapi beneran deh, sesekali aku mau dingertiin."
"Apa Rey kurang mengerti kamu?'
"Kalau dia kayak gini apa namanya ngertiin aku? Aku ini kesel banget, mau marah, tapi malah aku juga yang harus tahan diri. Tahan emosi. Tahan marah. Sementara semua orang belain dia. Tristan sampai bohong biar Rey bisa ke sini. Dia ikutin maunya Rey nggak kasih tau ke aku. Sekarang? Kamu juga belain Rey."
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Sudut-Sudut Hati 2
RomancePengin ketawa deh akutu. 😀 Ternyata di Wattpad maksimal 200 bab padahal Aa lebih dari itu. Ya sudah, mau nggak mau bikin buku baru. Tau gini dari awal bagian ketiga di sini aja. Heleh. So, buat yang baru main di sini, baca buku sebelumnya dulu ya...