Hari yang ditunggu tiba. Mereka semua termasuk para orangtua hadir lebih awal dari jadwal sidang. Semua duduk rapi tak sabar menunggu Fabian datang. Rey sudah duduk di kursi tepat di belakang kursi tersangka akan disidang.
Bunyi pintu membuka mengejutkan semua. Seisi ruang langsung menoleh ke arah sumber suara. Dan di sanalah Fabian berdiri. Bercelana hitam dan berkemeja putih lengkap dengan rompi jingga bertuliskan tahanan. Dia tersenyum dan mengangguk pada semua orang. Tangannya yang terikat terangkat bersatu di tengah dada. Tangan terikat itulah yang langsung membuat semua patah hati tidak terima. Rey dan Mami langsung menangis, Dee dan Non menabahkan hati, Ari dan Angkasa membuang muka. Tristan spontan berdiri dengan wajah merah marah.
"Ian..." Lirih.
Fabian mungkin tidak mendengar, tapi dia merasakan. Sebelum dia duduk di kursi pesakitan, dia menoleh dan melihat istrinya masih menangis.
Dia tersenyum untuk Rey dan mengangguk pada Mami yang duduk di samping Papi. Rey menyusut lendir dari hidung, Mami mengusap wajah, Hanya Papi yang balas mengangguk meski dengan wajah datar tanpa senyum. Fabian duduk tegak di tempatnya. Di kursi itu, kabel ties pengikat tangannya diputus.
Mereka hanya penonton. Tidak boleh bersuara. Berada di ruangan ini seperti mimpi buruk bagi semua. Apalagi bagi Rey. Ah, tidak, tidak hanya Rey yang melihat Fabian duduk di sana seperti mimpi buruk. Mereka mengikuti jalannya persidangan dengan tubuh tenang meski hati gelisah. Tetap merasa takut meski bukti sudah begitu kuat. Tak henti mereka berdoa.
Setiabudi dan tim berbicara lantang membeberkan fakta dan bukti. Dia bahkan membawa saksi ahli pakar informatika bahwa foto yang Ben berikan adalah foto asli. Didukung video dan rekaman suara, hakim mengangguk-angguk. Ini sidang praperadilan. Tidak ada majelis hakim, hanya ada satu hakim. Sidang ini bertujuan untuk menentukan sah tidaknya suatu penangkapan. Keputusan hanya dari satu hakim itu.
Ketika hakim mengetuk palu dan memutuskan Fabian tidak bersalah dan perkara selesai, semua lupa berada di mana. Yang menahan tangis langsung menangis, yang menahan kesal langsung berteriak. Sampai membuat hakim harus menggunakan otoritanya menghentikan keriuhan itu.
Di kursi pesakitan, Fabian menunduk dalam. Kemarin dia sudah diberitahu perkembangan kasusnya. Bahwa ada keajaiban melalui Ben.
Tak putus rasa syukurnya, tak putus terima kasihnya terutama pada Ben. Siapa yang menyangka Ben menjadi pahlawan bagi dia dan keluarga.
Sidang selesai, tapi tentu Fabian tidak bisa serta merta melepas rompi lalu langsung pulang bersama Rey. Dia tetap harus kembali ke sel dan menyelesaikan urusan administrasi dan tangannya kembali diikat.
"Ian..." Kali ini suaranya lebih terdengar. Suara itu sampai ke telinga Fabian dan membuatnya langsung menoleh. Melihat Rey di sana, Fabian lupa diri. Dia melangkah mendekat dan langsung mengangkat tangan untuk mengalungkan tangan terikat itu ke tubuh istrinya. Tapi tentu tidak bisa. Petugas sangat cepat bergarak menarik tubuh Fabian.
"Rey, oh, Rey...." Fabian memaksa nyaris bisa disebut berontak.
"Ian..." Meraung tertahan seperti menggeram. Rey sudah memajukan tubuhnya nyaris tersungkur akibat setengah badan terhalang pagar pembatas. Tangannya berhasil menarik rompi jingga Fabian. Kekeraskepalaan mereka berbuah sebuah kecupan di bibir. Petugas tentu tidak membiarkan itu berlangsung lama. Mereka menarik paksa Fabian yang melanggar aturan sidang.
"Shh ... sabar, Sayang. Sebentar lagi aku pulang." Tarikan di tubuhnya makin kuat, dia harus segera pergi.
"Ian..." Tarikan tangan di rompi itu terlepas.
"See you, Rey. At home." Mereka sudah terpisah.
Dan Rey kembali meraung dan meluruh. Angkasa cepat menangkap tubuh Rey sebelum jatuh ke lantai. Dalam mata berkabut, dia melihat suaminya berjalan menjauh dengan kepala tetap menoleh ke arahnya. Dia bisa melihat tatapan cinta dari Fabian sebelum suaminya menghilang di balik pintu.
***
Tiga hari kemudian Fabian bebas murni. Di depan pintu Cipinang ramai berkumpul orang dan pewarta. Meski sebagai keluarga semua bisa berada sedekat mungkin dengan pintu besi, tapi tetap saja udara terasa sesak, Panas matahari menyengat membuat tubuh basah keringat. Wajah lusuh tapi bahagia tak sabar menunggu pintu terbuka. Rey ada di sana. Hanya cinta dan rindu yang membuatnya bisa tetap berdiri. Angkasa melarang Aurora ikut, apalagi Ari pada Dee. Non di sana sebagai dokter pribadi Rey. Aurora menunggu di mobil bersama Mami dan Mama. Dee menunggu di rumah.
Bunyi gerendel berderak dari dalam menyentak mereka. Ketika pintu terbuka mereka langsung bersiap. Dan Fabian muncul dengan senyum lebar. Begitu kakinya melewati batas gerbang, dia langsung menyambar Rey dan mengecupnya. Di bibir. Kali ini lebih lama sehingga bisa disebut ciuman. Tak peduli. Toh foto mereka yang lebih intim sudah beredar. Tapi itu tak lama, dia masih tahu diri. Mereka tidak sampai bersilat lidah. Kecupan di bibir hanya tanda bahwa Reylah istrinya karena perempuannya yang lain dia berikan kecupan di pipi. Untuk Mami, dia mengecup dahi ibunya lama sambil memeluk sangat kuat.
Butuh bantuan petugas membuka jalan untuk dia sampai ke mobil. Tak bisa berlama-lama, semua asal masuk ke mobil yang ada di depan mereka. Rey yang sepanjang jalan menuju mobil tidak pernah lepas dari pelukan Fabian tentu semobil. Ternyata mereka bersama Tristan dan Non. Mami terpisah bersama Ari yang menjaganya. Iringan mobil bergerak.
Tristan duduk di depan di samping Pak Dito. Ini memang mobil Angkasa. Tidak tahu pemilik mobil ada di mana. Non dan Aurora di deret belakang. Fabian dan Rey sebagai pengantin tentu di deret tengah.
"Kita harus pesta. Bang!" teriak Tristan.
"Terserah," ujar Fabian cepat. Dia masih menenangkan Rey di pelukannya. "Sudah dong, Rey. Masih nangis aja. Aku sudah bebas nih." Dia terkekeh sambil menghapus air dari wajah istrinya.
"Si Rey begitu terus tuh, Bang. Gue pulang cuma sebentar. Nginap di rumah lu terus."
"Ya memang harus gitu. Kalau bukan kalian, siapa yang temani Rey?"
"Ari sama Dee juga nginap di rumah lu. Kasihan juga sih gue sama Ari. Bingung ngurusin Rey sama Dee. Kalau kumpul begitu, ada Non, dia lebih tenang tinggalin Dee."
"Non," Fabian menoleh ke belakang. "Untung dulu kita maksa kamu jadi dokter ya." Senyumnya sangat lebar.
"Padahal dulu Abang lagi kepepet habis dikerjain Ben."
"AAARRRGGHHH...!" Teriakan Tristan membuat semua menoleh ke arahnya. "Gila banget gue waktu itu. Stres. Istri kuliah, adek sekolah, sendirinya belum lulus, nggak punya rumah. Apalagi pas gue sakit. Gue sampai pinjam uang Bu Darmi sebelum Ari taruh deposit lagi di rumah sakit. Malu kalau Ari terus yang tanggung. Pas keluar dari rumah sakit ya nggak bisa langsung kerja. Malah gue makin gila."
Fabian menepuk bahu Tristan keras. "Sudah lewat."
"Iya, Bang." Dia menoleh dan tersenyum bahagia. "Nggak nyangka banget semua sudah dilewatin."
"Gue aja sudah bisa jalan-jalan di Jakarta lagi." Fabian terkekeh sambil menaik turunkan alis. "Wah, Jakarta makin cantik ya. Banyak gedung tinggi. Nanti malam jalan-jalan ya. Mau lihat lampu-lampu." Dia melongok ke kiri dan kanan memasang wajah takjub.
"Lebay banget sih!"
Kesal, Tristan kembali menghadap ke depan. Namun dia terkekeh ketika Fabian terbahak.
Duka seakan terangkat dari mereka. Hanya ada bahagia. Pun Rey masih menangis, itu hanya airmata bahagia. Dia terus memeluk Fabian. Membuat basah kemeja suaminya di bagian dada. Tapi biarlah. Biar dia habiskan air mata dukanya.
***
Bersambung
Beginilah akibat belagu mau bikin novel dektektif-detektifan padahal buta hukum. Kalau ada yang tau hukum, kasih tau enaknya diapain part ini ya. Part ini salah satu dari sekian banyak alasan Aa harus nunggu delapan tahun. Lalu, setelah nunggu selama itu, dikejar-kejar tanggal 31 Desember 2022, jadilah asal jadi dulu aja. Nanti diedit. Browsing tipis-tipis soal praperadilan. Cuma mau ada scene Ian dipenjara sampai disidang. Kejam amat. Iya, biar feel guilty Aa makin nendang. Kalau cuma bikin Ian digodain pelakor kalian bakal ketawain.
Btw, saya nggak terlalu suka tema orang ketiga loh. Tapi itu tema yang paling gampang ngebaperin ciwi-ciwi.
Siapa tim Laras di sini?
![](https://img.wattpad.com/cover/353816095-288-k793565.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Di Sudut-Sudut Hati 2
RomancePengin ketawa deh akutu. 😀 Ternyata di Wattpad maksimal 200 bab padahal Aa lebih dari itu. Ya sudah, mau nggak mau bikin buku baru. Tau gini dari awal bagian ketiga di sini aja. Heleh. So, buat yang baru main di sini, baca buku sebelumnya dulu ya...