239, Keputusan [2]

109 20 36
                                    

Di sanalah gadis kecil itu terlelap. Gadis kecil kesayangan ayahnya yang membuat lelaki itu terpaksa melamar gadis yang tidak dia cintai.

Nad tidur tenggelam di balik selimut. Wajahnya begitu tenang dan damai. Aurora membayangkan mata Nad. Bening, jernih tanpa dosa. Mata khas anak kecil.

Perlahan Aurora mendekat. Tepat di tepi ranjang, dia menunduk dan mengecup dahi Nad. Tubuhnya melunglai, meluruh berlutut di sana. Sekuat tenaga dia menahan isak, dia tidak mau mengganggu lelap Nad dengan kekacauan hatinya.

Di tempat yang sama, Andrew tidur melingkar di kaki Nad. Tangannya terjulur lalu mengelus kepala si kucing. Membuat kucing itu menggeliat lalu mengeong lemah. Aurora terpaksa mengalihkan perhatiannya ke Andrew.

"Ssh, Ndo, jangan ribut. Nanti Nad bangun."

Kucing adalah hewan rumah yang sangat peka. Dia begitu dekat dengan orang yang memeliharanya. Dia bisa merasakan apa yang pemiliknya rasakan. Seperti itulah Andrew sekarang. Kucing itu duduk tegak di atas dua kaki belakang sambil menatap Aurora. Dia sudah utuh bangun dan tersadar.

"Ndo ... Andrew..." Aurora mengelus lagi kepala Andrew. "Titip Nad ya, Ndo." Tangannya ganti menggeliti perut Andrew. "Olla mau pergi. Ndo jagain Nad kayak biasa ya."

Dia tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Dia harus berupaya sangat keras menahan airmata dan isak sampai bahunya bergetar keras. Andrew tetap menatapnya.

"Olla sayang Nad. Sayang Ndo juga. Tapi Olla nggak bisa di sini lagi, Ndo."

Cinta yang hadir terlalu cepat itu harus segera diakhiri sampai di sini.

"Ndo nggak usah khawatir, nanti akan ada yang datang gantiin Olla. Dia pasti akan sayang Ndo juga. Orangnya baik, Ndo. Baik banget sampai Aa..."

Dia tidak bisa melanjutkan kalimatnya. Kalimat itu hilang tertelan isak yang tidak bisa lagi dia tahan. Tremor di bahu semakin nyata.

"Olla sudah lihat bagaimana Aa ke dia. Aa sayang dia, Ndo. Jadi nanti Ndo akan sering main sama Aa karena Aa akan betah di sini. Nggak kayak sekarang. Aa kabur-kaburan terus."

Terjeda isak.

"Nanti Nad pasti senang karena papanya jadi sering di rumah."

Andrew bangun dan berjalan mendekati Aurora.

"Titip Aa juga ya, Ndo. Olla pergi biar Aa bebas. Kasihan Aa galau terus. Olla sayang Aa. Tapi Aa nggak sayang Olla. Olla nggak mau diduain. Olla ngalah aja, Ndo." Dia sudah memeluk Andrew.

Alangkah menyedihkannya dia. Menangis memeluk Andrew. Hanya seekor kucing yang bisa dia jadikan tempatnya berkeluh kesah dan bertukar kisah.

Dengan masih memeluk Andrew, tangannya yang lain membelai Nad. Dia menjatuhkan kepalanya begitu dekat dengan kepala Nad. Menangis lagi di sana.

***

Kecupan itu berakhir di sudut bibir. Meski lama, tapi berhenti di sana. Membuat jantung Laras berdetak keras menunggu kisah selanjutnya.

"Jam berapa Gya pulang?" Berbisik dengan suara rendah dan parau, Angkasa berusaha menjauhkan diri.

Mengerti gesture Angkasa, Laras menjauh dengan berpura-pura mencari ponsel.

"Dia belum kasih kabar. Kalau pulang malam banget jam sembilan dia akan kasih kabar."

"Jadi dia sebentar lagi sampai?"

Laras mengangguk.

"Kamu pucat banget, La. Kamu sakit?" tanya Angkasa sambil membantu Laras duduk.

Laras menggeleng.

Di Sudut-Sudut Hati 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang