"MAU apa lu ke sini?"
"Gue mau ketemu Ari."
"Ian nggak ada."
"Gue tau. Makanya gue mau ketemu Ari."
"Ada apa?" Vega sudah berdiri menantang. "Kalau lu pakai nick name, nggak akan lu nginjak lantai ini, B*ngs*t!"
Lelaki itu hanya tersenyum. Santai, dia membuka map yang dia bawa di meja Vega. Membuat fokus Vega teralihkan.
"Kalau lu mau nyelamatin Ian. Ketemuin gue sama Ari. Biar gue bisa jelasin isi map itu."
Mendengar kalimat itu, Vega mengambil isi map. Matanya mendelik sempurna sepanjang membaca dan membolak balik berkas.
"Lu dapat ini dari mana?" tangannya bergetar. Matanya langsung berair.
"Gue akan jelaskan ke Ari. Lu boleh ikut dengar. Gue tau, lu selalu jadi asisten kesayangan Ian. Dan lu tau semua tentang gue."
Tak berkata apa-apa lagi, Vega terbirit meninggalkan lelaki itu mencari Ari.
Dia mengetuk pintu dan menerobos masuk tanpa menunggu jawaban. Tiga lelaki di dalam terkejut melihat tampilan Vega yang terengah seperti sudah melihat hantu.
"Ari..." Dia mengatur napas. "Ari..."
"Ya?" Ari melangkah lebar menghampiri Vega, "Ada apa?"
"Ada Ben."
"Hah?" Terperangah. Tak langsung terkoneksi, masih berupaya mengingat-ingat.
"Dia bawa berkas untuk bukti Ian." Hanya mengatakan kalimat itu dia terengah dan matanya basah. "Ian bisa bebas, Ri."
Dua orang yang lain sudah berdiri mendekat dan menatap Vega dengan tatapan tak percaya.
"Mana dia?" tanya Ari.
"Di ruangan gue." Ari langsung berderap diikuti tiga orang yang lain.
Tanpa suara ketukan, pintu itu terbuka lebar. Membuat lelaki itu menoleh cepat ke arah sumber suara.
"Abendanon." Mendesis.
"Febrian Bahari." Mengangguk dan tersenyum tipis penuh pengertian.
Setelah apa yang dulu dia lakukan, dia tidak berharap sambutan hangat dari Ari. Dia tahu itu.
"Ada apa?" tanya Ari.
Lelaki itu—Ben—mengambil berkas dari meja Vega lalu menyerahkan pada Ari yang langsung membaca cepat. Jantungnya berderap dan tubuh tegapnya melunglai sampai dia harus mencari tempat duduk terdekat. Tubuhnya jatuh di sofa dan dia terus menekuri isi berkas.
"Gue ada video Manuel ketemu Broto. Gue ada rekaman suara perintah Broto ke Manuel."
"Sekarang di mana Manuel?"
Ben mengedikkan bahu. "Gue curiga sudah nggak ada."
Angkasa dan Tristan berusaha mengikuti percakapan. Dan mereka sudah tahu ini urusan apa. Tapi mereka tidak kenal siapa pembawa bukti itu. Tristan menarik kursi dari depan meja Vega untuk tamu mereka dan satu lagi untuk dirinya. Dia menempatkan kursi itu di samping sofa Ari. Angkasa sudah duduk di samping Ari dan ikut melihat berkas. Vega di sofa yang tersisa.
"Jadi dia tidak bisa jadi saksi?"
Ben menggeleng. "Wasting time cari dia. Pakai bukti ini aja." Dia menyerahkan flash disk pada Ari. Lalu mengambil ponsel dari saku celana. "Kalau mau jelas lihat, pakai yang di flash disk, ada semua."
Vega menyambar flash disk itu, menghubungkan dengan LED. Tak lama sebuah video berputar. Dua orang yang tidak mereka kenali ada di layar. Perbincangan keduanya jelas perintah dari satu orang yang terlihat jumawa berkuasa dengan satu orang pesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Sudut-Sudut Hati 2
RomansPengin ketawa deh akutu. 😀 Ternyata di Wattpad maksimal 200 bab padahal Aa lebih dari itu. Ya sudah, mau nggak mau bikin buku baru. Tau gini dari awal bagian ketiga di sini aja. Heleh. So, buat yang baru main di sini, baca buku sebelumnya dulu ya...