212, Percakapan Empat Lelaki

90 24 4
                                    

Seminggu berlalu apa adanya. Fabian membiarkan proses hukum berjalan. Angkasa terus berusaha mencari lubang buatan Jagya. Laras pun terus berusaha membujuk sampai membuat Jagya jengah. Aurora membiarkan hubungan mereka tergantung tanpa kejelasan ketika Angkasa semakin pendiam.

Hanya ada perubahan di Nad. Anak itu lebih tenang. Tidak banyak menuntut ini itu pada ayahnya. Di satu sisi, Angkasa merasa beban rasa bersalahnya berkurang, tapi di sisi lain, dia merasa aneh dengan ketenangan Nad. Dia pun merasa seperti ada yang hilang ketika Nad jarang merengek dan merajuk.

Angkasa menjaga jarak dengan Jagya dan ibunya. Tidak pernah datang lagi ke rumah mereka, berkirim pesan pun hanya sekali itu, ketika bertanya dan Laras menjawab belum. Dia berpesan untuk segera berkabar jika sudah ada info. Pesan itu berarti dia hanya akan menunggu kabar, tidak aktif menanyakan kabar ke Laras apalagi ke Jagya langsung.

Siang itu, dua minggu dari kasus foto viral yang masih ramai jadi tajuk utama dunia pergunjingan, empat lelaki itu berada di ruang meeting sambil menyantap makan siang. Hanya nasi kotak, bukan makan siang dengan menu lengkap ber-table manner. Menu itu membuat mereka sangat santai. Sangat bersyukur mereka bisa merasakan kebersamaan tanpa rasa tegang. Semoga tidak ada masalah lagi.

"Sampai sekarang lu belum nemu lubangnya, A?" tanya Tristan.

"Belum." Angkasa menjawab cepat dan yakin. Dia tidak bohong kan? Dia belum menemukan celah masuk itu.

Fabian menarik napas. Pun Ari.

"Kecurigaan lu apa?"

"Ya bisa aja mereka masuknya sudah lama. Nggak tau kenapa baru sekarang disebar. Gimana mau tau motif kalau semua serba nggak jelas gini."

"Gimana ya? Pentagon aja bisa kebobolan, apalagi kita," tukas Tristan. Kalimat singkat yang terasa sebagai pembelaan bagi Angkasa. Membuatnya lega dan sedikit bersemangat bersuara.

"Masalahnya, tu file nggak pernah gue taruh di-cloud. Ian juga yakin, kalau dia juga cuma ada di eksternal aja. Kalau seperti itu, pun ada yang berhasil masuk, mereka nggak ambil dari situ."

"Lu yakin cuma copy ke dua eksternal itu?" tanya Fabian memastikan.

"Yakin banget. Gila aja gue masukin ke HP. Buat apa juga."

"Ini yang ngambil yang upload, licin amat ya." Tristan kembali berkata.

"Sepertinya bukan karena iseng." Kali ini Ari bersuara. "Kalau yang dulu viral, upload pertama terlacak di warnet. Dari situ pelaku ketahuan. Yang sekarang bukan dari warnet. Artinya dia pakai perangkat pribadi. Seharusnya lebih mudah terlacak. Tapi mereka tidak sebodoh itu."

"Gue sih nggak terlalu penting gimana caranya tu file bisa kesebar. Gue cuma pengin tau siapa yang sebarin. Ada masalah apa sama gue sampai susah payah ambil file pribadi lalu disebar gini?"

Angkasa langsung berhenti mengunyah, berusaha tidak tersedak, dia mengambil gelas dan meneguk cepat sampai isi gelas tandas. Untuk menghindari tatapan Fabian, dia berdalih mengisi ulang gelas ke dispenser.

"Kalau ketemu, gue beneran akan tuntut sampai dia masuk penjara." Geram.

Angkasa makin gelisah. Dia memilih berjalan ke jendela dan berusaha terlihat seperti melihat langit.

"Oh iya, FYI aja, minggu lalu Kate kasih kabar, urusan lahan sudah deal, jadi dia minta transfer uang buat urusan ini itu dulu sekalian tanda jadi. Nanti sisanya nyusul."

"Dee belum pernah cerita soal itu," ujar Ari dengan kening berkerut.

"Ya memang belum. Rey aja belum tau."

Di Sudut-Sudut Hati 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang