Daniel memasuki area gedung kelas. Lagi-lagi pemuda itu terlambat datang karena mengurus dua adik kembarnya yang masih belum terbiasa sepenuhnya bersama Hanna.
Jam menunjukkan pukul 8 pagi, sedangkan sekolah dimulai pukul 7. Daniel terlambat satu jam, tapi di sekitar halaman dan lapangan, banyak yang masih berkeliaran.
Alunan musik dan suara sumbang menyapa telinga Daniel. Suara itu berasal dari aula. Tempat diselenggarakannya lomba menyanyi.
Hari ini adalah hari ke delapan lomba. Jadwalnya hari ini adalah lomba menggambar dan menyanyi. Dan besok ada lomba dance modern dan fashion show di hari penutupan.
Daniel melangkah lebih dulu ke kelasnya untuk meletakkan tasnya. Di sana lelaki itu bertemu dengan lima temannya yang masih asyik nongkrong.
"Zay, lo gak ke aula?" Daniel bertanya ke Zayden.
"Gue urutan terakhir." Jawab Zayden dengan nada dingin. Wajahnya amat sangat menyedihkan.
Adryan menatap teduh sahabatnya itu. "Sabar, Dan. Bukan hidup namanya kalau gak ada cobaan." Lelaki itu menyunggingkan senyum kecil.
Daniel mengangguk setuju. Yang dikatakan Adryan memang benar.
"Lo juga kenapa pake acara private segala? Jadinya gue gak bisa ketemu Mama lo!" Zayden menggebu-gebu.
"Gue mau fokus ke pengobatan Mama gue." Daniel menjawab seadanya. Tapi jawabannya Daniel belum bisa diterima Zayden.
"Ga masuk akal jawaban lo, Dan." Balas Zayden dengan nada dingin.
Jovan, Vares, Abidzar dan Adryan saling pandang. Jarang sekali Zayden bersikap seperti ini.
"Kalau gue cerita pun lo bisa bantu apa?" Sergah Daniel. Kata-katanya terdengar angkuh.
Zayden mengepalkan tangannya di samping tubuhnya. "Gue memang beban keluarga, tapi gue bisa bantu doa buat Mama lo."
"Dan kata-kata lo tadi seolah gue gak berguna. Lo seolah ngeraguin keseriusan gue ke Mama lo." Intonasi suara Zayden semakin lama semakin meninggi.
"Sadar, Zayden! Stop cinta sama Mama gue! Cari cewek lain yang seumuran sama lo!!" Daniel juga terpancing emosi. Dada lelaki itu kembang-kempis.
"Gue gak mau!! Setuju atau nggak. Percaya atau nggak, gue cinta sama Mama lo. Gue akan bekerja keras buat Mama lo. Dan lo gak boleh remehin keseriusan gue, Dan."
"Lo jangan sok-sokan, mentang-mentang gue anak buah lo."
Daniel mengacak-acak rambutnya frustrasi. Dia bingung harus menjelaskan dari mana.
Daniel tak mau ibunya terluka lagi karena pria.
"Mama gue belum tentu selamat Zayden!!" Daniel berteriak.
Zayden langsung terdiam. Bahkan empat lelaki yang ada di sana juga sama-sama terdiam.
Hening.
Satu kata yang menggambarkan suasana mereka sekarang.
"Sampai kapanpun gue gak akan restuin lo sama Mama gue. Dan lo juga harus siap dengan resiko terburuknya." Daniel mewanti-wanti.
Daniel melempar asal tasnya ke atas meja lalu pergi meninggalkan kelas dengan amarah yang masih belum hilang.
Lelaki itu naik ke lantai 3, area kelas 12. Ia berhenti di depan jendela kelas 12 IPS 1, tempat diselenggarakannya lomba menggambar.
Amarah Daniel langsung mereda saat melihat Bella yang tengah menggambar di salah satu meja yang ada di barisan tengah.
Wajahnya yang putih bersih terkena cahaya matahari pagi membuat gadis itu tambah cantik.
Pikiran Daniel perlahan tenang.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY WITH DANIEL [LENGKAP]✔️
Teen Fiction[BELUM REVISI] [WARNING KATA-KATA KASAR BERTEBARAN] ____________________________________ Description: "Pergi bukan berarti tidak kembali." Bella terkejut saat mengetahui bahwa rekan setimnya untuk mengikuti olimpiade MIPA adalah mantannya sendiri. M...